"Eits gak boleh!" Tangan Qila menggenggam Akbar erat. "Qila mau main full team nih, pokoknya harus berempat!"

Daniel melotot menyuruh ayahnya untuk diam dan menurut saja.

"Sini gue yang nyalain, nih lo pegang dulu kembang apinya," ujar Daniel menyodorkan dua buah kembang api kepada Qila. "Siap nih?"

Qila mengangguk antusias, kembang api di tangannya saling berdekatan dengan milik yang lain. Lalu ketika percikan api dinyalakan dan merembet dari satu kembang api ke kembang api yang lain tawa Qila makin terdengar nyata, membuat ketiga orang lain yang berada disana tak dapat menyembunyikan senyum bahagia.

"Wuihh gini bikin huruf gini," ujarnya sambil menuliskan nama diikuti Saka dari samping. "DANIEL DI PUTER-PUTER DONG JANGAN DI DIEMIN AJA!"

"IYA ELAH IYA!"

Pada akhirnya setelah sekian lama suasana rumah kembali mencair, tak terasa Akbar juga tertawa saat melihat pertengkaran diantara Daniel dan Qila yang sudah seperti kucing dan tikus. Hati Akbar menghangat terlebih tawa Qila menguar bebas seolah putrinya adalah anak yang begitu ceria malam ini.

"BIIIII SINI MAIN KEMBANG API SAMA QILA!" Tangan Qila melambai meminta Bi Iyem yang mengamati sejak tadi mendekat.

"Tuan," Theo mendekat ragu-ragu, kelihatan enggan mengganggu waktu milik tuannya yang berharga.

Akbar melirik sedikit dan mengangguk kecil tanda mengerti, "Tunggu di ruang tengah."

"Ayah ke kamar mandi sebentar," Akbar mengusap kepala Qila yang langsung mendapat anggukan darinya.

***

"Ada apa?"

"Mengenai sidang putusan besok apakah Tuan memang tidak bersedia hadir menemani Dirga?"

Tenggorokan Akbar tercekat, ah, dia hampir melupakan hal sepenting itu.

"Besok pun Qila tampil di sekolahnya," gumam Akbar.

"Apa perlu saya hubungi Tuan Edgar?"

Akbar terdiam, ia sempat terpikirkan untuk digantikan Edgar menemani persidangan Dirga, namun, hati kecilnya menolak, sejujurnya Akbar ingin berada di dua tempat itu secara bersamaan, andai saja tubuhnya bisa membelah diri.

Dilema.

Apa yang harus Akbar putuskan, ia tak ingin lagi salah langkah dan justru kembali menyakiti anak-anaknya.

"Sudahlah biar saya yang hubungi Edgar, kamu kembali saja saya akan hubungi lagi nanti." Theo menunduk tanda mengerti dan segera pergi dari hadapan Akbar.

Dia tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Namun bagaimana caranya?

Dilain sisi, tak lama setelah Akbar pergi Qila merasa kepalanya berdenyut nyeri. Tangannya melemas dengan pandangan buram membuatnya beberapa kali menggelengkan kepala guna mengusir pusing.

"Qi?" Saka menunduk sedikit karena Qila yang tiba-tiba menjadi diam. "Kenapa?"

Qila memaksakan senyum sambil menggeleng pelan, "kebelet pipis."

Saka mendengus, dasar, membuat panik saja.

"MAU KEMANA?" Daniel berteriak dari arah seberang, terlihat sedang memasang petasan dengan Bi Iyem. "INI PETASANNYA UDAH GUA PASANG CIL."

"MAU PIPIS BENTAR!!" Daniel ber-oh ria dan kembali melanjutkan kegiatannya, Qila menghela napas panjang. "Heboh deh perasaan tadi dia yang misuh-misuh malah jadi yang paling antusias."

"Mau ditemenin?" tawar Saka yang sedikit khawatir karena kening Qila dipenuhi buliran keringan dingin.

Qila langsung menyilangkan tangan tak mau. "Sana bantuin Daniel aja, kayak bocil pake dianter-anter segala!"

Paradise (Segera Terbit)Where stories live. Discover now