turu

268 37 22
                                    

Budayakan vote sebelum membaca.

☘ — 🆂︎🅾︎🅾︎🅽︎ 🆃︎🅾︎ 🅱︎🅴︎ — ☘

Habis acara makan malam sekeluarga, kini Acha dan Raka tampak bersantai di ruang TV. Cuma berdua soalnya Bunda sibuk sendiri di ruangannya, dan Lesmana berangkat shift malem— aslinya mau dugem, wkwk ngga, bercanda doang.

Mereka nonton film sambil ngobrol random. Film yang ditonton bukan film yang asing, cuma Shaun the sheep the movie. Ga tau kenapa Acha pengin nonton itu, jadi ya udah ga apa apa.

"Senderan sini ga apa apa. Ga usah duduk tegak gitu, kebiasaan banget aku perhatiin dari dulu kamu kalo duduk ga pernah nyender," kata Raka yang terdistraksi dengan posisi duduk Acha.

"Ya kan emang kalo duduk harusnya begini, Bang!"

"Mas!" ujar Raka mengingatkan. "Kangmas Raka."

Acha mengambil bantal di sebelahnya lalu menghantamkan benda empuk itu ke arah Raka, "Alay!"

"Mas apa Sayang? Pilih salah satu!"

Mata perempuan itu mendelik mendengar pertanyaan —atau lebih tepat disebut penawaran dari Raka itu, "Ogah banget! Lo aja masih pacar orang! Masih mending gue panggil Bang, daripada gue panggil nama doang?"

"Mendang mending mendung."

"Sesuka Lo aja deh, Bang. Gue mau nonton embek!"

Tiba-tiba Raka menarik tangannya, cukup kuat hingga ia jatuh ke sebelah Raka. Kepalanya menopang di atas perpotongan leher laki-laki itu, "Disuruh gini aja susahnya ya Gusti. Kalo bukan istri gue siapa lagi."

Mata Acha memicing ke atas, melirik ke arah Raka yang masih mengoceh, mengomentari kebebalan Acha. Udah deh, persis kaya bapak-bapak yang ngeliat anaknya mau diajak nongkrong sama pacarnya yang ternyata adalah anak dari musuhnya waktu muda. Nah itu, persis.

"Mas, diem."

Suasana langsung sunyi senyap, seperti kuburan di waktu malam. Bener bener sepi. Acha yang khawatir kalo Raka kerasukan langsung duduk dengan tegak lagi, dilihatnya Raka yang sedang melongo.

"Bilang apa tadi? Coba ulangi. Kayanya aku salah denger."

Bukk!

Bantal sofa itu kembali mendarat di wajah Raka, Acha mendengus dan memilih duduk di sofa paling ujung. Menjauh dari spesies aneh yang satu itu.

Abis itu Raka ketawa kata orang gila, dia mengusap wajahnya berkali-kali sambil guling guling di atas sofa dan bahkan hingga jatuh di atas karpet. Persis deh kaya orang kurang setengah ons.

"Asli, rasanya kaya berwibawa banget pas Lo manggil gue Mas tadi."

Mata perempuan itu mendelik horor ke arah Raka yang masih menikmati euforia dipanggil Mas oleh sang istri. Acha pengen banget komen tentang kelakuan Raka yang makin freak, tapi dia ga pengin nambah dosa.

"Sini deh, Cha. Jangan jauh-jauhan. Kita ngga lagi berantem. Masa kamu ngga mau deket-deket sama suami kamu yang paling ganteng ini? Apa kata tetangga nanti kalo—"

Bukk!

Acha membanting bantal sofa itu ke paras rupawan Raka lagi. Dosa dikit ga apa apa kan ya? Soalnya jujur Raka nyebelinnya plus-plus sekarang. Rasanya pengen dia buang aja ini orang ke sungai Mahakam.

"Chaa!" rajuknya.

"Udah ah! Gue mau tidur!" ujarnya setengah mendumel, Acha beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke kamar Raka. Ya ke mana lagi? Orang di rumah juga cuma ada 3 kamar tidur. Sebenarnya ada satu ruang lagi, tapi itu ruang baca dan mana bisa Raka nyuruh Acha tidur di sana.

Raka yang melihat sang istri sudah meninggalkannya lantas bergegas meraih remot TV dan mematikan benda berbentuk persegi panjang itu. Ia berlari menyusul Acha yang hampir mencapai handle pintu, dengan sigap ia membukakannya untuk Acha, "Silahkan, Kanjeng Ratu."

Helaan napas terdengar, Acha memasuki kamar dengan wajah setengah kesal, nggak habis pikir dengan kelakuan Raka yang sama sekali tidak mencerminkan seseorang dengan usia yang hampir menginjak 2 setengah dekade. Perempuan itu memakai beberapa skincare seperti lip serum dan eye mask sebelum merebahkan diri di kasur sebelah kanan.

"Itu biar apa?" tanya Raka yang melihat bawah mata perempuan itu ditempeli sesuatu.

"Biarin."

"Cha, ini nanya beneran loh."

"Biar ga item kantong matanya."

Raka mengangguk paham, "Kalo buat cowo bisa?"

Perempuan itu mengangguk, kemudian meraih wadah berisi eye mask itu dan memasangkan satu pada masing-masing under eye Raka. Ia kemudian merebahkan diri lagi di kasur, "Udah, sekarang tidur. Jangan begadang."

Raka tersenyum senang, ia lantas menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua. Aslinya pengen meluk tapi Acha udah siap siaga naroh guling di tengah-tengah mereka, jadi ya Raka meluk angin.

Nggak lama, keduanya pun terlelap dalam tidurnya masing-masing. Menyelami malam dengan istirahat yang tenang. Apa esok masih akan ada tenang? Entahlah.

-

Tengah malem Raka kebangun dari tidurnya, ada kepenginan buat ke kamar mandi sih. Dan tanpa pikir panjang, ia segera menuju ke bilik kecil yang ada tak jauh dari kamarnya itu.

Selesai dengan urusannya, Raka kembali ke kamarnya. Dilihatnya Acha yang tidur dengan kaku, kaya tentara. Pasti ga nyaman sih, Raka menghela napas terus menarik selimut untuk menutupi tubuh perempuan itu hingga bawah dagu. Dia mengusap dahi perempuan itu dengan wajah yang tampak berpikir dalam lamunan.

Setelah beberapa saat, terdengar helaan nafasnya. Raka beranjak dari kasur dan beralih ke meja belajarnya yang nganggur cukup lama. Mungkin sekitar 5 tahunan. Karena dia kalau belajar milih keluar rumah sejak lulus SMA.

Dia membuka kotak masuknya dan mengecek e-mail dari beberapa pesan yang belum sempat ia baca seminggu terakhir ini. Minggu-minggu gila yang menyita banyak waktu dan pikirannya. Beruntung ada beberapa yang isinya cuma invoice pembayaran kerjaan. Sebagian lainnya berisi iklan dan langganan berita.

"Kayanya mending gue kerjain ini sekarang deh," gumamnya sambil membuka beberapa file kerjaan yang sudah dia terima seminggu lalu, tapi pengerjaannya tertunda karena beberapa hal yang you know lah, urgent sekali.

Ngerjain kerjaan freelance nggak butuh titel yang terlalu wah, yang diperlukan adalah konsistensi dan kesabaran. Soalnya kadang kliennya kaya anjing, udah minta murah masih aja revisi berulang kali. Kan bangsta. Masih mending kalo dapet tip, nah kalo engga? Meringis cuma dapet hikmahnya doang.

Raka kembali fokus mengerjakan apa yang ada di depannya, tapi tiba-tiba, ia mendengar suara ringisan perempuan. Tentu saja ia segera menoleh ke arah Acha yang sebelumnya sudah tertidur lelap. Perempuan itu tampak ga nyaman dalam tidurnya.

Gak lama setelah bergerak kesana kemari untuk mencari kenyamanan, Acha menyerah dan bangun dari tidurnya. Dia masih ngantuk banget jujur, tapi bocah yang ada di dalamnya ga mau banget emaknya istirahat.

"Kenapa, Cha?" Tanya Raka sabar.

"Dede-nya ga mau bobo," keluhnya.

Raka menghela napas, ia mematikan laptopnya dan menyimpan benda itu di tempat semula. Kemudian ia bergabung bersama sang istri di atas kasur.

"Sini, deketan."

Perempuan itu menggeleng, "ga mau."

"Itu anak aku mau deketan sama ayahnya," kata Raka, membuat Acha mengernyit. "Kata siapa dih? Pede amat!"

"Ya udah tidur aja, aku usapin perutnya."

Akhirnya Acha menurut dan berbaring di dekat laki-laki itu, dan perlahan-lahan kesadarannya mulai menghilang. Perempuan itu kembali tertidur lelap setelah kurang lebih seperempat jam Raka mengusapi perutnya yang mulai menonjol.

Bukan sulap, bukan sihir sih. Ajaib emang Raka.

༺ 𝙩𝙤 𝙗𝙚 𝙘𝙤𝙣𝙩𝙞𝙣𝙪𝙚 ༻

Soon to be.Where stories live. Discover now