Pernikahan

1.9K 351 18
                                    

Halo. Ketemu lagi sama Kia-Bagas. Cuz, baca sist😁

🌺🌺🌺

Resmi sudah status Azkia sebagai istri dari Bagas Dirgantara Utama. Senang? Jangan tanya lagi meskipun bahagia itu tidak sepenuhnya, sebab cinta suaminya belum ia genggam. Masih tergores nama lain di hati Bagas dan ia harus terima risikonya. 

Ranti, saudara jauh keluarga suaminya itulah yang menjalin hubungan dengan Bagas. Ia tahu, sebab pria tersebut yang memberitahunya. Namun, tak dijelaskan karena apa mereka berpisah, dirinya atau hal lain. 

Acara pernikahan mereka dihelat secara sederhana, mengundang tetangga terdekat, saudara, dan beberapa teman kerja hanya untuk menjadi saksi. Sebenarnya sahabat ibu sekaligus istri dari Pak Faris itu, ingin mengadakan secara meriah tapi Azkia menolak karena baginya yang penting sah di mata agama dan hukum.

Setelah semua tamu dan keluarga Bagas pulang, Azkia menunjukkan kamarnya pada pria berperawakan tinggi itu. Kamarnya tidak luas hanya berukuran tiga kali dua setengah meter. Hanya ada ranjang, rak buku empat susun di pojokan, dan lemari satu pintu di samping rak. 

"Mau mandi atau langsung istirahat?" tanya Azkia seraya melepas kain warna krem yang menutupi rambutnya lalu menggantung di gantungan khusus hijab.

"Boleh."

Gerakan tangan Azkia terhenti. Ia berbalik menatap Bagas. "Boleh apa?" Jawaban suaminya itu abu-abu. "Mandi atau istirahatnya?" ulangnya. 

"Istirahat." Bagas mengeluarkan kaus longgar dan celana pendek dari ransel yang ia bawa. Pria itu membuka kemeja putih di badan untuk ditukar dengan kaus longgar. Panas sekali rasanya, gumam Bagas dalam hati.
Pipi Azkia menghangat dan merah melihat tubuh suaminya ketika berganti baju. "Aku keluar dulu." 

Bagas mengiakan tanpa bertanya. Ia segera merebahkan tubuhnya di kasur melepas lelah setelah acara pernikahannya. Ia menghirup napas sambil menatap langit-langit kamar. Tak pernah ia bayangkan harus menjalani rumah tangga dengan wanita yang tak ia cintai. 

Bukan ia tak mengenal Azkia. Mereka beberapa kali bertemu atau lebih tepatnya ia dipaksa mengantarkan ibunya ke rumah Azkia agar lebih dekat, tapi Bagas tak bisa membohongi perasaannya jika ia tak memiliki rasa apa pun pada wanita yang kini menjadi istrinya. 

Bagas sempat mengajukan keberatan akan perjodohan itu sebab ia sudah memiliki calon. Ayah juga bundanya pun mengalah dan berencana untuk membatalkan perjodohan tersebut walaupun harus menahan malu.

Namun, takdir seolah berpihak pada Azkia, Ranti wanita yang ia cintai belum siap untuk menikah. Wanita itu masih ingin meniti karir dan belum ingin direpotkan oleh urusan rumah tangga. 

Bersamaan dengan hal itu, orangtuanya menanyakan kapan Bagas menikah mengingat usianya yang sudah cukup untuk berkomitmen. Ia tak memiliki jawaban pasti sebab wanita yang ia cintai juga tak memberi keputusan valid. Akhirnya setelah berbicara serius, mereka memutuskan untuk berpisah. 

Setelah perpisahan itu, Bagas tak langsung menjalin hubungan dengan Azkia. Ia masih belum mau menerima perjodohan itu, hingga ayahnya memberikan ultimatum, jika dalam waktu dekat ia belum membawa pasangannya, maka mau tidak mau Bagas harus menikah dengan Azkia. 

Lagi-lagi Bagas menghela napas. Tak ada yang salah dengan Azkia. Dia kalem, perhatian karena terlatih oleh keadaan, ramah, dan sopan dengan orang tua. Hal itu membuat Bagas tak perlu repot-repot untuk meminta bantuannya, sebab Azkia refleks melakukannya. 

Bagas langsung menutup matanya saat gendang pendengarannya menangkap suara pintu dibuka dari luar. Ia mencoba mengatur napas seperti orang tidur. 

Azkia masuk dan rasanya lebih segar setelah mandi dan mengganti baju pernikahannya tadi dengan daster panjang dan hijab instan. Azkia yang melihat suaminya tertidur berjalan sangat pelan seolah takut jika bunyi langkahnya mengganggu tidur Bagas

****

Tiga hari setelah menginap di rumah mertuanya, Bagas memboyong Azkia ke rumah minimalis yang ia beli jauh sebelum menikah. Rumah itu tidak besar tetapi cukup untuk mereka tinggali. "Ini kamarnya. Kamu bisa menata bajumu di lemari pintu ketiga dari tembok," terang Bagas sebelum merebahkan tubuhnya di kasur ukuran nomor dua. 

"Mas, mau makan dulu? Ibu tadi bawain kare ayam sama nasi. Kalau mau aku siapin dulu." 

"Boleh." 

Wanita berkerudung itu meletakkan tas besarnya dan keluar kamar untuk menyiapkan makanan yang dibawanya. Setelah siap, ia memanggil Bagas untuk makan. Kebetulan sekali alat masak dan makan sudah tersedia juga bersih. 

"Mas, besok aku sudah mulai kerja. Ndak apa-apa, kan?" 

"Iya. Naik motor atau gimana?" tanya Bagas. 

"Angkot mungkin Mas lebih irit." 

Bagas mengangguk. "Tapi kamu bisa pake motor, kan?" 

"Insyaallah bisa, Mas. Sebelumnya ada motor tapi dijual buat tambah modal Ibu jualan. Daripada Ibu ndak ada modal," jawabnya dengan tersenyum. 

Alis Bagas naik, agak heran dengan jawaban istrinya. "Bukannya Ayah membantu setiap bulannya? Apa itu kurang?" tutur Bagas. 

Wanita yang kini tanpa hijab itu sedikit bingung untuk menjawab pertanyaan Bagas. "Alhamdulillah cukup, Mas, tapi ... eum itu Bapak dulu pernah pinjam uang dari Pakde buat usaha tapi ditipu temannya. Jadi sebagian buat nyicil Pak De. Kemarin Pakde butuh uangnya semua buat masukin sekolah anaknya, jadi jual motor aja. Sisanya buat benerin rumah," cerita Azkia gamblang. 

"Besok aku antar, sekalian mau ke rumah Bunda." 

"Iya, Mas, makasih." Senyumnya mengembang walau mereka menikah tanpa cinta, setidaknya Bagas bersikap baik padanya. Satu harapannya, suatu saat nanti Bagas bisa menerima dirinya seutuhnya. 

TBC. 

Di Karyakarsa udah tamat, untuk ekstra part, masih aku ketik. Nggak pernah bosan aku bilang makasih banyak yang sudah mau menyisihkan sebagian rezekinya untuk buka kunci di KK. ♥️


Siapa Aku di Hatimu Where stories live. Discover now