CHAPTER 13

9.1K 957 33
                                    

Sekarang sudah waktunya pulang sekolah, seperti biasa, jika tak ada sang kembaran, Rayyan selalu di ganggu oleh Jefri dan kawan-kawannya.

Yang bikin Rayyan sedih yaitu tidak ada seorang pun yang menolongnya, baik itu teman kakaknya, dan murid lain yang hanya bertindak sebagai penonton, tidak ada yang membelanya selain sang kakak, memikirkan hal ini membuatnya merasakan bersyukur di luar kejadian yang menimpanya.

Rayyan menunggu mobil yang menjemputnya datang, tidak ada pilihan lain selain menunggu jemputannya datang, ia ingin sekali menaiki kendaraan umum, tetapi karena fasilitas miliknya yang belum kunjung di berikan, membuatnya mengurungkan niat.

Cukup lama ia menunggu di sana, sampai empat puluh menit kemudian sang sopir baru tiba, apa lagi keadaan sekolah yang sudah mulai sepi, hanya ada beberapa guru yang masih berada di dalam sekolah.

"Maaf tuan muda, tadi ban mobilnya kempes." Ucap sang supir sembari membukakan pintu mobil bagian penumpang.

Rayyan hanya berdehem menjawab ucapan sang supir, moodnya sudah hilang sejak ia tiba di sekolah tadi pagi. Ia bosan, tiap ke sekolah tidak ada murid yang ingin menghampirinya, bahkan untuk sekedar basa basi menyapanya, padahal kan Rayyan juga ingin bersosialisasi, walau pun Rayyan berinisiatif menyapa mereka terlebih hulu, tetap saja mereka tidak merespont.

Itu juga alasan kenapa Rayyan lebih sering izin pergi ke UKS, apa lagi ia ingin sekali menghidar dari Jefri dan golongannya.

Tanpa di sadari, Rayyan yang termenung di dalam mobil telah sampai di pekarangan mansion Nugraha, langkah beratnya ia paksa masuk ke dalam mansion.

Rayyan menghela nafasnya lelah, entah sejak kapan ia ketergantungan dengan keberadaan sang kakak, apa lagi mereka tidak pernah mengganggu Rayyan jika ada Zayyan yang berada di dekatnya, semoga saja kembarannya itu tidak terlalu lama libur sekolahnya.

Ia berjalan menuju kamarnya untuk membersihkan diri dan mengganti baju, tidak lupa untuk mengistirahatkan tubuhnya, apa lagi sekarang ia mempunyai autoimun yang mengharuskannya menjaga kondisinya, bahkan ia tidak pernah melewatkan acara minum obat setiap hari, lelah? Pasti, tapi mau bagaimana lagi, ini semua memang yang harus ia jalani.

Setelah mengganti pakaian, Rayyan tidak lupa untuk meminum obatnya yang telah terjadwal, setelahnya ia memutuskan untuk tidur siang, namun netranya urung terpejam saat sebuah suara memanggil namanya.

"Kak Ray?!" Panggil Amira dari balik pintu.

Gadis kecil itu sekali lagi mengetuk pintu dan memanggil nama Rayyan beberapa kali.

Sebenarnya Rayyan sedikit merasakan pusing, namun tak urung ia melangkah untuk membukakan pintu kamarnya, saat pintu terbuka, Amira yang berdiri di sana terlihat sedikit menunduk.

"Ada apa Mira?" Tanya Rayyan pelan.

Amira yang menundukkan pandangan sedikit tersentak saat mendengar jawaban pelan dari sang kakak.

"Kak Ray lagi ngapain?, Mira boleh main nggak sama kak Ray?" Tanya Mira ragu, sebenarnya Mira sedikit takut jika mendapat penolakkan, apa lagi ini pertama kalinya ia mengajak sang kakak untuk bermain bersama.

Rayyan terdiam mendengar ajakan sang adik, apakah ia harus mengiyakan atau melanjutkan waktu istirahatnya yang hampir terlewat?, namun jika ia melewatkan waktu istirahatnya, ia takut akan berdampak pada kesehatannya keesokan harinya.

"..... boleh!" Jawab Rayyan setelah lama terdiam, tidak apa-apa kesehatannya menjadi prioritas kedua, yang terpenting sekarang ia harus menuruti permintaan sang adik yang pertama kali untuknya.

"Beneran?" Tanya Amira memastikan, mendapat Anggukan dari sang kakak.

"Emang Mira mau main apa?" Tanya Rayyan tersenyum tipis, apa lagi saat melihat Raut bahagia di wajah Amira.

"Mira mau main..... sepeda di taman!" Jawab Amira sembari memikirkan permainan apa yang akan ia mainkan.

Rayyan bingung, apa tidak apa-apa mereka bermain di taman, apa lagi sekarang matahari sedang terik-teriknya karena masih siang hari.

"Tapi sekarang masih panas, main yang lain aja ya?" Tawar Rayyan halus sembari memperhatikan raut wajah sang adik.

Amira menundukkan pandangannya, padahal biasanya jika bersama kak Zay ia boleh-boleh saja bermain di luar walau pun sedang panas.

".... ya udah deh..." jawab Amira kecewa, padahal ia baru sekarang meminta kakaknya untuk bermain bersamanya, dan langsung di tolak.

Rayyan yang melihat raut wajah sedih sang adik langsung tidak enak hati, ingin mengiyakan tapi matahari masih terasa panas, tapi jika menolak adiknya akan sedih, Rayyan tidak ingin mengecewakan sang adik, apa lagi ini pertama kalinya sang adik memintanya untuk bermain bersama.

"Ya udah ayo main sepeda...!" Ajak Rayyan, tangannya terulur memegang tangan sang adik.

Amira memekik senang, ia pikir kakaknya akan tetap menolaknya, ia dengan senang hati menerima uluran tangan sang kakak, akhirnya setelah sekian lama ia bisa bermain dengan kakak keduanya.

.
.
.
.

Sekarang di sini lah mereka, di taman Mansion, Amira yang telah siap dengan sepeda roda duanya, serta Rayyan yang berada di samping Amira untuk berjaga agar sang adik tidak terluka saat mengendarai sepedanya.

Padahal sebelum berada di sini, beberapa pekerja telah melarang Rayyan agar tidak berada di luar mansion karena matahari sedang terik-teriknya, tetapi Rayyan memilih abai, ia takut akan mengecewakan sang adik.

Andaikan dirinya sehat pasti tidak ada yang akan melarang ia melakukan hal itu, tapi sekarang imunnya melemah, apa lagi jika sesuatu terjadi pada Rayyan pasti para pekerja mansion akan di marahi habis-habisan oleh Aryan dan Dian, ya walau pun tanpa sepengetahuan anak-anak mereka.

"sudah siap? " tanya Rayyan memastikan, tangannya menahan body sepeda agar tidak roboh.

"Siap!" Pekik Amira senang.

"Baiklah, kakak akan mendorongnya dari belakang, Mira goes ya!" Ingat Rayyan.

Mereka mulai melakukan aksinya, berulang kali Rayyan mengejar Mira agar sang adik tidak jatuh ke tanah, walau pun sang adik telah mengenakan pengaman agar tidak lecet saat jatuh, tapi tetap saja Rayyan tidak ingin.

Tiga puluh menit terlewati, bahkan kulit putih pucat milik Rayyan sudah mulai memerah sangking panasnya matahari saat ini, tapi sang adik masih sangat asyik menikmati waktu bermain.

"Mira.... udah dulu ya kakak capek!" Ucap Rayyan, bahkan nafasnya sekarang mulai tak beraturan karena terlalu sering berlari.

Mira menatap sang kakak sejenak, wajah kakaknya pucat, apa kah dirinya salah mengajak bermain sang kakak?

"Kakak sakit?" Tanya Mira sedikit khawatir, jika sang kakak sakit kan berarti dirinya penyebabnya, ia tidak ingin jika harus di marahi sang bunda seperti kakaknya Zayyan.

"Tidak...." jawab Rayyan pelan.

"Bagus deh, ya udah kita selesai aja mainnya, Mira mau sama kak Zay dulu!" Ucap Mira lalu pergi dari sana, meninggalkan Rayyan yang masih menyesuaikan deru nafasnya.

Rayyan berusaha membuat nafasnya senormal mungkin, ia tidak ingin jika pekerja di mansion ia repotkan, walau pun itu termasuk dari tugas mereka, tetapi kan Rayyan yang memilih abai sebelumnya walau pun sudah di nasehati, jadi ia tidak enak hati jikalau ia ada masalah di tubuhnya.

Ia berjalan sedikit sempoyongan, bahkan beberapa pekerja menawarkan membantunya menuju kamar miliknya, namun di tolak halus oleh Rayyan, ia kan yang memilih abai, jadi sekarang resiko harus ia tanggung sendiri.

Dengan susah payah akhirnya ia berhasil tiba di kamarnya, Rayyan berjalan menuju ranjang empuk miliknya, lalu memutuskan untuk tidur setelah berhasil sedikit mengurangi rasa sesaknya, apa lagi sekarang kepalanya terasa lebih pusing dari sebelumnya, ingin meminum obat, tetapi belum sampai dua jam yang lalu ia meminum obatnya.

Jadi dari pada ia tersiksa dengan rasa sakit ini, lebih baik ia memilih memejamkan netranya guna mengistirahatkan tubuhnya, dan berharap bisa sedikit menghilangkan rasa sakit yang ia rasakan.








Adeknya boleh tak tampol nggk sih?! 🙂

Nggk janji buat rutin ngeup 🥲
Vote and coment juseyo.....

the twins sick figure (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang