4 - Sedikit Demi Sedikit Lama-lama Menjadi Bukit

25 3 0
                                    

Segala hal yang besar selalu dimulai dari hal yang kecil.

Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.

Aku meyakini dua kalimat motivasi usang itu dan kalimat itu memang terbukti nyata. Seiring berjalannya waktu siswaku memang mulai bertambah. Tak lama setelah Salsa menjadi muridku, dia mengajak salah satu tetangga sekaligus adik kelasnya yang masih kelas empat bernama Zikka sehingga siswaku yang semula hanya ada Salsa seorang kini menjadi dua orang. Meski masih belum bisa dibilang banyak, lagi-lagi aku tetap bersyukur hingga suatu hari aku kedatangan dua gadis cilik lain.

"Assalamu'alaikum," sapa salah satu dari dua gadis itu ketika aku sedang asyik mengajar Salsa dan Zikka.

Kalau tidak salah ingat, gadis cilik yang memberi salam itu adalah anak tetangga yang rumahnya persis di seberang rumahku tapi aku lupa siapa namanya.

"Wa'alaikum salam." Akupun menyahut salam dua gadis cilik itu. "Sini masuk," kataku sembari melambaikan tangan.

"Loh, ada Dinda sama Nisa," seru Zikka girang ketika melihat mereka berdua di ambang pintu garasi.

"Temen kamu, Zik?" tanyaku.

"I-iya, Bu," jawab Zikka malu-malu.

Dua gadis cilik itu tak langsung masuk mengikuti perintahku tapi malah sibuk sikut-sikutan lebih dulu sambil entah meributkan apa.

"Ayo, sini masuk!" ajakku lagi ketika mereka tak kunjung masuk juga dan masih sibuk sikut-sikutan. Barulah ketika mendengar perintahku yang kedua kalinya, salah satu dari mereka yang memakai kerudung kuning mengalah dan masuk lebih dulu.

"Ada apa ya?" tanyaku lebih dulu ketika dua gadis cilik itu sudah duduk di depanku.

"Mau ikut les, Bu," jawab gadis berkerudung kuning lagi dengan senyum manisnya. "Les bahasa Inggris maksudnya," imbuh gadis cilik itu lagi cepat-cepat. "Di sini, kan, tempat lesnya?"

"Oh, iya bener." Aku mengangguk sambil tersenyum. "Ya udah, ayo masuk. Langsung aja ya karena kebetulan udah ada temen-temen yang lain yang lagi belajar bahasa Inggris juga. Ini temen-temen kalian juga, kan?" Mereka mengangguk. "Udah bawa buku dan alat tulis, kan?" Dua gadis cilik itu mengangguk untuk kedua kali.

"Omong-omong namanya siapa aja nih?" tanyaku.

"Dinda," jawab gadis berkerudung kuning tadi malu-malu.

"Nisa," jawab gadis lainnya yang berkerudung biru sama malu-malunya.

"Oke. Dinda sama Nisa udah siap belajar ya?"

"Siap," seru mereka serempak.

Sejak hari itu hari-hariku jadi makin bersemangat karena suasana kelas yang makin ramai, dari yang semula hanya berdua kini jadi berempat. Murid-muridku juga tampak selalu bersemangat mengikuti pelajaran bahasa Inggris yang kuberikan karena aku juga sering mengajak mereka bermain gim bahasa Inggris yang kubuat sendiri seperti guess what (menebak benda dalam bahasa Inggris berdasarkan gambar atau petunjuk), missing letters (menebak dan mengisi huruf yang hilang), jumbled letters (menyusun huruf yang berantakan agar membentuk sebuah kata), dan masih banyak lagi. Aku tetap bersyukur meski muridku hanya ada empat. Jujur saja, aku tidak berharap akan mendapat murid lebih banyak lagi karena khawatir tidak sanggup mengajar semuanya sendirian. Aku harus meluangkan lebih banyak tenaga dan waktu jika nantinya murid yang kuajar lebih banyak. Aku belum bisa menyewa tenaga pengajar lain karena aku masih dipusingkan dengan upah yang harus kuberikan jika ada tenaga pengajar baru mengingat biaya kursus yang kupatok tidak seberapa. Namun, suatu hari aku mendapat sebuah kejutan yang benar-benar tak kuduga sama sekali.

"Miss Sam!" pekik Salsa begitu melihatku sedang duduk di belakang meja dan sibuk menulis soal di buku tulisku sementara di belakangnya menyusul Zikka.

Salsa ini ternyata tipe anak yang ceria, berbanding terbalik dengan saat pertama kali dia bertandang ke rumahku dengan ibunya waktu itu yang masih malu-malu. Dia senang sekali curhat di sela-sela sesi belajar kami. Dia juga sering mengajukan pertanyaan selama sesi belajar yang tentu saja kulayani dengan senang hati karena itu artinya dia murid yang aktif dan bersemangat. Dia juga cukup pintar dalam menghafal kosakata bahasa Inggris. Setiap materi yang kuajarkan mudah sekali diserapnya meski bagian pronunciation masih harus banyak dibenahi. Dia juga selalu bersemangat tiap kali mengajar terutama ketika sesi bermain gim dimulai.

The Course Jilid DuaWhere stories live. Discover now