Bagian 11

1.5K 89 4
                                    


Seperti adegan-adegan di film romansa, dimana pasangan yang baru bertemu setelah sekian lamanya, sama-sama berlari mendekat, memeluk pasangannya dengan erat.

Itulah yang Arsen dan Ceseli lakukan. Arsen memeluk perempuan itu erat, seperti tak ingin melepaskannya.

(Anggap ini malam ya!)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


(Anggap ini malam ya!)

Malam itu, Arsen memilih egois. Ia tidak bisa melupakan begitu saja perasaannya. Ia lebih memilih menarik Ceseli dalam hidupnya. Menjadikan Ceseli miliknya seutuhnya, bukan sebagai adik, tapi sebagai kekasih.

"Persetan dengan kenyataan! Takdir telah mempermainkan kita! Dan ini saatnya, kita mempermainkan takdir!"

Arsen akan merahasiakan kenyataan, sampai Ceseli terjatuh sedalam-dalamnya pada Arsen. Ia akan membuat Ceseli mencintainya. Itulah tekad Arsen mulai detik ini.

Arsen tidak ingin mencintai sendirian.


"Arsen, apa aku sudah boleh kembali ke istana?"

Mendengar suara Ceseli, Arsen melepaskan pelukannya. Menatap manik mata Ceseli, Arsen mengangguk "iya! Aku akan membawamu kembali! Aku tidak akan membiarkanmu sendirian lagi! Maaf... "

Ceseli menggeleng. "Bukan salahmu Arsen! ini salahku sendiri, aku tidak bisa membunuh" air mata Ceseli kembali menetes.

Dengan sigap, Arsen menghapusnya. "Jangan nangis! Itu bukan salahmu! Mereka yang salah!" kata Arsen meyakinkan, agar Ceseli tidak menangis lagi.

Ceseli mengangguk "ayo kita pulang"

Arsen menggemgam tangan Ceseli erat. Menuntunnya mendekati kudanya.

"Tunggu Arsen!"

Arsen berhenti, menoleh dengan satu alis terangkat.

"Kelinciku... Bolehkah aku membawanya?" tanyanya memohon kepada Arsen.

Arsen mengangguk, ia gemas dengan tingkah Ceseli yang berlari mengambil kelinci hitamnya dengan senyuman lebar.

"Ayo piyo! Kita pulang!" soraknya senang, berlari menghampiri Arsen.




______________




"Diam kau Alice!"

Kalisa menghunuskan pedangnya ke lehar Alice. Ia tidak bisa menahan amarahnya saat tau kalau adiknya belum kembali dari hutan. Padahal ini sudah malam. Dengan cepat, ia menghampiri Alice, yang sedang tertawa bahagia bersama para putri lainnya. Padahal awal mula masalah berawal darinya.

"Kalisa! Apa yang kau lakukan?" Alice syok dengan wajah takut. Apalagi saat pedang tajam itu menyentuh kulit lehernya.

Para Putri lainnya memekik kaget. Tapi mereka tidak melakukan apa-apa.

Transmigrasi CassaWhere stories live. Discover now