"END" Dua Puluh Lima: The Truth

106K 5.4K 257
                                    

Kinara's View

Aku terbangun karna pengap, panas, dan juga helaan nafas panas terasa di tengkukku. Perlahan-lahan aku membuka mata dan menatap langit-langit kamar, menata pikiranku tentang semalam. Tadi malam aku menepuk pundaknya Nara dan mengiyakan 'kemauan'-nya. Lalu ciuman, sampai Nara..... oh god, aku pingsan saat Nara menuntun tanganku untuk meraba perut sixpacknya!

I'm so freaking stupid.

Sumpah, hanya gara-gara itu saja aku pingsan. Gila, memangnya aku tidak pernah memegang perut kotak-kotak sebelumnya?

Uh wait, memang nggak pernah sih.

Aku menarik nafas panjang, kasihan Nara. Aku tinggal pingsan begitu. Perlahan-lahan aku melirik ke arah Nara. Nara masih tidur dengan pulas, kepalanya di belakang leher aku, tangannya di atas perut aku. Aku nyaman. Walaupun aku tau mungkin bulan depan i won't feel like this, again.

Kenapa?

Karena kan aku dan dia sebentar lagi akan bercerai.

Aku sedih karna sebentar lagi akan meninggalkan Nara, tapi aku sudah melangkah sejauh ini. Aku tidak mungkin mengecewakan Dave, terutama Satria yang menaruh harapan besar kepadaku. Cukup aku saja yang sakit hati, orang lain jangan.

"Good morning, sunshine." Suara orang berbisik di telingaku, dapat aku tebak itu Nara.

Tidak mungkin dong orang lain. Kecuali tadi malam aku sama Nara berniat untuk melakukan 'itu' bertiga.

Tiba-tiba Nara mengetuk dahiku.

"Mikirin apa, Kinara?"

"Anything that i could think," kataku.

"Well, let me guess. Pasti yang jorok-jorok ya?" sahut Nara jahil.

"Sok tau deh," kataku sambil melet.

Nara tertawa lalu memutar badanku agar menghadap sepenuhnya ke arah dia.

"Lo shirtless." Itu pernyataan bukan pertanyaan dan itu dariku.

"Please, Kinara, jangan pingsan lagi," kata Nara takut-takut.

Aku menghela nafas. "Asal lo gak banyak gerak, gue gak bakal pingsan," kataku.

Nara mengangguk. Kemudian kita berdua sama sama diam. Hening. Hening dalam konteks yang menyenangkan.

"Kinara, apa kita harus bercerai?" gumam Nara.

"Gak, sebenarnya kita gak harus cerai."

"Lalu?"

Aku memejamkan mata lalu sembunyi di dadanya Nara.

"Lo gak bakal ngerti."

"Gue gak akan ngerti kalo lo gak cerita"

"Dave."

"Dave?"

Aku mengangguk. Cerita enggak ya? Aku egois banget kalau berbicara yang sebenarnya pada Nara, Nara itu semangatnya Dave.

"Dave kenapa?" Nada suaranya terdengar was was.

He knows something is wrong.

"Nothing," gumam aku pelan.

"Cerita Kinara!"

"Dave punya salinan kontrak kita. asli. Dia punya kontrak kita yang asli," gumamku pelan.

Sangat pelan. Aku bahkan ragu Nara dapat mendengar apa yang aku bilang.
Untuk beberapa detik lamanya aku merasakan keheningan antara aku dan Nara.

Gay Back To NormalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang