10. Umrah

469 22 2
                                    

بِسْـــــــــــــــــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم

اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ




Pintu mobil tertutup, Arana duduk manis di samping pengemudi yang tak lain merupakan suaminya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Pintu mobil tertutup, Arana duduk manis di samping pengemudi yang tak lain merupakan suaminya.

Jangan heran kenapa Arana bisa dengan berani masuk mobil Pak Aldan bahkan disaat suasana kampus masih ramai. Itu semua karena perintah Pak Aldan sendiri yang membuat Arana mau tak mau harus menurut.

"Gimana tadi?" tanya Pak Aldan sembari mengeluarkan mobil dari area parkiran.

Tatapan Arana tetap melihat ke depan. "Alhamdulillah, baik."

"Ada yang ngatain kamu, ya?"

Eh?

Dengan cepat Arana mengubah hadap tubuhnya menoleh ke kanan. "Tau dari siapa?"

"Dosen pembimbing kamu," balas Pak Aldan. Ia fokus menyetir karena kini mobil tersebut memasuki jalan raya.

"Emang, Pak Kiram liat?" Alis Arana sampai bertaut.

Pak Aldan mengangguk dua kali, "tadi katanya beliau ke kantin mau makan, terus nggak sengaja liat temen kamu lagi adu mulut sama cewek di meja sebelah. Kebetulan Pak Zulkiram duduk ngga terlalu jauh dari kalian, jadi dia denger semuanya."

Arana mengangguk sebagai tanggapan. Perlahan wajahnya kembali lurus ke depan.

"Maafin saya/maaf, ya."

"Kenapa?/kenapa?"

"Kok bisa barengan gini?" Arana tak habis pikir.

"Kamu duluan aja," ujar Pak Aldan.

Arana jadi kalut untuk mengatakannya, ia merasa bersalah pada Pak Aldan. Kepalanya menunduk dengan jari-jemari yang menekan satu sama lain.

"Maafin saya, Pak. Gara-gara saya nama baik Pak Aldan di kampus jadi tercoreng."

Mobil yang semula melaju membelah jalanan kota itu tiba-tiba menepi.

"Kamu ngomong apa, sih?" badan Pak mengahadap penuh ke arah Arana dengan sebelah tangan yang masih memegang stir.

Arana masih saja menunduk, ia pun tidak tahu dengan isi hatinya. Tapi yang pasti rasa bersalah itu menyeruak di dalam dada gadis ini.

"Gara-gara nikah sama saya nama bapak jadi nggak baik. Pasti bapak juga dikata-katain, kan? Maafin saya,"

"Hey, Arana." Tangan Pak Aldan menggapai tangan Arana untuk di genggamnya. "Kita nikah sama-sama, jadi mau gimana pun ya kita jalani sama-sama. Kamu ngga perlu merasa bersalah gitu."

Senja Yang AbadiWhere stories live. Discover now