CHAPTER 11

2 3 1
                                    

•••

Dulu Sea juga pernah seperti ini, lagi lagi yang membuatnya seperti ini adalah Sera. Jadi dulu, ia dan Sera ditinggal dirumah dan hanya ditemani oleh asisten rumah tangganya.

Ayahnya ada dinas keluar kota, dan seperti biasa, ibunya juga ikut mendampingi. Saat itu Sea baru duduk dikelas  dua SMP, begitu juga Sera.

Awalnya Sea sedang membaca novel dikamarnya, namun tiba tiba Sera masuk dan mengambil paksa buku itu dari tangan Sea. Sea yang merasa diganggu pun mengambil kembali novelnya.

"Lo apa apaan sih!" Ucapnya pada Sera. Ia benar benar tak habis pikir dengan saudara tirinya itu.

"Kerjain PR gue dong Se." Jawab Sera tanpa tau malu.

"Ga mau." Tolak Sea tegas.

"Oh berani ya lo nolak permintaan gue. Lihat aja lo bakal nyesel udah berani main main sama gue." Ancamnya lalu meninggalkan kamar Sea.

Tak berapa lama terdengar suara seperti benda jatuh. Sea yang mendengar pun segera mengecek ke bawah. Ternyata disana ia melihat Sera yang sudah terjatuh dari tangga.

"Lo gila ya!" Pekik Sea.

Ia segera menghampirinya dan sialnya saat itu para pekerja sedang berada si belakang. Lalu saat Sea sudah berada didepan Sera, ia hendak menolong, namun dari arah pintu, ayah dan ibu tirinya masuk ke dalam dan melihat Sera yang terjatuh dan tangan Sea yang terulur.

"Sera!" Teriak ibunya saat melihat pelipis anaknya berdarah. "Kamu apakan anak saya Sea!" Teriak Dewi padanya.

"Haha. Drama lagi Ra? Ga bosen?" Bukannya menjawab Sea malah berkata demikian.

"Maksud kamu apa ha?!" Bentak Denian.

"Sera jatuh sendiri yah, Sea tadi mau bantuin." Jelas Sea tenang.

"Kamu-" Belum sempat Denian melanjutkan kalimatnya, Sera menyela.

"Udah yah, Sera gapapa kok. Jangan salahin Sea, mungkin dia gak sengaja dorong aku. Mungkin dia cuma sakit hati karena ayah lebih perhatian sama Sera." Jelasnya dibuat buat.

"Lo ngelindur ya? Udah jelas jelas lo jatuh sendiri!" Sea mencoba membela diri.

"Sea!" Bentak Ayahnya.

"Bukan Sea yah! Tadi dia jatuh sendiri!" Ucapnya sambil menunjuk Sera. "Bisa gak sih lo kalo ngomong yang bener!" Teriaknya pada Sera. Plak.

Tanpa banyak bicara, Denian langsung melayangkan tamparan keras pada pipi Sea. Sakit, perih. Itulah yang dirasakan Sea.

"Ayah? Se nggak sayang itukah ayah sama Sea?" Ucap gadis itu sambil tersenyum getir kearah ayahnya yang amat sangat disayanginya itu. "Sea anak ayah kan?" Lanjutnya sambil diiringi dengan butiran bening yang mulai mengalir di pipinya yang merah.

Denian hanya terdiam tanpa mau menanggapi anak gadisnya yang sudah mulai terisak. Ia malah fokus membantu Sera berdiri.

"Kenapa kamu selalu membuat masalah, Sea." Ucap Denian dingin.

"Bukan Sea yah!" Ia sudah lelah.

Dimana Sean. Pikirannya tertuju pada keberadaan abangnya, ia butuh Sean.

"Ayah udah Sera gapapa kok." Ucap Sera.

Sea yang melihatnya hanya terkekeh pelan. "Haha.. Suka kan lo lihat gue gini Ra? SUKA KAN LO HAH!?" Teriaknya pada Sera.

Lagi lagi ayahnya melayangkan tamparan pada pipinya tadi. Sakit. Tanpa banyak bicara, Denian langsung menarik lengan Sea dengan kasar.

"S-sakit ayah..." Lirihnya.

Namun Denian tak peduli. Ia tetap menyeret lengan rapuh anak perempuannya itu menuju gudang. Tempat yang sangat dibenci Sea.

•••

"Ayah jangan.. Sea takut.." Pintanya pada sang ayah sambil menggenggam tangan ayahnya.

"Lepas" Ucap Denian.

"Ayah, jangan ayah.. Sea takut ayah.. Sea takut.." Ucapnya lirih tanpa mau melepas genggaman pada tangan ayahnya.

Denian geram, ia mendorong tubuh Sea hingga kepalanya terbentur tembok dibelakang, tanpa melihat kebelakang, ia segera meninggalkan gudang setelah menguncinya dari luar. Sea yang sudah lemas hanya bisa menangis.

"Sakit bunda.. Sea sakit.. Bunda.." Lirihnya memanggil sang bunda.

Pipinya yang sakit karena tamparan sang ayah, ujung bibirnya yang robek, dan kepalanya yang terbentuk tidak lebih sakit dari sakit yang dirasakan hatinya.

"Bunda.." Lirih anak itu lemas.

Sea sudah tak berdaya. Tubuhnya yang lemas, ditambah luka yang didapatkannya membuat sakitnya terasa lengkap.

"Harusnya Sea yang mati bunda, bukan bunda.." Ia sudah menyerah, kepalanya sakit, darah segar mengalir dari hidung.

Ia menyerah. Ia lelah. Lagi lagi seperti ini. Dan saat itu Sean lah yang menyelamatkan hidupnya. Ia datang saat keadaan adiknya benar benar lemah. Kenangan itu membuatnya trauma. Ia khawatir dengan adiknya, ia merasa bersalah pada adiknya.

Ethereal Onde histórias criam vida. Descubra agora