CHAPTER 04

14 6 4
                                    

Emosi Langit memuncak, saat ia hendak berdiri dan memukul Restu, Sea menahan tangannya. "Udah Kak, gue gapapa. Anterin gue ke UKS bisa?" Pintanya.

Dengan amarah yang masih terlihat jelas di matanya, Langit pun mengurungkan niatnya dan membantu Sea berdiri dan mengantarnya ke UKS.
 
•••

Saat di UKS.
"Bentar, gue panggilin petugasnya dulu ya buat ngompres pipi lo." Saat Langit hendak pergi, Sea kembali menahannya.

"Kenapa?" Sea menundukkan kepala. "Maaf Se." Sesal Langit, ia mencoba meraih tangan Sea, namun ditepis.

"Gara-gara gue lagi kan?" Lirih Sea.

"Se, maaf. Gue gak suka dia ngata-ngarain lo yang nggak nggak." Jelas Langit. "Maafin gue Se." Lirihnya. Sea menatap dalam mata Langit.

Perlahan tangannya terangkat, menyentuh lebam disudut bibir lelaki itu.

"Pasti sakit.." Lirihnya sambil mengusap pelan.

"Nggak kok, gak sakit. Gue gapapa Se, malah harusnya khawatirin pipi lo yang kena tonjok." Ucap Langit khawatir.

"Bentar gue ambil lap sama air dingin buat ngompres pipi lo." Ucapnya lalu meninggalkan Sea.

"Maaf Lang, gara gara gue lo jadi luka lagi." Lirih Sea merasa bersalah.

Pasalnya dari dulu Langit selalu membela Sea, bahkan tak jarang ia sampai berkelahi dengan orang yang menghina sahabatnya.

Beberapa saat setelahnya Langit kembali dengan membawa kompresan.

"Lama ya?" Tanyanya saat sudah duduk disamping Sea. "Nggak kok." Jawabnya.

"Yaudah, sini gue kompres luka lo." Lanjutnya.

"Lah, kan ini gue ngambil buat ngompres pipi lo, kok malah gue?" Tanya Langit bingung.

"Ya kan lo juga luka, malah banyakan luka lo daripada gue tau." Cecar Sea.

Akhirnya Langit menurut. Sea mengompres memar Langit dengan sangat hati-hati. Ia takut Langit kesakitan karena mengompresnya terlalu keras.

"Sakit gak?" Tanya Sea di sela-sela kegiatannya.

"Nggak, kan lo yang ngompres. Hehe." Jawab Langit.

"Dih, emang kalo gue yang ngompres kenapa?" Tanya Sea.

"Kan lo juga penyembuh buat gue, jadinya ya nggak sakit." Jawaban Langit berhasil membuat hati Sea berdebar, namun ia segera kembali menetralkan diri agar menutupi salah tingkahnya.

"Gak jelas lo, makin tua makin pinter gombal. Udah berapa cewek yang lo gombalin kaya tadi." Sarkas Sea.

"Baru lo doang kok." Jawab Langit jujur. Sea yang gemaspun menekan pelan kompresannya ke lebam Langit.

"Ah, sakit." Rintih Langit yang membuat Sea malah cemas.

"Eh maaf, sakit banget ya? Mana yang sakit? Maafin." Rengek Sea khawatir.

"Hahaha. Gak sakit kok." Langit sangat puas melihat raut khawatir diwajah cantik Sea.

"Dasar. Udah gue balik ke kelas. Kompres sendiri tuh muka. Nanti gue mau balik sendiri." Kesal Sea.

Saat ia hendak meninggalkannya, Langit dengan cepat menahan lengan Sea.

"Maaf Se, jangan pergi. Ini luka gue masih sakit, lo gak khawatir gitu sama gue?" Rayu Langit. "Luka lo juga belum gue obatin." Lanjutnya.

Sea yang memang lemah terhadap sahabatnya itu pun mengalah. Ia kembali duduk di samping Langit dan mulai mengobati luka Langit dan lukanya juga.

•••
    
Setelah dari UKS, Langit mengantarkan Sea ke kelasnya.

"Nggak usah anterin, gue bisa sendiri kok. Lagian kelas kita tuh beda arah." Jelas Sea.

"Bodo, gue mau nganterin lo kok. Udah ayo elah bawel banget." Ucapnya lalu menggandeng tangan Sea.

"Lepas anjir, gak enak banyak yang ngelihatin." Ucap Sea sambil menutupi salah tingkahnya.

"Biarin, iri tuh mereka karena gak bisa gue gandeng." Ucap Langit percaya diri.

"Serah lo deh." Akhirnya Sea menurut.

Disepanjang jalan menuju kelasnya, banyak mata yang melihat Sea dengan sorot tajam. Seolah mereka bertanya, siapa Sea.

Tapi bukan Sea namanya kalo nggak bodo amat dengan semua itu. Sea dan Langit tetap santai berjalan tanpa memperdulikan pandangan orang lain.

"Banyak yang ngelihatin anjir, lepas napa." Pinta Sea, namun tetap diabaikan oleh Langit.

"Bodo." Balasnya singkat.

Akhirnya mereka sampai didepan kelas Sea, dan Langit pun melepaskan genggamannya.

"Nanti pulang bareng gue." Ucapnya sambil mengacak pelan rambut Sea sambil berlalu pergi.

Jantung Sea masih berdebar karena tindakan lelaki itu. "Bener-bener lo Langit." Ucapnya pelan.

Ethereal Where stories live. Discover now