12. Unboxing

596 19 0
                                    

بِسْـــــــــــــــــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم

اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ




Mereka tiba di parkiran kampus tetapi belum ada yang turun dari dalam mobil hitam itu. Pak Aldan hanya diam sedangkan Arana menunggu Pak Aldan turun duluan.

"Kenapa, Mas?" Arana bingung melihat Pak Aldan memijat tulang hidungnya.

Dia menoleh ke arah Arana, "saya lagi mikir gimana caranya kamu jalan ke kelas."

Sontak hal itu membuat tawa Arana pecah.

"Yakan tinggal jalan, Mas. Susahnya dimana?"

"Kan tadi kamu nggak bisa jalan, dari kamar ke mobil aja harus saya angkut."

Wajah cewek itu berubah datar, "angkut... angkut. Mas kira Rana karung goni?" sungut Arana tidak terima.

"Hemm, iya-iyaa. Kamu emang kaya karung," sahut Pak Aldan terlampau santai.

Arana mendelik tajam.

"Kalo karung pada umumnya berisi beras atau barang-barang lain. Kamu beda, kamu karung spesial seorang Aldanan Arendra, bukan diisi benda-benda gituan, tapi diisi cinta dari saya," sambung Pak Aldan membuat pipi Arana bersemu merah walau di wajahnya masih terbesit raut geram.

Wanita itu mengalihkan pandangan karena gugup ditatap dengan senyuman manis pak Aldan. "Ap-aan sih, Mas. Pagi-pagi ngegombal."

Sebelum menjawab, Pak Aldan menjawir hidung mancung Arana, "gapapa, orang halal, kok."

Arana langsung menoleh kembali ke suaminya, "Rana heran kenapa dari pagi tadi kamu manis banget. Abis kesambet apa sih?" Alis Arana terangkat menunggu balasan Pak Aldan.

"Abis dikasi jatah sama istri." cerocosnya manaik turunkan alis dengan senyuman tengil yang terpampang di bibir itu.

"Ck, ck, ck, cowok kalo ada jatahnya pasti mendadak manis gini, ya?"

"Eitss, nggak semua cowok. Ini cuma berlaku buat yang udah halal. Kayak kita contohnya," protes Pak Aldan meluruskan perkataan Arana.

Tangan cewek itu terulur mengambil tas nya di atas dashboard. "Iyaa-iya, suka-suka Mas aja." 

"udah ah mau turun."

"Eh tunggu dulu!"

Tangan Arana ditarik dan ditahan oleh Pak Aldan, ia menoleh ke samping lalu siapa sangka-

Cup

Pak Aldan mengecup bibir Arana. Hanya kecupan biasa.

"First kiss, gue!-" pekik Arana tertahan karena Pak Aldan segera membekap mulut Arana agar jangan berteriak.

Tangannya menarik kuat-kuat lengan Pak Aldan supaya menjauh dari mulutnya.

"Second kiss loh, sayang. Kan semalem udah."

"Ish, Mas!"

"Hm?"

"Jadi geli liatnya kalo sok manis gini."

Wajah Pak Aldan yang sebelumnya riang gembira seperti Dora, mendadak berubah datar setelah mendengar penuturan Arana.

Membuat pelakunya jadi sedikit merasa takut melihat ekspresi Pak Aldan yang tiba-tiba bertransformasi jadi seperti triplek.

Lelaki itu bergerak cepat mematikan mesin mobil, menarik kuncinya lalu ia lempar ke pangkuan Arana. "Saya turun duluan, kamu juga abis ini langsung turun. Nanti jam istirahat ke ruangan saya." Datar, tak ada intonasi sama sekali.

Buk!

Jantung Arana berdebar melihat Pak Aldan yang sudah turun dan berlari menjauh dari mobil.

Tidak tahu kenapa dia bisa merasa ketakutan melihat perubahan sikap Pak Aldan barusan. Apa tadi ia berlebihan?

Entah apapun itu, yang pasti Arana akan minta maaf nanti.

Memilih turun, tak lupa mengunci pintu mobil baru setelahnya Arana berjalan pelan menuju kelas yang berjarak cukup jauh dari sini.

"Udah bikin orang susah jalan, malah tiba-tiba jadi ngambekan. Bantuin kek, padahal kan yang harusnya marah, gue," dumel Arana sambil terus melangkahkan kaki.

"Tapi kalaupun gue marah, masa ia marah-marahnya sama, Mas Misua. Kan posisinya gue yang nawarin."

Ngomong sendiri, jawab sendiri. Orang-orang yang lewat di dekat Arana bahkan sampai menoleh dua kali takut salah lihat apa Arana benar-benar berbicara sendiri atau hanya perasaan mereka.

Bruk!

"Rara!"

"Allahu akbar!" Jantung Arana serasa ingin mencelos dari tempatnya. Temannya yang satu ini memang titisan monyet.

"Yang kalem bisa nggak si, Des?! Emosi deh liat lo baru dateng tapi udah kaya titisan Orangutan gitu pake lompat-lompat," sembur Arana mendelik tajam ke arah Dessy yang kini berjalan disisinya.

"Kalem gimana?  KALEM = Kaya Lembu?" Arana mengangguk saja biar cepat.

"Moooooo," pekik Dessy menirukan suara salah satu jenis hewan ternak. Membuat atensi sebagian orang tertuju padanya.

"Udah mirip belum?" Lagi-lagi Arana mengangguk saja, dengan alasan yang masih sama seperti sebelumnya.

"Bagus."

"Btw, lo jangan sekate-kate gitu dong. Nggak se level gue sama Orangutan. Gue ini titisan Bunny yang imut mantuliti." Gadis itu mengibas-ngibaskan helaian khimar nya.

Arana harus memegang kepala karena pusing melihat tingkah Dessy yang udah bikin stress pagi-pagi.

"Aduh, Dessy. Lo aneh-aneh aja. Yang normal dikit bisa nggak sih?!"

"Jadi yang bener yang mana, Ra? Lo mau nyuru gue kalem atau normal?"

"Dua-duanya!" Bukan, itu bukan suara Arana, melainkan Toa Masjid alias Rita baru saja datang dan tiba-tiba nimbrung tanpa permisi.

"Ini lagi satu. Lo juga kudu kalem, Ta."

"Elehhh, gaya lo ngingetin kita biar kalem, lo sendiri juga baru kalem semenjak nikah sama Pak Aldan. Di kata-katain si Sindi lo bisa diem-diem aja. Akhir-akhir ini kesabaran lo nggak setipis tisu dibagi tujuh lagi, udah naik kasta jadi setebal daki gue.  Di ruqiyah pake mantra apa, lo sampe jadi lurus gini?" tanya Rita nyolot.

Melirik kanan kiri, Arana mendekatkan mulutnya ke telinga Rita dan Dessy setelah kepala mereka ia dempet kan, " Di ruqiyah pake ayat seribu gombal, namanya ayat-ayat cinta."

"Kalian berdua nggak bakal bisa ngerasain, kan belum punya suami," lanjut Arana sambil melihat jari-jari kukunya. Rada sombong gituu.

Mereka berdua hanya bisa memutar bola mata, jengah mendengar perkataan Arana.

Rita menatap Dessy yang berada diantara dirinya dan Arana. "Lo ngeliat sesuatu yang beda nggak, Des?"

"Apanya?" tanya Dessy menoleh. Sedangkan Arana fokus berjalan dan hanya menyimak.

"Si, Rara jalannya aneh."

Sontak mata Arana langsung melebar, ia mati-matian menahan diri agar bisa kunci mulut tanpa memberi klarifikasi apapun.

Kini Dessy malah memperhatikan cara jalan Arana yang disebut aneh oleh Rita, membuat yang diperhatikan seperti itu jadi gugup setengah mati.

Ia mengangguk singkat. "Hm! Bener juga kata, lo."

"Bener, kan?" Dessy kembali mengangguk.

"Lo abis di unboxing ya, Ra?"

__________________________________

Senja Yang AbadiWhere stories live. Discover now