Part 6

45 4 0
                                    

Bersyukurlah kepada hujan yang turun dengan derasnya, upacara rutin hari senin pun tidak di laksanakan. Aku berjalan di lorong lantai bawah sekolahku dengan santai. Sebagian anak-anak ada yang menyernyit melihat ku begitu santai, padahal bel masuk sekolah sudah berbunyi.

Begitu sampai di kelas, Galih menyambutku dengan wajah bertanya-tanya. Aku hanya memalingkan wajah ke arah mana saja asal jangan wajahnya. Baru saja aku ingin duduk di kursi ku, tanganku di tahan oleh Galih.

"Ada apa?" Tanyaku sambil menunduk melihat sepatu adidasnya.

"Bisa lo jelasin kenapa kemarin lo main langsung pulang aja?" Galih bertanya balik.

"Bisa gue jelasin nanti aja kan?" Tanpa sadar tangan yang berawal untuk menahanku menjadi sebuah genggaman yang cukup menjadi sorotan teman-teman sekelasku. Galih yang sepertinya tersadar langsung melepas tanganku. Rasa kecewa ada. Bukan berarti aku suka sama Galih loh! No way! Dia cuma teman.

Entahlah, aku juga tidak mengerti dengan fikiran ku yang konyol ini. Setelah akhir konser, rasanya aku ingin sekali pulang setelah melihat kejadian aneh di backstage. Ya, aku masuk ke backstage atas permintaan Galih. Tapi, yang ku dapatkan adalah pemandangan yang membuatku sedikit.. iri.

"Berantem ya?" Tanya Ara yang membuatku sadar akan lamunanku. Aku tersenyum dan Ara seperti mengerti senyumanku dengan membalas senyum.

Haruskah hari senin di mulai dengan perasaan seperti ini? Hft.

.

Bel istirahat pertama berbunyi. Aku bangun dari tidur ku yang nyenyak sehabis mendengarkan ceramah Mr. Frans. Ara sudah tidak ada di sebelahku. Teman-teman yang lainnya pun sudah mulai meninggalkan kelas untuk makan siang kecuali aku dan Galih.

"Jelasin sekarang!" Perintahnya dengan suara yang agak keras dan itu membuatku kesal.

"Angel, Angel telfon gue. Ada urusan mendadak, makanya gue langsung pergi. Awalnya gue mau bilang ke lo, cuma..."

"Cuma apa?"

"Cuma lo lagi sibuk sama temen-temen band lo. Gue jadi ga enak ganggunya." Suasana hening pun melingkupi akhir alasan klasik ku. Wajah Galih pun datar menghadap lemari loker kelas dan aku hanya bisa menunduk menunggu reaksinya.

"Maaf." Satu kata yang membuat ku langsung bertemu dengan mata nya.

"G.. Gue yang harusnya minta maaf. Gue udah buat lo khawatir. Lain kali gue ga.." ucapan ku terpotong dengan adanya tangan Galih yang membekap mulutku.

"Gue yang salah. Maaf ya Eve." Setelah melepas tangannya dia langsung pergi meninggalkan ku dengan wajah bertanya-tanya. Galih kenapa si?

.

Aku sedang berada di kantin sekolah. Sebenarnya ini bukan jadwal nya club dance berkumpul. Hanya saja, tak tahu mengapa ingin menyendiri saja disini. Banyak pesan dari Frieska yang mengajak ku untuk hangout bersama dia, Angel, dan Julia. Mengingat Angel, aku harus segera minta maaf kepadanya karena alasan klasik ku tadi kepada Galih.

Galih ya? Haha. Sejak aku jelaskan alasanku pulang duluan dia mendiamiku tanpa sebab. Aku tidak tahu apa yang dia fikirkan dan aku pun tidak tahu apa yang ku rasakan atas kejadian kemarin.

Aku menghela nafas lelah karena fikiran tersebut. Pak Kasim pun datang mengantarkan makanan dan minuman pesananku. Aku mulai makan dengan diam sambil memperhatikan lapangan basket yang ramai. Sepertinya, ada pertandingan.

"Woy!" Suara bass mengagetkanku dengan tepukannya di pundakku. Aku menengok ke belakang tepat orang itu tersenyum.

"Ergi!" Teriak ku kesal dan dia pun tertawa lalu melangkah ke arah tempat duduk di depanku. Aku hanya diam dan kembali menyantap makananku sampai Ergi menghentikan tawanya.

"Tumben sendirian," ucapnya yang aku jawab hanya dengan anggukan.

"Tadi aku bertemu personil band terkenal di kelas kamu." Lanjutnya yang membuatku menghentikan aktivitasku dan memperhatikannya.

"Oh, kamu juga udah tahu." Ucapku sekadarnya tanpa mau mengingat wajah itu.

"Ya tahu lah. Dia kan terkenal. Siapa ya namanya? Hm Gilang atau.."

"Galih." Responku cepat. Kalah telak aku dari Ergi. Sekarang dia tersenyum jahil dan menatapku dengan pandangan serius.

Aku tahu ini jebakan. Karena Ergi sering kali tahu apa saja tentang ku tanpa aku beritahu. Like brother? Ya bisa di bilang begitu. Cuma aku juga tidak ingin hubungan ku dengan dia hanya di anggap kakak-adik.

"Huh, what do you want to know?" Tanya ku.

"Nothing. Aku hanya mendengar dari beberapa anak perempuan sekelasmu, katanya pagi ini kamu berpegangan tangan dengan dia." Jelasnya masih dengan senyuman jahilnya.

"Mereka salah paham. Kejadian tadi pagi tidak di sengaja." Jelasku yang membuat dia mengangguk seperti orang yang mengerti segalanya tentangku.

"It's okay. Aku juga tidak peduli akan masalah itu. Cuma yang aku ingin, jangan sampai salah pilih lagi!" Ucapnya dan aku tertawa atas sarannya yang tak biasa aku dengar. Dia hanya menyernyit heran, kenapa aku tertawa.

"Heh, kamu siapa? Bukan seperti Ergi yang aku kenal. Ayo tunjukan mana Ergi kuuu." Ucapku sambil tarik menarik tangannya yang di sambut tawaannya dan kami pun tertawa bersama.

.

Move on.. Move on..

Suara Shawn Mendes menghiasi kafe yang aku datangi malam ini. Aku datang kesini karena Galih ingin bertemu. Di sekolah mendiamiku malamnya minta baikan, enak saja! Aku kan bukan cewek murahan.

Aku memakai pakaian kasual dan tidak berdandan juga, jadi malam ini aku tidak menjadi sorotan orang-orang seperti waktu ulang tahun Carlos. Oh ya ampun, Carlos lagi.

Galih pun datang dengan rambut acak-acakan. Dia juga masih memakai pakaian sekolah. Wajahnya juga pucat. Aku memperhatikannya sampai ia duduk di kursi depanku.

"Ada masalah apa?" Tanya ku tanpa basa-basi.

"Ga ada masalah apa-apa." Jawabnya dengan suara lemas.

"Yakin? Lo ga mau minta maaf sama gue?" Tanyaku lagi.

"Iya," dia terbatuk sebentar lalu melanjutkan. "Yakin kok. Gue baik-baik aja." Diam sebentar dan melanjutkan lagi. "Maaf ya. Gue fikir lo ga mau temenan lagi sama gue gara-gara tahu kalau gue artis. Makanya gue jadi ngerasa gue yang salah, seharusnya gue bilang dulu dari awal ke lo."

Tanpa sadar aku tersenyum akan alasannya, yang aku rasa seperti pemikiran anak kecil. Dia hanya menunduk menatap meja.

"Lo fikir gue bakal kayak gitu apa? Lo kan tahu gue kayak gimana."

"Tapi kan kita belom kenal deket Eve. Gue kadang suka iri kalau liat lo sama Ergi." Ucapnya jujur dan aku sedikit bingung, bagaimana bisa ia tahu aku dan Ergi?

"Ergi? Kok lo tahu Ergi?" Tanya ku penasaran.

"Tahu lah, gue tahu semuanya. Semua tentang lo." Ucapnya dengan senyum yang ku tahu bahwa ia tidak serius. Aku cemberut melihatnya. Dia seakan tak peduli dan mulai memanggil pelayan yang sedari tadi aku tidak ingat bahwa kita belum memesan apa-apa.

Setelah memesan makanan dan minuman, dia terbatuk lagi. Aku menatapnya cemas.

"Sakit ya lih? Lo habis ngapain si?" Dia hanya senyum datar dan tangannya bertopang dagu.

"Iya gue sakit, di tinggalin di backstage tuh sakit Eve." Aku memutar bola mata malas dan dia tertawa puas.

.

Heyho!

Minta maaf yang sebesar-besarnya baru update lagi dari sekian lamanya~

Kritik dan saran di terima ya!
Makanya jangan lupa vote dan commentnya, hihi.

Terima kasih untuk (masih) mau baca cerita aku yang aku sendiri gatau akhirannya kayak gimana haha.

Zihan Fajrin.

Open Your HeartWhere stories live. Discover now