3. lust

343 40 7
                                    

Pertama kali Seungcheol menyadari ia menyukai Jeonghan adalah saat ia berumur delapan belas. Jeonghan yang saat itu datang ke pesta ulang tahunnya membawa seorang pemuda yang diakui sebagai pacarnya.

Seungcheol sempat terdiam sejenak, tak segera menjabat uluran tangan pacar Jeonghan yang memberinya selamat. Ada amarah yang menguasai hatinya. Bukankah Seungcheol yang selama ini selalu ada bersama Jeonghan. Lantas mengapa Jeonghan malah memilih pemuda lain?

Pesta ulang tahunnya memang tetap berlangsung sempurna, tapi tidak dengan hatinya. Ia hanya melempar senyum singkat, menanggapi obrolan temannya dengan acuh tak acuh, mencoba bergembira di tengah gemuruh hatinya. Ia berantakan, dan setelah seluruh tamu pulang hari itu, adiknya, Hansol menghampirinya di kamar.

"Kak, kau terlihat mengerikan hari ini."

Seungcheol yang sedang tengkurap di kasurnya, tidak berniat menoleh meski kasurnya bergerak karena diduduki Hansol. "Pasti karena Kak Jeonghan mengajak pacarnya kemari."

"Apa aku terlihat seburuk itu?" gumamnya, suaranya teredam bantal.

"Kalau yang kau maksud hari ini, ya, kau memang buruk sekali. Kau seolah berniat meledakkan diri dan menghabisi semua orang. Tapi," Hansol berhenti sejenak untuk mengambil napas, "kalau yang kau maksud adalah kenapa Kak Jeonghan lebih memilih pacaran dengan orang lain dan tidak denganmu, ya, itu kesalahanmu 'kan? Kau terlambat."

Hansol memang berhati dingin. Tapi ia tidak menyangka jika kalimat itu menamparnya sedemikian rupa. Lebih menyakitkan ketimbang melihat tangan Jeonghan di genggaman orang lain.

Seungcheol tidak pernah mengantisipasi Jeonghan akan berpacaran dengan orang lain karena selama ini mereka selalu bersama. Tapi ia terlalu terbuai dengan kebersamaan mereka, hingga tak menyadari Jeonghannya telah dicuri.

Cukup lama Jeonghan bersama pemuda itu, meski tak pernah sekalipun berubah. Jeonghan masih menempel dengannya, masih sering bermain dengannya. Dan semakin membuat hatinya mendidih saat Jeonghan selalu membicarakan tentang pacarnya.

Hari ketika Jeonghan putus dari pacarnya mungkin merupakan hari paling bahagia dalam hidup Seungcheol. Tapi ternyata itu hanya berlangsung sebentar saja, melihat Jeonghan terbaring sakit selama beberapa bulan karena patah hati membuat hatinya luar biasa sakit. Terkadang ia berpikir, akankah lebih baik melihat Jeonghan bahagia bersama orang lain daripada melihatnya seperti mayat hidup seperti sekarang?

Jeonghan menangis di suatu malam sambil memeluknya. "Berjanjilah padaku kau akan terus menjadi sahabatku. Jangan pernah ... jangan pernah menyukaiku lalu meninggalkanku. Cheol, kau selamanya akan jadi sahabat terbaikku. Aku tidak ingin kita merusak semuanya."

Seungcheol tidak berjanji padanya. Tapi dipeluknya Jeonghan semakin erat. Ia sudah patah hati dua kali, bahkan sebelum sempat menyatakan perasaannya.

Dan di sinilah ia sekarang. Di hadapan Jeonghan yang menyadari perasaan yang telah ia tutupi selama bertahun-tahun. Di sinilah ia sekarang, dalam dekapan dan sentuhan sahabatnya. Ia masih tidak juga bahagia meski ia seringkali mengharapkan keintiman ini antara dirinya dengan Jeonghan. Tapi Jeonghan yang sedang mengecupi lehernya sekarang bukanlah Jeonghan yang menginginkannya sama seperti yang ia dambakan.

Jeonghan mungkin mabuk, atau mungkin ini hanya sekadar keputusasaannya karena Jeonghan merasa Seungcheol telah menghianati janjinya. Tangan Jeonghan kini mulai bergerak liar di antara dua kakinya, membangkitkan sesuatu yang tidak seharusnya.

"Hannie, hentikanlah," pinta Seungcheol di tengah hasratnya yang mulai tinggi. Tidak, kalau memang mereka harus melakukannya, tidak dalam keadaan seperti ini.

"Kenapa? Bukankah kau menyukaiku?" ucap Jeonghan yang kini sudah berhasil mengeluarkan sesuatu dari dalam celana Seungcheol.

"Ya, tapi tidak begini, Han, kumohon."

FlowerDonde viven las historias. Descúbrelo ahora