20. Mba Raya juga?

349 20 1
                                    

بِسْـــــــــــــــــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم

اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



"Sekarang mau kemana dulu sayang?"

Pak Aldan bertanya sembari memasukkan barang-barang Arana selama di rumah sakit ke dalam ransel.

Tidak ada respon yang terdengar di telinga Pak Aldan. Membuat pria itu segera memutar balik tubuhnya, ia mendapati sang istri tengah melamun di atas kursi roda.

Tidak banyak bicara, Pak Aldan segera menghampiri Arana. "Ra...." panggil Pak Aldan lembut.

Arana terkejut, "y-ya mas?"

"Mikirin apa, hm?" Pak Aldan berlutut di samping kursi roda Arana, tangannya menyentuh punggung tangan Arana lalu diusap pelan.

Kepala wanita itu menunduk, lalu menggeleng pelan. "Kasian Mba Raya, mas. Kalo mba Raya kenapa-kenapa gimana?" Dia menoleh kearah suaminya dengan kondisi mata sudah berkaca-kaca.

Dada Pak Aldan terasa sesak melihat kondisi istrinya. Ia membawa kepala Arana dalam dekapannya, mencoba memberi ketenangan lewat dekapan itu. Jujur Pak Aldan kehilangan akal untuk menghibur Arana.

Rasa duka atas kepergian Bunda Naya belum mereda, dan malam tadi, Raya dipindahkan ke ruang ICU karena koma.

Bisa bayangkan seberapa berkecamuk pikiran Arana saat ini?

Padahal usai melahirkan Raya masih baik-baik saja, hanya sedikit lemas. Tapi siapa sangka, malam tadi Raya kembali mengalami pendarahan, bahkan lebih parah dari yang kemarin. Berakhir wanita itu jatuh koma dan harus dipindahkan ke ruang ICU.

"Kita liat mba Raya dulu ya, mas." Arana mendongak dalam dekapan suaminya. "Kasian bang Aldi, pasti kewalahan ngurus dua anak sekaligus."

"Ok, kita kesana." Pak Aldan melepaskan dekapannya. "Coba senyum dulu" Pria itu memegang sisi rahang istrinya.

Arana melebarkan bibirnya hingga melengkung membentuk senyuman indah. Walau masih tersirat kesedihan disana. Hal itu sudah cukup membuat senyum manis Pak Aldan ikut terbit dengan sendirinya.

"Tunggu Mas beresin barang-barang dulu, setelah itu kita langsung ke ruang mba Raya." Arana hanya mengangguk patuh sebagai respon.

Tangannya baru saja dibebaskan dari jeratan jarum infus beberapa menit lalu. Nyatanya perempuan itu belum diperbolehkan pulang, tapi kekerasan kepala Arana membuat semua pihak terpaksa tunduk.

Ia bersikeras ingin pulang hari ini juga. Alasannya, dia mau menjenguk kakaknya dan sang Ibu yang sudah berada di alam berbeda. Mereka lebih penting. Soal kehamilannya, Arana yakin dirinya akan baik-baik saja. Dia yakin ia kuat.

Senja Yang AbadiWhere stories live. Discover now