22. dwelling place

328 32 0
                                    


Jeonghan muntah sepanjang pagi. Memuntahkan apa pun yang ditelannya termasuk air putih. Badannya tidak panas, tapi ia berkeringat dan gemetar. Seungcheol mencoba membujuknya ke rumah sakit, tapi Jeonghan menolaknya. Ia berkata bahwa satu-satunya tempat yang akan membuat gejala paniknya meningkat hanyalah rumah sakit. Jadi Seungcheol memutuskan untuk memanggil dokter dan Jeonghan akhirnya mendapatkan infus di rumah.

Jeonghan kemudian tidur nyaris sepanjang hari—infusnya sudah dilepas saat makan siang, tapi tetap saja membuat Seungcheol tidak berani beranjak barang sejenak pun. Untung saja hari ini ia tahu bahwa Jeonghan libur, dan pekerjaannya dapat ia kerjakan di rumah. Sepanjang hari ia hanya duduk di depan laptop, melakukan rapat video dua kali berdurasi 3 jam lebih sementara matanya sesekali melirik Jeonghan yang kadang menggeliat pelan dalam tidurnya.

Seungcheol mendapatkan pesan dari Mingyu sore sebelum Jeonghan bangun yang bilang bahwa Soowon masih di rumah sakit. Pria brengsek itu berkata bahwa ia tidak akan menuntut Seungcheol atas tindakannya semalam, dan berjanji tidak akan mengganggu kehidupan Jeonghan selama-lamanya.

Kau mengancamnya? ketik Seungcheol sebagai balasan. Mingyu membalas lima menit kemudian, dan Seungcheol seolah bisa membaca betapa seriusnya apa yang dikatakan Mingyu. Aku benar-benar menyesal pernah mengenalkan Kak Han padanya jika jadinya seperti ini. Kau tidak perlu khawatir, aku juga akan memutuskan pertemananku dengannya setelah memastikan dia pergi dari sini. Aku benar-benar minta maaf, sampaikan juga pada Kak Han. Seungcheol masih berpikir akan membalas apa ketika bubble chat Mingyu kembali muncul, Sekarang aku mengerti mengapa kau terlihat sangsi saat pertama kali bertemu denganku kemarin.

Aku juga minta maaf untuk itu. Terima kasih banyak atas semua bantuanmu. Dan saat itulah Jeonghan bangun. Seungcheol buru-buru meletakkan ponselnya dan merayap di atas kasur untuk mendekati Jeonghan.

Saat membuka mata, Jeonghan disambut Seungcheol yang sedang mengusap kepalanya. "Sudah merasa lebih baik?"

Jeonghan hanya mengembuskan napas pelan. "Aku mau ke toilet," katanya. Dan Seungcheol mengangguk, dengan sigap membantunya ke kamar mandi dan menunggunya sampai selesai di depan pintu.

"Kau lapar?" tanya Seungcheol saat pria itu menuntunnya ke ruang tengah dan duduk di sofa.

"Sedikit. Kau sudah makan?"

Seungcheol menggeleng. "Belum. Aku sengaja menunggumu bangun."

"Memasak?"

"Apa kau akan kecewa jika kita memesan saja malam ini?"

Kini giliran Jeonghan yang menggeleng.

"Oke, sebentar."

Seungcheol secepat kilat kembali dari mengambil ponselnya di kamar. Tangannya kini sibuk menggulir di atas layar, memilih menu sambil sesekali bertanya pada Jeonghan. Dan saat itulah Jeonghan sadar tangan Seungcheol yang terbalut perban.

Seingatnya, semalam Seungcheol baik-baik saja. Tadi pagi ia tidak cukup sadar untuk memperhatikan Seungcheol. Apa mungkin Seungcheol terluka saat memasak sarapan—mengingat tiba-tiba memilih memesan makanan padahal sehari-hari ia lebih memilih memasak di rumah kalau mereka berdua sedang libur. Tapi siapa yang terluka karena memasak di punggung tangan? Terbakar microwave? Seungcheol tidaklah seceroboh itu.

"Di mana kau mendapatkan luka itu?"
"Oh?" Hanya 'oh' dan senyum. "Hanya tergores sedikit." Seungcheol kemudian kembali melihat layar ponselnya dengan acuh. "Kau mau ice cream atau cheese cake?"

Pengalihan yang sedang dilakukan Seungcheol sangat tidak bermutu. Jadi Jeonghan menarik tangan itu hingga membuat Seungcheol mengaduh. Ia tahu tangannya lancang, tapi ia membuka perban itu, memastikan luka apa yang didapat Seungcheol. Bukan luka bakar, buku-buku jarinya terluka dan lebam begitu lebar karena menghantam sesuatu. "Katakan sejujurnya."

FlowerWhere stories live. Discover now