49. Simulasi Rumah Tangga

595 133 39
                                    


"Lagi itung apaan lo, Tut?"

Lisa yang sedang serius dengan kalkulatornya ditanya Aji yang sedang mengintip dari balik pundaknya.

"RAB proyek baru?" Tambahnya lagi.

"Bukan." Jawab Lisa sambil terus menghitung angka-angka yang dia pindahkan dari aplikasi gojeknya.

"Terus?"

"Reimburse gojek gue."

"Hah? Sekarang kantor bayarin itu? Kok gue nggak tau?" Aji pun langsung membuka aplikasi gojeknya.

"Ih enggak! Ini buat Pak Thoriq. Soalnya dua minggu ini gue nggak nebeng dia. Jadi gue harus ngasih receipt gojeknya. Kalau nggak pas-pas. Nanti dia transfernya sembarangan."

"Hah? Ditransfer berapa emang kalau nggak lo rinci?"

"Masa gue pernah ditransfer lima juta? Gila aja! Pertanggungjawaban akhiratnya gede, kalau gue dikira malaikat mark up harga gimana?"

"Tut...." Aji menatap Lisa dengan pandangan ngeri sekaligus takjub. Dua ekspresi yang kontras. Tapi, memang itu yang dia rasakan.

"Apa? Duh! Tadi ini berapa ya? Ah elo sih! Jadi lupa kan gue!?"

"Lo mau gue gantiin jadi pacarnya Pak Thoriq nggak?"

"HEH! Jangan ngadi-ngadi lo!"

.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Lo lagi bikin list apa, Ca?" Kalau tadi Aji, sekarang yang bertanya-tanya adalah pacarnya, alias Arin. Kayanya hari ini Lisa sibuk banget yah? Hehe.

Oh, seperti biasa, mereka berdua lagi makan siang di warung nasi padang bersejarah di depan kantor itu.

"Oh, things to buy. Pak Thoriq mau pindah. Dua hari yang lalu dia nemu apartemen yang dia mau. Dan mau nyewa disitu." Jawab Lisa sekenanya. Seakan tidak ada yang aneh dari omongannya. Ya, memang tidak aneh sih. Kan mereka pacaran. Tapi, mungkin the besties saja yang masih aneh dengan perubahan status dari musuh bebuyutan ke bucin nggak ketulungannya Thoriq-Lisa.

"Ca...." Panggil Oya yang duduk di hadapannya dengan pandangan menyipit.

"Oi? Kenapa?" Lisa berhenti menulis dan menatap Oya dengan seksama.

"Lo nggak akan bilang kalau lo minggu depan mau nikah kan sama si Thoriq?"

"Hah? Gimana?" Kali ini bukan cuma Lisa yang terhaheh-haheh, Arin juga. Oya kadang-kadang suka kidding-kidding memang.

"Lo ngerasa nggak sih? Kalian tuh basically kaya married couple on training?"

"Lah? Masa ada on trainingnya? Aneh deh lo!" Lisa terkekeh pelan. Kalau yang heboh ngakaknya Arin.

"Tapi dipikir-pikir iya juga sih!" Arin pun teringat cerita Aji yang melihat Lisa lagi ngitungin ongkos gojeknya tempo hari lalu.

"Jangan-jangan abis ini lo dilamar lagi sama Thoriq? OMG CAAAAK!!!~ gue belom siap kalau loooo harus nikah sama bos bos kejam kaya diaaa!" Ujar Oya dramatis. Sementara Arin semakin menikmati opera sabun ini apalagi saat melihat wajah ngeri Lisa.

"Nggak! Nggak! Lo pada parno banget sih! Nggak gituuu! Pak Thoriq tuh....."

Wait? Kalau dipikir-pikir iya juga ya? Mereka pacarannya belum setahun. Tapi, Lisa sudah beberapa kali ikut acara keluarga Thoriq. Basically, dia auto jadi anak bungsunya Mami Susi. Tanpa sadar dia juga udah jadi attach sama keluarga Thoriq. Bahkan sampai ke keponakan-keponakannya. Kesampingkan kekulkasan dua pintunya, keluarga Thoriq itu sangat menyenangkan dan baik. Tidak ada satupun yang merasa asing dengan adanya Lisa di tengah mereka. Thoriq juga dari awal selalu terbuka dengan keuangannya (ini nggak nyambung sih sama bahasan keluarga. Tapi, uang yang dia gunakan untuk Lisa benar-benar uang yang dikeluarkan sebagai bentuk pembuktiannya kalau dia bisa bertanggung jawab dengan hidup mereka berdua ke depannya) intinya, dari sikapnya, Thoriq tidak sedekar pacaran coba-coba dengannya.

HER [BTS Local AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang