5. Kontrasepsi

134 18 0
                                    

Sebasta kalut karena reaksi yang istrinya berikan. Tidak pernah dalam lima tahun belakangan Elira tidak membalas kata cintanya. Perempuan itu bahkan lebih aktif untuk mengucapkan kata-kata manis yang seringnya membuat Sebasta gemas dan berakhir menciumi wajah sang istri. Namun, semalam adalah pengecualian. Sebasta juga tahu bahwa Elira menangis di kamar mandi setelah percintaan mereka. Sungguh Sebasta merasa menjadi bajingan akut karena reaksi yang istrinya tunjukkan.

Sebasta tidak bohong mengenai perasaannya pada Elira. Namun, karena pandangan perempuan itu sudah berubah, maka semua kejujuran tidak lebih dari dusta saja bagi Elira.

"Nah, gitu!" seru Ermina yang mengejutkan Sebasta juga Elira di meja makan. "Pagi-pagi sudah basah kepalanya, jadi Ibu nggak perlu khawatir sama kondisi rumah tangga kalian."

Bagi Ermina jika pasangan suami istri masih bisa berhubungan intim, tandanya akan membaik. Namun, bagi Sebasta tidak demikian. Sebab ekspresi Elira masih sama cueknya sejak semalam. Guling yang ditaruh di tengah ranjang menunjukkan betapa perempuan itu tidak terpengaruh dengan kegiatan intim mereka.

"Kenapa Ibu cemas? Harusnya nggak ada yang bisa bikin Ibu cemas. Kan, hubungan kami baik-baik aja."

Sebasta yang mendengar itu melirik pada sang istri yang tidak menatapnya sama sekali. Elira terlihat sibuk menyendok sarapannya.

"Jenis ngidamnya kamu itu termasuk yang aneh, El. Perempuan hamil biasanya suka deket-deket suaminya, manja-manja. Tapi kasusmu ini beda. Kamu malah nggak mau lihat suamimu."

"Bu, kalo aku bener-bener nggak mau lihat Mas Bas, semalem aku akan gedor pintu sekeras mungkin, kalo bisa sampai tetangga denger supaya aku nggak di satu kamar sama Mas Bas. Tapi buktinya nggak, kan? Itu artinya hormon hamilku ini masih bisa diajak kompromi."

"Itu masih termasuk terpaksa. Ibu nggak mau hanya karena suasana hatimu selama hamil, hubungan kalian malah merenggang beneran."

"Merenggang apanya? Ibu sendiri yang tadi bilang udah tenang karena lihat rambut kami pagi-pagi begini basah. Ibu harusnya seneng dan nggak perlu ungkit-ungkit lagi soal apa pun. Kalo Ibu memang dukung hubunganku dan Mas Bas, bersikap santailah. Nggak perlu keliatan selalu cemas, Bu."

Ermina berdecak, dan Sebasta bisa merasakan sesuatu yang mengarah pada perdebatan antara istrinya dan sang ibu. Jika diteruskan, Elira mungkin akan mengeluarkan kata-kata yang lebih parah. Bisa saja Elira merasa menyesal jika tidak dihentikan.

"Sudah, Bu, El. Kita makan dengan tenang. Bu, saya pastikan kami baik-baik saja. Elira hanya sedang kebingungan menghadapi dirinya sendiri yang mengalami banyak perubahan."

Sekali lagi Sebasta melirik istrinya, tapi tetap tidak ada reaksi berarti. Elira malah kedapatan memutar bola matanya dengan malas. Sebasta hanya bisa bersabar. Bagaimana pun, memang dia yang salah menyebabkan masalah hati berangsur kacau.

Setelah makan pagi usai dan ibu mertua Sebasta berangkat menuju peternakan dan pabrik tahu. Sebasta mendapati istrinya tengah bersiap-siap entah akan pergi kemana.

"Kamu mau ke mana?" tanya Sebasta.

Suami mana yang bisa menahan diri untuk mengetahui kemana perginya istri mereka? Sebelum semua ini terjadi, Elira juga tipe pasangan yang selalu memberikan kabar pada Sebasta. Bukan yang asal menyelonong pergi tanpa izin suami.

"Pasang kontrasepsi."

Jawaban Elira yang begitu tegas dan singkat membuat Sebasta mendadak kaku. "Buat apa??" balas Sebasta panik.

"Aku nggak bersedia punya anak dengan kamu, Mas. Apalagi kondisi kita yang seperti ini."

Sebasta mendekati Elira, tapi perempuan itu langsung memberikan gestur tak mau disentuh. Sebasta tidak ingin memaksa. Dia tidak ingin mendengar istrinya menangis lagi seperti semalam.

"Buat apa, Elira?? Selama lima tahun belakangan ini kamu nggak pernah mau melakukannya. Aku yang mengalah melakukan proteksi karena aku yang semula minta tunda. Kamu nggak akan mengorbankan rahim kamu karena hal yang bisa kita perbaiki, kan?"

"Nggak ada jaminan bahwa kita bisa memperbaiki semuanya. Aku terlanjur kecewa. Kamu berubah pikiran dengan menginginkan anak, dan aku juga. Bedanya, aku nggak lagi ingin memiliki anak dengan kamu."

Sebasta merasa begitu kebingungan menghadapi istrinya yang sekarang menjadi lebih keras kepala. Sejujurnya Sebasta juga kebingungan untuk menahan keinginan Elira menggunakan kontrasepsi yang akan semakin menyulitkan posisinya sebagai suami.

"Oke. Kamu bisa pakai kontrasepsi, tapi kita pastikan dulu apakah kamu hamil atau nggak."

[Full version bisa langsung mampir ke Karyakarsa kataromchick. 😍]

DUSTA DIBALIK HUJAN / TAMATWhere stories live. Discover now