Prolog

146 28 3
                                    

Hari itu, mentari bersinar dengan cerah. Secerah hati seseorang yang sedang berbahagia. Seperti Kayla, seorang mahasiswi yang baru saja menyelesaikan program KKN nya. Kemarin malam, dia baru saja kembali ke rumahnya.

Gadis berkerudung pashmina hitam itu tengah menggendong keponakan kecilnya. Dia tak berhenti menciumi bayi kecil dalam gendongannya dengan gemas. Bahkan Fatih sampai hampir menangis. Ya, anak kecil itu bernama Fatih, anak dari kakaknya.

"Kayla, jangan keras-keras. Dia itu anakku bukan boneka," ucap Faiz sang kakak.

"Enggak bisa, Kak. Dia terlalu menggemaskan," ucap Kayla sambil tertawa.

"Kamu itu sudah pantas loh, Kay. Gendong seperti ini," ucap Aisyah, istri Faiz mengambil alih Fatih dari gendongan Kayla.

"Nah, ayo gas lah, Kay. Biar Fatih ada temannya. Ha-ha...," ucap Faiz tertawa.

Kayla melongo tak habis pikir dengan ucapan kedua orang di hadapannya. Bisa-bisanya mereka berkata seperti itu dengan santainya.

"Kak Faiz sama kak Aisyah ini gimana sih? Enggak lihat, Kayla masih sendiri. Masih kuliah juga. Memangnya bikin kayak Fatih bisa gitu pakai tepung terigu?" ucap Kayla merasa kesal.

Faiz dan Aisyah yang kini menggendong Fatih, hanya bisa tertawa mendengar ucapan asal Kayla. Mereka hanya ingin bercanda pada Kayla.

"Ya enggak pakai tepung terigu juga, Kayla."

"Cepat selesai ya skripsinya. Biar setelah itu kamu bisa nikah. Terus punya yang kayak gini," ucap Faiz menunjuk Fatih.

"Kayla enggak mau nikah muda, Kak."

"Kenapa? Nikah muda itu enggak buruk kok. Iya kan sayang?" ucap Faiz menatap Aisyah. Aisyah hanya tersenyum membalasnya.

Kayla bergidik geli mendengar panggilan kakaknya pada istrinya itu. Menurut Kayla, itu lebay. Kayla memang tidak memiliki rencana untuk menikah muda. Apalagi di umurnya yang baru saja menginjak 20 tahun.

"Umur kita kan enggak ada yang tahu, Kay," ucap Aisyah.

"Ya, tapi Kayla enggak mau ah nikah muda. Kayla mau mewujudkan cita-cita Kayla dulu. Lagian Kayla juga belum bersikap dewasa, masih kekanak-kanakan," ucapnya jujur.

"Bersikap dewasa itu kita yang memulai, kita yang wajib menciptakan. Ia tidak akan tercipta dengan sendirinya," ucap Faiz dengan tegas.

***

"Kamu enggak bisa pergi begitu saja. Aku mohon sama kamu, jangan pergi. Demi anak kita."

"Aku enggak bisa, aku sudah lelah bertahan di sini. Aku ingin mengejar mimpiku yang belum tercapai. Masalah anak, kamu urus saja. Atau bisa cari baby sitter."

"Please, demi Alin. Jangan pergi, ya."

Wanita itu menggeleng dan tetap pergi membawa koper berisi barang-barangnya. Dia sudah tidak tahan tinggal di rumah itu. Penghasilan suaminya sebagai dosen tidak mencukupi kebutuhannya. Dia adalah tipe wanita yang jika menginginkan sesuatu maka harus dipenuhi. Laki-laki tadi tetap berusaha mengejarnya.

"Aku mohon sama kamu, tolong jangan pergi. Ini semua demi Alin. Lihatlah, Alin masih terlalu kecil dan dia sangat membutuhkan kamu ada di sisinya. Kamu sayang kan sama Alin? Aku akan melakukan apa pun demi kamu tetap tinggal bersama kita. Aku akan mencari pekerjaan tambahan, supaya kamu bisa beli apa saja yang kamu mau. Aku janji," ucap lelaki itu yang sangat mencintainya.

"Enggak bisa, tekad aku sudah bulat. Dan aku akan mengurus surat perpisahan kita."

Wanita itu pergi tanpa meninggalkan sepatah kata pun lagi. Keputusannya sudah bulat. Dia ingin berpisah dari suaminya.

"Bagaimana bisa ada seorang ibu macam dia? Dia bahkan tidak mau merawat anak kandungnya sendiri. Dan kamu, kamu harus sadar. Dia tidak pernah mencintai kamu. Dia hanya memanfaatkan kamu saat kamu punya segalanya. Kamu harus sadar itu, Abidzar," ucap wanita paruh baya berkerudung panjang yang sedang menggendong sang cucu dengan penuh emosi.

Ya. Wanita itu adalah ibu dari Abidzar. Dia tidak rela anak laki-laki semata wayangnya diperlakukan seperti itu oleh menantunya. Sejak awal, Anisa memang kurang setuju dengan pernikahan mereka. Menurutnya, sang menantu adalah wanita yang kekanak-kanakan dan egois. Namun, apalah daya Abidzar terlanjur mencintainya. Mau tidak mau dia pun menerimanya dan bahkan memperlakukannya dengan baik. Sayang sekali, kali ini dia dibuat sangat kecewa oleh menantunya itu.

Hidup itu anugerah terindah yang diberikan Allah. Setiap dari episodenya selalu mengandung makna berharga. Ada banyak hikmah yang dapat kita ambil sebagai bagian ceritanya ~

Stay with Me, Please! (REVISI)Where stories live. Discover now