22. Darka Si Usil M*sum

Começar do início
                                    

"Kepangnya jangan lupa, kaca mata juga, lo di larang cantik buat orang lain, cukup buat gue, lo punya gue," celetuk Darka.

Delin mematung dengan pipi mulai merona. Geli sekali ucapan Darka. Bagai buaya perayu yang hendak menaklukan mangsa. 

"Denger ga?" ketus Darka.

Delin menghela nafas sabar. Memang tidak banyak romantisnya, Darka hanya di penuhi kemarahan.

"Iya, kak Darka." balas Delin agak malas dan samar sebal.

"Awas kalau cantik!" 

Keduanya pun pergi berjalan-jalan di toko yang memang ramai, banyak wisatawan. Tempatnya berada berhadapan dengan jalan. Berjajar rapih dengan segala jenis di perjual belikan.

"Ini tuh kayak pasar tradisional mereka, kalau kita di sana mungkin mall.." 

Delin pun mangut-mangut mendengarkan semua pengetahuan yang Darka jelaskan walau dengan datar kadang ketus kalau kesal.

"Beli aja kalau mau," Darka juga meliarkan matanya, menuntun Delin kemana-mana sampai keduanya lelah.

"Kak Lana, kak Akri dan kak Dikta ga jadi datang?" tanya Delin.

"Ada, Lana pasti ga akan lewatin kesempatan, dia akan banyak belanja," 

"Kenapa ga bareng?" Delin nurut saat Darka menariknya ke toko piyama tidur. Mereka memang membutuhkannya apa lagi Delin.

"Ga akan seru kalau satu belanja kita nunggu," jawabnya santai dan datar, seolah tidak terganggu membuat Delin ingin terus bertanya. 

"Mau beli piyama berapa, kak?"

Darka menoleh sekilas. Merasa aneh Delin terus bertanya, tapi dia tidak akan membahasnya. Bisa saja Delin tidak ingin bertanya lagi.

"Satu aja, sekarang malam terakhir kita di sini, besok siang pulang.." Darka meraih asal piyama untuknya. Warna hitam.

Delin melirik piyama pink barbie, lucu sekali. Tapi tidak berani, dia hanya diam saja saat Darka meraih gaun tidur yang senada dengan piyama Darka.

Darka yang peka jelas tahu apa yang dilirik Delin. "Kenapa? Gue udah bilang, kalau mau ambil, minta lebih bagus," suara Darka terdengar agak marah.

"Eh, engga.. Cuma bagus aja," paniknya.

"Beneran ga mau?" Darka menatap Delin lurus.

"Mau," cicitnya sambil menunduk. Sumpah demi apapun, itu terlihat lucu di mata Darka. Darka sampai menggigit bibirnya yang akan tersenyum.

Enak saja, dia di mata Delin bukan Darka yang murah senyum.

"Nah, jujur itu lebih baik," Darka mengecup ubun-ubun Delin gemas lalu meminta pelayan toko untuk mengambilkannya satu.

Delin tersenyum tipis. Jujur memang lebih baik. Delin mencoba menerima walau sulit. Dia harus segera beradaptasi.

Apalagi Darka mengajaknya menikah.

Delin meyakinkan diri, dia tidak boleh terus bersedih. Kelurganya saja bahagia, semua orang di desa juga.

Delin akan melupakan awal mereka bertemu. Dia akan lebih memperbaiki semuanya. Meyakinkan diri lebih utama.

Jika dia baik, patuh, Darka akan balik baik. Delin percaya itu.

"Jelek! Ngapain senyum-senyum?"

"Engga,"

Darka meraih paper bag cukup besar itu lalu sebelah jemari tangannya kembali saling menautkan jemarinya dengan Delin.

"Jangan sampe lo ilang, sama aja kayak hidup gue yang hilang,"

Delin melongo sekilas dan Darka mengulum senyum samar melihat respon itu. Darka juga geli sendiri, tapi lucu membuat Delin begitu.

"Gue pengen pulang!" kesal Darka.

"Loh, katanya kak Darka mau beli pakaian buat ke acara malam?" Delin mencoba mengingatkan Darka.

Delin tidak akan terus diam ketakutan. Kasihan Darka jika harus kembali ke mall, kalau saja buka, kalau tutup bagaimana?

"Abis gue mau cium lo, ga tahan gue,"

Delin kembali melongo syok. Darka memalingkan wajahnya menahan geli lalu memasang wajah garang khasnya lagi.

"Kenapa? Mau lebih? Mau kayak semalem? Ngerangkak sambil di—"

Delin refleks menutup mulut Darka dengan panik. Mereka di tempat umum dan banyak sekali orang di sekitar mereka kini.

Mereka bukan berada di dalam toko lagi.

Darka mengecup jemari yang membungkamnya itu. Delin pun menariknya dengan panik, gugup.

"Ma-maaf, kak.."

"Gue suka di bekap, apalagi lo yang jadi dominan," bisik Darka masih ingin usil. Sebelum wajah Delin merah seperti pantat monyet, sepertinya Darka tidak akan berhenti.

Dark Obsession (TAMAT)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora