"Iya, Mama tau itu," sahut Mama cepat.

"Dan kalo Mama ingat, satu minggu yang lalu, Gama sempat minta kirimin foto masa kecil kami yang ada Lunanya."

"Oh itu!" seru Mama begitu ingat harus membongkar album foto yang menyimpan foto-foto anaknya saat masih kecil. "Kenapa kalian minta foto yang ada Lunanya?" tanyanya penasaran.

Gama mengeluarkan ponselnya dan meletakkan di meja dengan sedikit keras.

Adam berdecak melihat emosi Gama yang belum juga surut. Ia memgambil ponsel Gama, lalu menunjukkan layar ponsel pada Mamanya. Ternyata foto si kembar dijadikan wallpaper pada lock screen.

Mama membelalakkan mata. Dengan cepat ia mengambil alih ponsel yang ada di tangan Gama. "Luna kok ada dua? Gimana cara ngeditnya?" tanyanya menatap Gama dan Adam secara bergantian.

Gama menggeram keras. "Bukan itu poin intinya, Ma."

"Itu bukan Luna, Ma," beritahu Adam.

Mama mengangkat pandangannya dari ponsel. "Bukan Luna?"

"Mereka teman anaknya Viola, Mikala. Aku udah sering cerita soal Mikala, kan?"

Mama mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kok bisa mirip banget sama Luna?"

"Satu minggu yang lalu aku sama Gama ketemu dua anak kembar itu. Aku sama Gama juga kaget karena secara kebetulan mereka mirip sama Luna. Sampai akhirnya hari ini kami ketemu mereka lagi dan menemukan satu fakta yang buat kaget."

"Apa?" tanya Mama dengan napas tertahan. Ia jadi ikut penasaran dengan fakta yang ingin diberitahukan anaknya.

"Mereka dijemput sama Omnya. Dan kebetulan Omnya adalah Kamil."

Mendengar itu Mama langsung lemas. Selama hidup di dunia, hanya ada satu Kamil yang ia kenal. Dia adalah Adik Jenia, mantan istri Gama. 

"Mereka anakku, Ma. Kalo aja sepuluh tahun yang lalu Mama nggak ngusir Jenia, mungkin mereka tau kalo aku Papinya," sahut Gama dengan suara lemah. Emosinya sudah hilang entah kemana melihat wajah Mamanya sangat terpukul mendengar fakta itu.

"Sepuluh tahun yang lalu, Jenia datang ke sini buat ngasih tau kalo dia hamil. Dia juga tau kalo Gama ada di bandara. Dia kayaknya nggak berniat buat minta rujuk sama Gama, dia cuma mau ngasih tau soal kehamilannya," beritahu Adam menatap Mamanya yang nampak terkejut.

Mama sontak tidak bisa berkata-kata. Ingatannya terlempar ke sepuluh tahun yang lalu saat mantan menantunya datang ke rumahnya.

Kala itu Mama mengira Gama kembali karena ada barang yang tertinggal. Saat ia melihat, ternyata ada Jenia yang duduk di sofa ruang tamunya. Melihat sosok Jenia, membuatnya khawatir kalau perempuan itu akan menggagalkan kepergian Gama ke Amerika. Pilihan terbaik adalah membuat Jenia keluar dari rumahnya secepat mungkin.

"Ya ampun, waktu itu Mama udah ngusir Jenia dan ngomong sesuatu yang bikin dia sakit hati," ucap Mama menutup mulut dengan kedua tangannya.

"Karena itu Jenia mutusin pergi dengan anakku yang ada di kandungannya," sahut Gama lirih.

"Maafin Mama," ucap Mama penuh penyesalan. Tatapan matanya tertuju lurus pada Gama. "Saat itu Mama cuma nggak mau Jenia ganggu hidupmu lagi. Kalian udah cerai, Mama pikir kalo lebih baik kalian nggak perlu berhubungan lagi. Mama nggak mau kamu terluka lagi," lanjutnya.

Gama memijat pangkal hidungnya. Kepalanya mendadak pusing.

"Siapa nama mereka?" tanya Mama melirik ke layar ponsel Gama.

"Alula dan Aruna," jawab Gama.

"Alula dan Aruna," gumam Mama mengulangi. "Apa Jenia ngasih nama Walter di belakang nama mereka?" tanyanya.

Not Finished Yet [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang