Aruna membuang tisu ke dalam tempat sampah. Lalu, ia berdiri depan Alula. "Yaudah deh, kita pulang aja."

***

Hari Minggu pagi Gama sudah duduk manis di sofa ruang tengah rumah Jenia. Hari ini ia tidak berniat mengajak anak-anaknya pergi. Meski tidak ada agenda untuk pergi bersama si kembar, tapi Gama tetap datang ke rumah Jenia. Beberapa kali ia melirik Jenia, yang duduk agak jauh darinya. Permpuan itu duduk dengan kedua kaki dinaikkan ke sofa. Yang membuatnya kesal saat Jenia terlihat senyum-senyum sendiri sambil memandang ponsel. Ia menjadi curiga kalau perbincangan kemarin dengan si kembar benar adanya.

"Jen," panggil Gama.

Tidak ada sahutan dari Jenia. Perempuan itu masih sibuk dengan ponselnya.

"Jen," panggil Gama lagi.

"Hm?" gumam Jenia tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel.

Gama berdecak pelan, merasa kesal karena diabaikan.

"Aku kira hari ini Mas Gama mau ngajak anak-anak keluar lagi."

"Nggak."

"Kalo nggak ngajak keluar, terus ngapain ke sini?"

Gama diam, mencoba memikirkan alasan yang tepat. "Mau lihat kegiatan si kembar kalo lagi di rumah," jawabnya.

"Hmmm ... paling sekarang si kembar lagi mandi sambil main air dan sabun," ucap Jenia menatap Gama sekilas. Dari sepuluh menit yang lalu, sebelum kedatangan Gama, ia menyuruh si kembar untuk mandi. "Kalo Mas Gama mau tau, bisa langsung dicek aja di kamar mandi," lanjutnya.

Gama menggeleng. "Biarin aja mereka mandi dulu," ucapnya. Gama masih mengamati Jenia yang kembali sibuk dengan ponsel. "Oh ya, kemarin Ar waktu jalan-jalan ngeluh perutnya sakit. Dan sempat mencret juga," beritahunya. 

Jenia manggut-manggut. "Mereka udah bilang kok ke aku. Aruna udah aku kasih obat. Terus perutnya aku olesin minyak."

"Dia udah nggak papa, kan?"

"Tadi pagi sih waktu bangun tidur, Ar udah nggak ngeluh perutnya sakit."

Gama menghela napas lega. Kemarin saat mendengar Aruna sakit perut, ia menawari untuk ke dokter. Aruna langsung menolak, memilih untuk diantar pulang. Akhirnya Gama mengantar anak-anaknya pulang lebih cepat. Sebelum pulang, ia sempat mampir membeli makanna untuk dibungkus.

"Mas kalo di sini nggak ngapa-ngapain, mending pulang aja," ucap Jenia.

"Kok ngusir sih, Jen?"

"Lagian Mas Gama kayak orang kurang kerjaan. Ngapain diam doang di sini?"

"Emang lagi nggak ada kerjaan. Ini kan hari Minggu. Aku mau ngecek keadaan anak-anakku"

"Pulang aja deh, Mas," usir Jenia.

Gama mendengus sebal. "Gimana kalo kita ajak si kembar jalan-jalan?" usulnya.

"Mas Gama boleh kok bawa mereka keluar."

"Sama kamu, Jen."

Jenia menggeleng-gelengkan kepala, menolak usulan Gama. "Aku nggak ikut. Mas Gama aja sama anak-anak yang pergi."

"Si kembar pasti lebih suka keluar sama orang tuanya," sahut Gama cepat

"Kalo Mas Gama mau ngajak keluar si kembar aku nggak ngelarang, tapi aku nggak mau ikut," ucap Jenia memperjelas. 

"Kenapa?"

Jenia mengedikkan bahu. "Malas aja."

"Mereka kayak anak broken home yang nggak punya momen sama orang tuanya," gumam Gama pelan.

Jenia tertawa sinis. "Faktanya emang mereka anak broken home, Mas. Mau gimana lagi?"

"Jen...."

"Mereka itu pintar, Mas. Mereka tau kalo Mami dan Papinya udah nggak sama-sama. Aku nggak pernah dengar dari mulut mereka mempermasalahin hal ini," sela Jenia menatap Gama dengan tangan dilipat di depan dada.

Belum sampat Gama menanggapi, terdengar suara teriakan yang keras.

"AAAHHH!!!"

Mendengar teriakan itu membuat Jenia dan Gama sontak bangun dari sofa yang didudukinya. Mereka berlari ke arah sumber suara, tepatnya di kamar si kembar. Begitu masuk, ternyata kamar anak-anaknya kosong. Jenia dengan cepat membuka pintu kamar mandi dan menemukan dua anaknya berbalut handuk. Aruna berdiri di pojok kamar mandi, sedangkan Alula terbaring di atas lantai dengan posisi tengkurap dan merintih kesakitan.

"Ya ampun!" seru Jenia saat melihat Alula.

Dengan cekatan Gama menggendong Alula yang terbaring di lantai yang penuh dengan sabun.

"Hati-hati, Mas. Lantainya licin," ucap Jenia mengingatkan. Kemudian ia menggandeng tangan Aruna yang dari tadi diam saja.

"Kamu gantiin baju dulu, habis itu kita bawa Al ke rumah sakit," ucap Gama setelah membaringkan Alula ke kasur.

Jenia menurut. Tangannya mengambil baju dari lemari dan memakaikan si kembar.

"Mami, sakit..," rintih Alula sambil memegangi kepala.

"Mi, Al nggak papa, kan?" tanya Aruna dengan wajah khawatir. "Tadi aku sama Al udah mau selesai mandi, tapi tiba-tiba Al kepleset dan langsung jatuh," lanjutnya menjelaskan.

Jenia melihat kening Alula sudah mulai memar. Tangannya bergerak mengusap kening anaknya dengan gerakan lembut. "Sakit banget, ya?"

Alula mengangguk dengan wajah penuh air mata. Kepala dan seluruh badannya sakit karena membentur lantai dengan begitu keras.

Tak lama Gama masuk lagi ke dalam kamar dan mendapati kedua anaknya sudah memakai baju. Tanpa pikir panjang Gama membawa Alula dalam gendongannya. Sebelum keluar kamar, ia menoleh ke Jenia. "Ayo bawa Al ke rumah sakit. Daripada dia nangis terus kayak gini."

Jenia mengangguk setuju. Ia meraih tangan Aruna, menggandeng anaknya keluar kamar. Melihat Gama sudah membawa Alula ke dalam mobil, ia menyuruh Aruna untuk menyusul ke mobil selagi ia harus ke kamar mengambil tasnya.

Begitu sudah di dalam mobil, Gama menyetir mobil dengan kecepatan tinggi. Di sebelah Gama ada Aruna yang lebih banyak diam. Sedangkan di kursi tengah ada Alula yang tidur di pangkuan Jenia. Sepanjang jalan Alula merengek, mengeluh sakit di kepala dan sekujur tubuhnya.

Jenia mengusap rambut Alula. "Sabar ya, sebentar lagi sampai rumah sakit kok," ucapnya. Situasi seperti ini membuatnya tidak berdaya. Ia tidak sanggup melihat salah satu atau kedua anaknya merintih kesakitan.

Berulang kali Aruna melihat kursi tengah dengan wajah cemas. Tanpa sadar ia menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan tangisnya keluar. Ia tidak tega harus melihat kembarannya harus menangis kesakitan seperti itu. Saat sedang melihat Alula, tiba-tiba ia merasakan tangan kananya digenggam oleh tangan besar. Ia mengangkat kepalanya, dan menemukan tangan Papi membungkus tangan mungilnya.

"Kamu jangan khawatir. Papi akan bawa Al ke rumah sakit biar diperiksa sama dokter," ucap Gama melirik Aruna sekilas, sebelum kembali menatap jalanan di depan.

Suasana mobil yang biasanya ramai karena si kembar, kini hanya terdengar rintihan Alula yang kesakitan dan ucapan Jenia yang berusaha menenangkan anaknya. Hati Jenia terasa teriris melihat Alula seperti ini.

"Tenang, Jen. Alula akan baik-baik aja," ucap Gama melirik ke spion tengah. Meski mulut Jeni komat-kamit menenangkan Alula, tapi ia bisa melihat ekspresi khawatir dari wajah perempuan itu.

***

Sorry for typo and thankyou for reading❤

Author Note:
Kemarin ponakanku pada main ke rumah. Jadi nggak bisa update karena rumah ramai sama bocil-bocil, wkwkwk...

Aku usahain update tiap hari selagi bisa. Kalo emang ada waktunya, pasti double update kok.

Not Finished Yet [Completed]Where stories live. Discover now