"Maaf banget, Mas. Hari ini aku mau ke toko ngecek barang. Kemarin ada masalah resi juga. Jadi, banyak kerjaan yang harus aku selesaiin."

"Yaudah kalo gitu. Aku izin bawa si kembar dulu ya." Setelah Gama menyuruh Alula dan Aruna berpamitan pada Kamil, ia menyuruh anak-anaknya masuk ke mobil.

Alula menarik lengan Aruna yang hendak masuk ke kursi depan.

"Kamu mau duduk di depan?" tanya Aruna menatap Alula.

Alula menggeleng. "Temenin aku duduk di tengah," ucapnya nyaris berbisik.

"Hah?" Aruna tidak mendengar jelas apa yang diucapkan oleh kembarannya.

"Temenin aku duduk di tengah. Kamu jangan duduk di depan," ulang Alula dengan suara lebih keras.

"Teru Papi gimana?" tanya Aruna menatap Alula, lalu beralih menatap Papinya. "Nanti Papi kasihan kalo duduk di depan sendirian," lanjutnya dengan wajah bimbang.

"Biarin aja," sahut Alula dengan wajah datar. "Kamu temenin aku duduk di tengah. Aku nggak mau duduk sendirian," lanjutnya.

"Tap--"

"Kalo kamu nggak mau duduk di tengah, aku nggak mau ikut jalan-jalan," ucap Alula mengeluarkan ancamannya. 

"Nggak papa. Kalian duduk di tengah aja," sela Gama menengahi.

Akhirnya Alula menarik tangan Aruna agar masuk lebih dulu ke kursi tengah, kemudian ia segera menyusul. Kursi di samping Gama ditempati oleh tas ransel kedua anaknya.

Begitu mobil sudah bergerak, Aruna dan Alula mulai mengobrol. Gama mendengarkan semua obrolan anaknya. Sampai mereka membahas soal Jenia, telinganya langsung menajam. 

"Harusnya aku ikut sama Mami aja," ucap Alula.

"Mami kan lagi pergi sama Om Abi."

"Kamu pernah ketemu sama Om Abi?" tanya Alula.

"Nggak pernah," jawab Aruna.

"Sama, aku juga belum pernah ketemu sama Om Abi," sahut Alula terkekeh. "Lagian kita tau tentang Om Abi dari Om Kamil," lanjutnya.

Aruna manggut-manggut.

Gama berdeham keras. "Om Abi itu siapa?" tanyanya ikut nimbrung obrolan anak-anaknya.

"Temannya Om Kamil," jawab Aruna.

"Sekarang jadi teman Mami juga," jawab Alula ikut menimpali.

"Jangan-jangan Mami sama Om Abi pacaran," ucap Aruna menatap Aruna dengan wajah serius.

Alula mengedikkan bahu. "Mungkin aja."

"Kayak Tante Viola sama Om Adam. Aku yakin Mami sama Om Abi juga pacaran," sahut Aruna sambil memegangi dagunya, seakan berpilir keras.

Gama tersedak air liurnya sendiri mendengar semua percakapan yang keluar dari mulut anak-anaknya. Anak yang usianya belum genap sembilan tahun sudah membahas soal pacaran dengan wajah polos mereka.

"Kalo Om Abi pacaran sama Mami, kita bakal punya dua Papi," celetuk Aruna.

Gama mengeratkan cengkraman pada kemudinya. "Kenapa kok gitu?"

"Karena kalo Om Abi pacaran sama Mami, itu berarti Om Abi bakal jadi Papi kita juga," jawab Aruna tanpa dosa.

"Siapa yang ngasih tau Ar soal itu?" tanya Gama dengan perasaan kesal.

"Mikala," jawab Alula mewakili kembarannya.

"Mikala bilang, Om Adam nanti bakal jadi Papanya karena pacaran sama Tante Viola. Jadi, kalo Mami pacaran sama Om Abi, itu berarti Om Abi bakal jadi Papi kita juga. Kayak gitu kan, Pi?" tanya Aruna memajukan duduknya mendekati Papinya.

Gama tidak langsung menjawab. Membayangkan ada laki-laki lain yang dipanggil dengan sebutan Papi oleh si kembar, membuat dadanya terbakar. Ia tidak ikhlas anak-anaknya harus bermanja-manja dengan laki-laki selaij dirinya. "Emang kalian mau punya Papi baru?" tanyanya tanpa menjawab pertanyaan Aruna sebelumnya.

"Kalo lebih baik, kenapa nggak?" sahut Alula yang langsung membuang pandangannya ke luar jendela.

Gama ternganga mendengar respon dari Alula. Seperti biasa, walaupun tidak banyak omong, kalimat yang keluar dari mulut Alula selalu setajam silet. Ia bahkan heran, sifat siapa yang nurun pada Alula.

***

Sorry for typo and thankyou for reading❤

Author Note:
Kalian ngerasa cepat banget gak sih? Tanggal 20 Januari aku upload prolog cerita ini, tapi di tanggal 7 Februari udah masuk Bab 14.

Gimana kalo aku nggak usah terlalu sering double update biar ceritanya nggak cepat selesai? Kalian setuju, kan????

Not Finished Yet [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang