PARK 08 : ANAK BOS

Start from the beginning
                                    

Chika menoleh ke arah kanan dan melirik gorden yang menutupi sebelahnya. "Christy udah sadar, Pa?" tanya Chika lalu melirik sang Papa.

Sean menoleh pada gorden yang menjadi penghalang itu lalu menoleh pada anaknya lagi. "Belum sadar, kak," jawab Sean.

"Papa, aku gamau dirawat, Pa," rengek Chika kala dirinya ingin dipasangi infus oleh Suster.

"Ini demi kebaikan kamu, kak. Badan kamu mulai hangat, nurut sama Papa, ya?" bujuk Sean berusaha meyakinkan putrinya.

"Aku mau di rumah aja. Mama juga bisa ngerawat aku. ya 'kan, Ma?" ucap Chika lalu menoleh pada Renata.

Renata mengangguk setuju. "Iya, sayang. Mama bisa ngerawat kamu, tapi sebaiknya kamu nurut sama Papa, ya? Biar kamu cepat sembuh," ucapnya begitu lembut.

"Mama?"

Chika merengek, dirinya benar-benar takut akan jarum suntik. "Pasang aja Sus," lanjut Sean menyetujui.

"Papa...?"

Chika mulai murung, ia menangis dan merengek kala Sean mengatakan itu. Suster yang ingin bertindak sontak terdiam saat melihat gadis itu yang mulai menangis.

"Itu cuma jarum, kak. Itu gak akan buat kamu sakit." Sean mengusap lembut air mata Chika. "Kamu mau apa? Semua kemauan kamu bakal Papa turutin, asal kamu mau di rawat," lanjut Sean.

"Tapi aku gak mau dirawatt." jawab Chika merengek. Pipinya sudah dipenuhi air mata akibat tangis pilunya.

"Papa mohon, ya. Ini demi kesehatan kamu," balas Sean, laki-laki itu kembali menyuruh Suster untuk segera memasangkan infusnya.

Chika pun pasrah dan hanya menangis saat Sean memegangi lengannya dan Suster memasangkan infus.

"Kamu mau apa, biar Papa beliin? Atau mau sesuatu yang lain?" tanya Sean pada putrinya saat pemasangan infus selesai.

Dengan sesegukan Chika berucap. "Boleh apa aja? Papa bakal turutin 'kan?"

"Iya sayang. Kamu mau apa? Semuanya bakal Papa turutin," ucap Sean lalu mengusap air mata Chika.

Chika terdiam beberapa detik. "Aku mau satu ruangan sama Christy," pinta Chika lalu Sean terdiam sejenak.

Sean pun menyetujui itu dan segera melakukan pembayaran untuk biaya rawat inap di rumah sakit itu.

"Mama kemana, Pa?" tanya Chika.

"Mama beli sarapan bareng Tante Shani." jawab Sean, laki-laki itu mengambilkan botol air putih untuk putrinya minum.

Chika pun berusaha merubah posisinya untuk duduk sembari dibantu oleh Sean. Gadis itu mulai bersandar dan meminum air putih yang di berikan oleh sang Papa.

"Pa, boleh tolong geserin gordennya, gak? Chika mau liat Christy," ucapnya yang masih memegangi botol minumnya.

"Boleh dong sayang." Sean tersenyum lalu menyingkirkan gorden yang menjadi penghalang.

Pandangan Chika sontak lekat pada Christy yang masih terbaring di atas bangsal dalam keadaan yang masih belum sadar. Kedua mata gadis itu masih terpejam dengan kepala yang dililit oleh perban dan cairan infus yang terus mengalir masuk ke tubuh gadis itu. Jujur saja, ia merasa sedih saat melihat Christy harus terluka seperti itu.

"Bunda..."

Suara lirih yang begitu pelan tertangkap jelas di pendengaran Chika, ia melihat sedikit pergerakan dari tangan kiri Christy yang terdapat infus. "Papa, Christy sadar, Pa," ucapnya. Sean pun segera mendekat pada gadis itu lalu memanggilkan Dokter.

Last Year : Survive at SchoolWhere stories live. Discover now