Satu

353 21 0
                                    

9th May 2016

Bagaimana perasaanmu ketika melihat ternyata orang yang sangat kau cintai benar-benar telah menjadi milikmu seutuhnya? Aku yakin, perasaan kalian akan sama seperti perasaanku sekarang. Dadamu berdebar-debar dan perutmu seakan-akan ada yang menggelitik. Aku tidak pernah menyangka efek pernikahan akan sebegini parahnya. Bukan berarti sebelum menikah aku tidak merasakannya, tapi perasaan ini lebih hebat dari itu, seakan-akan tidak ada lagi hal yang tidak bisa kau hadapi di dunia ini.

Tadi, ketika aku mendengarnya melafalkan namaku, tiba-tiba saja dadaku sesak dan aku tidak bisa menahan air mataku. Untung saja aku bisa segera mengendalikan diri. Aku tidak mau kalau di hari pernikahanku wajahku jelek. Oh, lagipula siapapun pasti ingin menjadi yang tercantik di hari pernikahannya sendiri, bukan?

Aku melihat suamiku, Arsenio Chandra, sedang tertidur pulas. Wajahnya terlihat damai, padahal kami... baiklah, aku tidak bisa mengatakan itu. Rasanya masih aneh. Kupikir, kami akan langsung tidur mengingat resepsi tadi sangat melelahkan. Berdiri dari jam 12 siang sampai jam 8 malam benar-benar membuatku merasa kehilangan kakiku. Karena itu, ketika kami sudah terbebas dan dipersilahkan kembali ke kamar kami, aku memutuskan untuk mandi dan segera beristirahat. Sayangnya, Arsen tidak satu pemikiran denganku.

"Saya tahu kamu belum tidur," bisiknya ketika dia mendapatiku sudah terbaring dengan selimut menutupi kepalaku. Jujur saja, walaupun aku lelah, aku tetap tidak bisa mengistirahatkan mataku karena aku tahu kalau mulai dari malam ini, aku tidak akan tidur sendiri lagi.

Aku membuka sedikit selimut yang menutupi wajahku kemudian segera menariknya lagi menutupi kepalaku. Jangan salahkan aku karena dia benar-benar terlalu dekat dengan wajahku. Maksudku, aku tidak pernah melihatnya sedekat itu. Ketika kami pacaran saja, yang dia lakukan adalah menggenggam tanganku tanpa melakukan kontak fisik lain. Sweet, bukan? Dia benar-benar menjagaku.

Aku merasakan dia mengusap kepalaku lembut kemudian menarik selimut yang menutupi wajahku. Dia tersenyum lembut. Senyuman yang tidak akan pernah kulupakan. Dia jarang tersenyum, by the way.

"Eum... kenapa, Mas?" Sebut saja aku bodoh; lagipula, siapa yang tidak akan bodoh ketika ada seseorang yang menatapmu penuh gairah?

Dia mengusap pipiku lembut seakan-akan wajahku adalah porselen yang mudah pecah. Tiba-tiba saja ada gelenyar aneh pada tubuhku, dan jangan tanyakan bagaimana merahnya pipiku saat itu.

Aku tidak tahu siapa yang memulai, tapi tiba-tiba saja kami sudah berciuman. Ciuman pertamaku dan juga ciuman pertamanya. Kalau kau bertanya-tanya dari mana aku tahu, mama Arsen yang mengatakan padaku kalau Arsen belum pernah pacaran seumur hidupnya.

Aku mengerang ketika dia mulai menciumi leherku dan seluruh tubuhku. Aku bahkan tidak sadar kalau... baiklah, aku tidak bisa menuliskan lebih dari ini. Membayangkannya lagi saja sudah membuat pipiku sudah memerah, apalagi jika aku menuliskannya. Tapi, satu hal yang bisa kuberi tahu bahwa, setelah malam ini, aku merasa aku sudah menjadi wanita seutuhnya.

Aku menatap lagi suamiku yang tertidur pulas dan aku yakin kalau aku harus segera pergi ke psikiater karena aku tidak bisa berhenti tersenyum.

Eargh... sepertinya aku harus segera tidur sebelum aku benar-benar menjadi gila.

I love you too Arsenio Chandra :-*


***


The Chronicle of usWhere stories live. Discover now