PARK 03 : PERTEMANAN

3K 348 12
                                    

Pagi dini hari Christy terbangun dari tidurnya, gadis itu mengucek-ngucek mata sembari meregangkan seluruh tubuhnya. Kini pandangannya mulai tertuju pada Shani yang masih tertidur di sampingnya, orang yang ia sayangi sekaligus dunianya saat ini sampai kapanpun.

Perlahan Christy mulai turun dari kasur menuju kursi belajarnya untuk mengerjakan beberapa tugas yang belum selesai. Gadis itu mengambil beberapa buku yang tersusun di atas meja, pandangan Christy tertuju pada kertas jadwal yang tertempel jelas di hadapannya. Tangan mengambil pulpen lalu membuka setiap lembar kertas dari buku itu.

"Sayang?? Dari kapan kamu bangun, nak?" ucap Shani begitu lembut saat beberapa menit Christy mengerjakan tugasnya. Shani sudah merubah posisi menjadi duduk di ujung kasur memerhatikan putrinya yang membelakangi tubuhnya.

"Bunda?? Dari kapan Bunda bangun? Aku pikir siapa." Gadis itu memutarkan tubuhnya menoleh pada sang Bunda yang berada di belakangnya.

Shani beranjak lalu mendekat pada Christy. Tangan menyentuh pundak sang anak yang tengah duduk. "Bunda nanya kamu, kenapa kamu malah nanya balik?"

Gadis itu mendongak menatap sang Bunda dengan cengirannya. "Hehe, Christy dari tadi udah bangun, lagi ngerjain tugas yang belum selesai, Bun."

"Kenapa gak bangunin Bunda? Lengan kamu masih sakit gak?"

Shani menyentuh lengan Christy melihat keadaan lengan itu yang kini sudah berperban. Perempuan itu menatap sendu lengan anaknya. Christy kembali mendongak menatap Bunda.

"Udah enggak kok, Bun. Lagian luka kayak gini gak buat Christy lemah. Bunda tau kan kalo Christy jagoan Bunda." ucapnya lalu tersenyum lebar untuk Shani.

Shani terdiam membalas senyum tipis pada anaknya. 'Bunda tau kok, kamu selalu pengen terlihat baik-baik aja 'kan? Kamu gak mau Bunda sedih makanya kamu nyembunyiin rasa sakit itu. Bunda gak tau harus gimana, sayang. Tapi Bunda janji bakalan selalu di samping kamu.' Batin Shani, perempuan itu sontak mencium kedua pipi Christy. Gadis itu tersenyum lebar.

"Bunda keluar, ya, buat siapin bekal kamu."

"Iya, Bun."

Perempuan itu melangkahkan kaki meninggalkan putrinya untuk memasak beberapa lauk pauk.

•••

Christy sudah siap dengan seragam sekolahannya lengkap dengan almamater. Gadis itu meraih pintu kamar untuk melangkah keluar, punggung kanan terdapat tas ransel dan tangan kiri membincing sepatu putih.

Christy meletakan sepatunya di teras rumah lalu masuk kembali untuk mengambil bekal yang sudah bundanya siapkan di dapur.

"Heii, anak sialan!"

Langkah Christy terhenti saat melewati meja makan karena sahutan ayahnya, laki-laki itu sedang duduk di kursi meja makan.

Bukankah ucapan itu selalu dilontarkan oleh Garland, lantas mengapa ia harus merasa sakit hati?

"Beri saya uang, sialan!"

Christy menoleh menatap ayahnya. "Aku belum gajian." jawab Christy singkat dengan nada dingin dan raut wajah datar. Dengan cepat Garland mendekat pada Christy lalu mencengkram kasar kerah baju gadis itu.

Bugh!

Satu pukulan keras Garland layangkan pada wajah Christy hingga gadis itu sempoyongan lalu terjerembab jatuh ke lantai. "ANAK TIDAK BERGUNA!" bentak Garland.

Christy sontak menggeleng sekilas untuk menghilangkan rasa pusing akibat pukulan ayahnya, kini sudut bibir gadis itu  tersapat bintik-bintik memerah dan darah kental yang sekelilingnya mulai membiru. Ia juga merasakan sakit dibagian pipinya yang terdapat luka sayatan sebelumnya.

Last Year : Survive at Schoolحيث تعيش القصص. اكتشف الآن