16. complication of words

Mulai dari awal
                                    

"Kau yakin tidak mau dibuatkan sesuatu? Kau terlihat sedikit pucat sebenarnya," lanjut Mingyu karena Jeonghan yang kemudian sibuk memeriksa sesuatu di ponselnya.

"Aku baik-baik saja, terima kasih, Gyu."

Jeonghan tak lagi memperhatikan saat Mingyu pamit ke kubikelnya sendiri. Ia sibuk menunggu pesannya dibalas Jisoo.


"Kau mengancam orang-orang?"


Satu menit, dua menit, pesannya tak kunjung dibaca. Sampai lima menit kemudian saat ponselnya bergetar, Jeonghan buru-buru meraihnya.


"Kau seharusnya mengucapkan selamat pagi, bukannya menuduhku yang macam-macam.
Jangan mengumpat meski hanya dalam pikiranmu."


Ingatkan Jeonghan agar tak pernah berharap jawaban dari Jisoo, karena memang ia tidak akan pernah mendapatkan apa pun yang diinginkannya.


"Kutarik ucapanku kemarin lusa yang menyebutmu saudara terbaik.
Sekarang jelaskan padaku kenapa orang-orang bersikap biasa saja meski sudah tahu aku hamil? Itu semua tidak mungkin terjadi kecuali kau sudah mengancam mereka."


"Memangnya kau mengharapkan apa? Mereka menggunjing, lalu mengucilkanmu begitu? Kau sebaiknya berhenti menonton telenovela."


Jeonghan mendengus meski tahu Jisoo tak dapat melihatnya. Jisoo sepertinya benar-benar harus mengganti nama belakangnya dengan 'sinting'.


"Ya, tidak sampai seperti itu. Bukankah mereka sangat terkejut waktu itu?"


"Memangnya aku tidak? Aku juga kaget saat kau pertama kali mengatakannya. Lalu apa, itu tidak ada hubungannya dengan mereka. Kalau kau masih mengeyel, anggap saja kau beruntung tinggal di lingkungan sehat semacam ini. Sudah kubilang agar kau berhenti berpikir yang tidak-tidak. Pikirkan kesehatanmu dan calon anakku dalam perutmu itu!"


Jeonghan memutar bola mata. Ia menyerah, meletakkan kembali ponselnya di meja. Mendebat Jisoo hanya akan membuang-buang waktunya. Dan mungkin benar, apa pun yang dikatakan orang lain, ia harusnya memang tidak peduli. Tidakkah sekarang yang lebih penting adalah kesehatan bayinya?

***

Di sisi lain, Jisoo meletakkan kembali ponselnya di pangkuan kemudian menyandarkan sikunya pada jendela. Jihoon yang menyetir di sebelahnya mengangkat alis, menyadari perubahan raut wajah Jisoo setelah berhenti mengetik pesan.

"Jeonghan?"

"Menurutmu siapa lagi?"

Jihoon terkekeh. "Kenapa? Kau menceritakan yang terjadi malam itu?"

"Kau gila? Tentu saja tidak!" cetus Jisoo bersungut-sungut.

Jihoon semakin terbahak mengingat malam itu. Malam belum juga terlalu larut, tapi setengah jam setelah kedatangannya, Jisoo sudah sangat mabuk sampai-sampai Jihoon harus menelepon Seokmin untuk menjemputnya karena pria itu tidak mau pulang jika bukan suaminya yang menjemput.

Jisoo menghentak-hentakkan botol soju kosong yang ada di tangannya itu di meja, menyita perhatian karyawan lain. Tidak ada yang berani menatap dengan risih sementara Jihoon dan Mingyu masih duduk membujuk Jisoo agar mau pulang.

FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang