4. ilusm

292 37 6
                                    

Tergesa, Jeonghan keluar dari toilet. Perasaannya tidak enak mengingat menitipkan masakannya pada Seungcheol. Meski ia sangat yakin risotto yang sudah ia buat tadi akan baik-baik saja karena Seungcheol harusnya cukup mematikan kompor.

Tapi perasaannya tidak berubah mengingat Seungcheol sering membuat ide-ide cemerlang di dapur.

Teflonnya masih mengepulkan uap, tidak sampai lima menit juga ia tinggalkan. Tampilan risotto di hadapannya juga belum berubah. Namun, ia memutuskan untuk mengambil sendok alih-alih langsung menuangkannya ke mangkuk. Begitu satu suapan masuk ke mulutnya, ia mengernyit. Lidahnya mencecap sesuatu yang seharusnya tidak ada di sana, padahal risottonya cukup enak saat ia meninggalkannya tadi.

Jeonghan kemudian melirik pria yang sedang sibuk mencuci buah di sebelahnya. Gelagatnya aneh, untuk apa Seungcheol tiba-tiba mencuci strawberry padahal saat belanja tadi menolak keras membeli karena merasa bosan. Katanya, "Kita beli yang lain saja, aku bosan makan strawberry seminggu ini." Jeonghan memutar bola mata, toh ia yang akan makan, dan tetap memasukkan satu pack ke dalam troli.

"Cheol, kau memasukkan sesuatu ke risotto-nya, ya?" tuduhnya.

Seungcheol menggeleng cepat. "Tidak." Ia mengisi air kembali ke mangkuk, mencuci strawberry harusnya tidak akan selama ini.
Belum sempat ia mencari alasan lain, dagu Jeonghan sudah bersandar di bahunya, sebelah tangannya yang memegang sendok terjulur di depan Seungcheol.

"Cicipi."

Seungcheol menggigit bibir, tapi tetap membuka mulut untuk mencicipi. Melihatnya yang menelan dengan susah payah, Jeonghan menghela napas, memukul pelan bahu Seungcheol, lalu meletakkan sendok di bak cuci. Gagal sudah menikmati risotto untuk makan malamnya hari ini.

Seungcheol berbalik, mendapati Jeonghan yang sedang melipat tangan dan merengut. "Maaf, aku tidak ..." Ia berhenti sejenak, "sengaja," lanjutnya sembari memelas.

Jeonghan memejamkan mata, menghela napas panjang. Kedua tangannya sudah terangkat ingin menjambak rambut pria di hadapannya, tapi hanya berakhir mengepal di udara. Ia kesal, tapi lebih kesal karena ini juga kesalahannya meninggalkan masakan di dapur bersama Seungcheol. "Ugh, kau menyebalkan! Sudah kubilang matikan saja kompornya."

"Sorry," kata Seungcheol, mengambil tangan Jeonghan di antara wajahnya dan merengkuhnya. "Kita delivery saja, ya?"

Jeonghan mendecih. "Kau sengaja menghancurkan masakanku untuk makanan lain?"

"Tidak! Aku hanya ... tidak sengaja bereksperimen," bantah Seungcheol, memamerkan deretan giginya.

Mendengar itu, amarah Jeonghan luntur begitu saja. Ia terkekeh pelan. Lain kali ia akan mengingat untuk tidak lagi melibatkan Seungcheol di dapur.

Baru saja ia membuka bungkusan delivery risotto di hadapannya, tapi Jeonghan langsung tidak berselera. Ingatannya terlalu jauh berkelana, terlalu mudah dilihat seperti film lama yang terputar jelas di ingatan. Banyak hal-hal kecil dalam hidupnya yang akan selalu mengingatkannya pada Seungcheol. Terlebih, sudah dua minggu ini mereka tak lagi bersama.

Ia menyisir rambutnya ke belakang. Duduk sendirian di konter dapurnya tidak pernah terasa sesepi ini. Matanya kini memindai setiap sudut apartemen; kamarnya yang berhadapan dengan kamar mandi dan ruang baca kecil di sebelahnya. Ruang tengah dengan dapur di sebelah kiri yang sedang ia duduki di sekarang. Dan balkon kecil dengan jendela kaca lebar yang membuat cahaya dari luar menerangi ruang tengahnya.

Tidak satu titik pun yang tidak meninggalkan jejak Seungcheol di sana. Seungcheol yang baru keluar dari toilet setelah mandi malam. Seungcheol yang membaca buku dengan khusyuk setiap kali ia mengintip ruang baca. Seungcheol yang kadang makan dengan rakus di meja ini. Dan Seungcheol yang duduk di sofa sementara ia berbaring di pahanya, menonton film bersama.

FlowerWhere stories live. Discover now