MENGERJAI DADDY KEKAR BERISTRI

Start from the beginning
                                    

“Adek mau ke Surabaya juga?” tanyanya padaku.

“Iya, Pak,” jawabku ramah tapi juga grogi. “Bapak juga, ya?”

“Iya… Tapi, tujuan saya ke Banyuwangi…”

“Banyuwangi?” tanyaku kaget. “Ini kan keretanya berhenti di Stasiun Gubeng di Surabaya, kan?”

“Iya, Dek…” ucap Pak Setiawan terkekeh. “Adek tidak salah kereta kok… Bapak nanti lanjutkan perjalanannya dari Surabaya ke Banyuwangi besoknya…”

“Oh begitu ya…”

“Adek namanya siapa?” tanya Pak Setiawan mengulurkan tangannya sambil tersenyum.

“Nama saya John, Pak,” ucapku sambil meraih tangannya yang besar dan kuat itu.

“Salam kenal ya, Dek John…” ucap Pak Setiawan menggoyang-goyangkan tanganku dengan kebapakan. “Nama saya Setiawan… Panggil saja Pak Setiawan…”

“Salam kenal, Pak Setiawan…” ucapku sambil tersenyum simpul.

[ … ]

Pak Setiawan memperkenalkan dirinya padaku. Usianya 51 tahun… Dia seorang guru Matematika di sebuah SMPN di Banyuwangi. Badannya gagah karena bekerja sebagai personal trainer di sebuah pusat kebugaran di Banyuwangi sebagai sampingan. Dia bilang dia cinta bodybuilding. Dan dia sudah memiliki empat orang anak—bayangkan, empat orang anak! Seberapa sehatnya alat reproduksi Pak Setiawan? Pikiranku langsung liar membayangkan betapa derasnya pejuhnya muncrat ke rahim istrinya hingga bisa membuahi empat orang anak. Belum lagi membayangkan betapa gurihnya rasa pejuh Pak Setiawan… 

 Belum lagi membayangkan betapa gurihnya rasa pejuh Pak Setiawan… 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ilustrasi: Pak Setiawan

Perjalanan 10 jam 30 menit tak terasa berlalu begitu cepat ketika kami menghabiskan dengan ngobrol bersama. Tiba-tiba, otakku berjalan begitu cepat. Aku langsung mengajak Pak Setiawan menginap di penginapanku untuk beristirahat menunggu keretanya keesokan pagi. Dari pembicaraan kami, aku mendengar Pak Setiawan akan tidur di stasiun karena tidak menyewa kamar untuk malam ini.

“Apa tidak merepotkan Dek John?” tanya Pak Setiawan merasa tidak enak.

“Tentu saja tidak, Pak,” jawabku meyakinkan. “Lagian, John menginap di Hotel Sahid, tepat di sebelah Stasiun Gubeng kok… Nyaman buat Bapak besok pagi berangkat ke stasiun. Tinggal jalan kaki…”

“Tetapi, Bapak jadi tidak enak…”

“John malah senang ada yang menemani, Pak,” jawabku berusaha ramah. “Nanti kita makan malam dulu yuk, Pak… John sudah lapar…”

“Ya sudah, nanti Bapak yang traktir, ya…”

“Beres…” ucapku terkekeh.

Sampai di Stasiun Gubeng, kami segera check-in. Setelah itu, kami pun naik Grab Car untuk makan malam di Tunjungan Plaza. Lagi-lagi, di sana aku yang membayar Ramen yang kami beli. Pak Setiawan ngomel-ngomel.

KUMPULAN CERITA PANAS by Roberto GonzalesWhere stories live. Discover now