Islami - Romansa - Spiritual
•
Berawal dari terpaksa menerima kenyataan bahwa dirinya akan dijodohkan, hanya karena itu merupakan permintaan almarhum ayahnya membuat ia tidak bisa menolak.
Yang lebih mengejutkan ternyata jodoh nya merupakan dosen...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Gimana tadi?" tanya Pak Aldan setelah Arana menutup pintu mobil.
"Seru."
"Jadi bikin rujak?"
Mobil mulai melaju meninggalkan kediaman orangtua Pak Aldan.
"Jadi dong!" Arana mengangkat box berukuran sedang berisi rujak buatannya dan Umi Aisyah.
Pak Aldan melirik sekilas. "Buat dimakan nanti?"
"Huum. Buat, Mas juga."
"Makasih." Pak Aldan mengusap bagian atas kerudung Arana.
Hening beberapa saat. Mereka sama-sama larut dalam kesibukan masing-masing.
"Tadi di rumah Umi makan rujaknya berapa kali tambah?"
Ternyata pembahasan rujak belum berakhir.
"Mmm, empat kalo nggak salah," sahut Arana tanpa pikir panjang.
Alis Pak Aldan menukik, "banyak banget."
"Engga ah, standar gitu."
"Wadah kecil?"
Arana sedikit terkikik, "hihi, wadah besar."
"Allahu akbar," lirih Pak Aldan.
Karena hari sudah sore menjelang malam, Pak Aldan pun memilih langsung pulang setelah tadi berpamitan. Mengingat sebentar lagi adzan maghrib jadi ada baiknya langsung pulang saja.
"Mas!"
"Iya, Ra. Kenapa teriak?" Pak Aldan sedikit terkejut mendengar suara Arana.
"Rana mau ayam crispy." Arana menunjukkan layar handphonenya. Akan tetapi tidak sempat dilihat oleh Pak Aldan karena sedang fokus menyetir.
"Boleh... boleh."
"Mau berapa?"
"Lima."
Lelaki itu terkekeh. "Lima potong?"
"Engga lah! Lima ekor!"
"Hah?!" Mata Pak Aldan bulat sempurna.
•••
Ada yang mengira ayam lima ekor cuma candaan?
Tentu bukan!
Nyatanya ayam tersebut benar-benar jadi nyata.
Dari selepas shalat maghrib Arana terus berkutat dengan ayam-ayam yang sudah berjejer rapi diatas meja. Dengan Pak Aldan sebagai penonton.
