2. Cakar Monyet / The Monkey's Paw (Bagian 2)

34 6 2
                                    

Penulis: W. W. Jacobs (1902)
Diterjemahkan oleh: A-Sanusi

Dalam cahaya terang matahari musim dingin keesokan paginya yang menyinari meja sarapan, ia menertawakan ketakutannya. Terdapat sekumpul udara segar menyehatkan di dalam ruangan yang tidak ada di malam sebelumnya, dan cakar kecil kotor dan keriput itu diletakkan di samping meja secara serampangan karena tidak ada yang percaya akan kekuatannya.

"Tampaknya semua prajurit sama saja," ucap Nyonya White. "Kenapa kita mendengarkan cerita omong kosong seperti itu! Bagaimana mungkin permintaan-permintaan akan dikabulkan di jaman sekarang? Dan jika benar-benar bisa, bagaimana mungkin dua ratus pound bisa melukaimu, Yah?"

"Mungkin uangnya jatuh dari langit dan menimpa kepala Ayah," kata Herbert asal-asalan.

"Morris bilang hal tersaebut akan terjadi dengan cara yang masuk akal," ucap sang ayah, "sehingga jika kau mau, kau bisa menganggapnya sebagai kebetulan."

"Kalau begitu jangan habiskan uang itu sebelum aku kembali." Kata Herbert sementara ia beranjak dari meja. "Aku takut Ayah akan menjadi laki-laki jahat yang kikir, dan kita harus menendang Ayah keluar dari keluarga."

Sang ibu tertawa, kemudian mengantarnya sampai ke depan pintu dan melihatnya pergi berjalan; dan kembali menuju meja sarapan, amat senang akan rasa mudah percaya suaminya. Kepercayaan itu tak mencegahnya segera mendekati pintu ketika tukang pos mengetuk, juga tak mencegahnya menunjuk kebiasaan mabuk Sersan Mayor yang hampir pensiun ketika dia tahu bahwa si tukang pos membawa tagihan dari seorang penjahit.

"Herbert akan memberikan lebih banyak komentar lucu, kuharap, ketika ia pulang," ucap Nyonya White ketika ia duduk untuk makan malam.

"Pasti," balas Tuan White, menuangkan sedikit bir pada gelasnya; "Tetapi aku berani bersumpah jika benda itu benar-benar bergerak di tanganku."

"Itu hanya perasaanmu saja," balas wanita tua itu dengan lembut.

"Aku bilang hal itu benar-benar terjadi," tukas sang suami. "Itu bukan imajinasi; Aku hanya harus –ada apa?"

Istrinya tak menjawab. Ia memperhatikan gerakan misterius seorang pria di luar sana, yang memandang ke arah rumah mereka dengan ragu-ragu, tampak sedang berpikir untuk masuk. Dalam pikiran mengenai dua ratus pound itu, sang wanita sadar bahwa si orang asing juga berpakaian rapi serta mengenakan topi sutra baru yang berkilauan. Tiga kali pria itu berhenti di pagar, kemudian berjalan lagi. Pada kali keempat, ia berdiri dan meletakkan tangannya ke atas pagar, dan secara tiba-tiba, pria itu membukanya, kemudian berjalan. Pada saat yang sama, Nyonya White meletakkan tangan ke belakang, dan membuka tali celemeknya dengan tergesa-gesa, menaruh pakaian berguna tersebut di bawah bantal kursinya.

Wanita itu mempersilakan si orang asing untuk masuk, yang terlihat sedikit canggung, ke dalam ruangan. Pria itu menatap sang wanita dengan cepat, dan sibuk mendengarkannya ketika wanita tua itu meminta maaf atas ruangan yang berantakan, serta mantel suaminya, pakaian yang biasa suaminya gunakan untuk berkebun. Kemudian, wanita itu menunggu dengan sabar, meminta izin mempertanyakan maksud kedatangan si orang asing. Namun, pada awalnya pria itu terdiam tak wajar.

"Aku— diminta untuk mendatangi kalian," kata pria itu, pada akhirnya, seraya membungkuk dan mengambil sepotong kapas dari celana panjangnya. "Aku datang dari 'Maw and Meggins'."

Sang wanita tua mulai berbicara. "Apa yang terjadi?" ia bertanya terengah-engah. "Ada sesuatu yang terjadi pada Herbert? Apa itu? Apa itu?"

Suaminya menyela. "Tenang, Mah," katanya dengan tergesa-gesa. "Duduklah, dan jangan langsung membuat kesimpulan. "Aku yakin, Tuan, Kau tidak datang untuk membawa berita buruk," lelaki tua itu memandang penuh harap.

"Aku turut berduka cita—" mulai sang tamu.

"Apakah ia terluka?" Pintu sang Ibu dengan liar.

Sang tamu membungkuk mengiyakan. "Terluka parah," katanya dengan tenang, "tetapi dia tidak kesakitan."

"Oh, terima kasih, Tuhan!" kata si wanita tua, sambil merapatkan kedua tangannya. "Terima kasih atas itu, Tuhan! Terima—"

Namun, wanita itu terdiam ketika makna tersirat lain jatuh ke dalam pemikirannya, dan ketakutannya dalam ekspresi wajah yang orang-orang hindari terkonfirmasi. Wanita itu terengah-engah, dan memalingkan diri pada suaminya yang sedikit lamban untuk menyingkap makna tersirat kalimat itu, kemudian menaruh lengannya yang gemetar di atas tangan suaminya. Keheningan panjang terjadi.

"Herbert terperangkap dalam mesin," ucap sang tamu dengan nada rendah.

"Terperangkap dalam mesin," ulang Tuan White, kebingungan, "ya."

Tuan White duduk termenung menatap jendela, dan menaruh lengan istrinya di antara kedua lengannya, meremasnya seperti yang biasa ia lakukan di masa pacaran hampir empat puluh tahun lalu.

"Dia satu-satunya yang kami punya," ucap lelaki itu, membalikkan badan pada sang tamu secara perlahan. "Sulit untuk diterima."

Sang tamu terbatuk, kemudian berdiri, dan berjalan perlahan ke arah jendela. "Perusahaan memintaku menyampaikan rasa bela sungkawa atas kehilangannya," katanya, tanpa melihat sekitar. "Aku harap kau mengerti bahwa aku hanyalah pekerja dan hanya mengikuti perintah mereka."

Tak ada balasan; wajah wanita tua itu menjadi pucat, matanya menatap kosong, dan napasnya tak terdengar; di wajah suaminya terdapat ekspresi yang mungkin saja teman sersannya miliki saat ia meminta permohonan pertamanya.

"Aku ingin menyampaikan bahwa Maw dan Meggins menyangkal tanggung jawab mereka," lanjut sang tamu. "Mereka tidak mengakui adanya tanggung jawab sama sekali, tetapi dengan mempertimbangkan jasa anakmu, mereka ingin memberikanmu sejumlah uang sebagai kompensasi."

Tuan White menurunkan lengan istrinya, dan bangkit berdiri dengan kedua kakinya, menatap ketakutan ke arah sang tamu. Mulut keringnya merajut kata, "Seberapa banyak?"

"Dua ratus pound," adalah jawabannya.

Tak sadar akan jeritan istrinya, lelaki tua itu tersenyum samar, mengulurkan lengannya seperti orang buta, dan terjatuh, roboh tak berdaya, ke atas lantai.

Kumpulan Cerpen TerjemahanWhere stories live. Discover now