03 - Une Âme Brisée

Mulai dari awal
                                    

"Jabraan," jawab Yuna. "Emang ada yang lain lagi?"

"Nggak, sih. Ngetes aja, siapa tahu kamu lupa namanya," ledek Shaqila, membuat Yuna memutar kedua bola matanya malas.

"Kalau mau bilang makasih, langsung aja, Na."

"Kalau bisa lewat kamu, ngapain repot bilang langsung?"

"Kalau bisa ngomong sendiri, ngapain ngerepotin orang?"

"Fine ...." Yuna menghela napas dan menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Aku harus hubungin atau samperin ke mana untuk bisa bilang makasih ke adik kamu?"

"Nanti ya, aku tanya dulu orangnya bolehin apa enggak kalau nomornya dikasih ke kamu." Shaqila menahan tawanya, sementara lawan bicaranya terlihat acuh tak acuh.

"Bercanda. He's crazy about you. Kalau sampai dia tahu kamu yang minta nomornya, bisa-bisa dia langsung datangin Daniel Caesar buat nyanyiin lagu cinta di depan kamu."

"Separah itu?"

"Enggak, sih."

"Adik kamu sengasal kamu nggak, Sha?"

"Duh, we have the same blood streaming through our veins."

"Okay."

"Tapi masalah he's crazy about you, nggak sepenuhnya salah. Hampir benar malah."

"Nggak usah ngaco,"

"Percaya, deh."

"Harapan kamu, aku harus berbuat apa setelah tahu informasi ini?"

"Mau lebih kenal dia?" Shaqila mengendikkan bahunya.

"Masih kecil nggak sih dia?"

"Masayu Ilana, he's thirty." Mata Shaqila membelalak karena pertanyaan Yuna barusan.

"Oh, ya?"

"Emang kamu pikir, kita sekarang umur berapa?"

Yuna tertegun karena tiba-tiba sadar kalau definisi kata adik di usianya yang sekarang sudah tidak menggambarkan usia yang kecil. "Banyak," jawabnya akhirnya.

Shaqila terkekeh. "Benaran, deh, Na. Menurutku, kamu itu kurang liburan."

"Mungkin."

"Oh, please." Shaqila tertawa miris. Tak seperti Yuna, Shaqila setidaknya punya hobi dan tahu kapan harus cuti. Perempuan itu suka memancing. Dia paham jenis-jenis umpan yang bagus, senar pancing kualitas tinggi, hingga perilaku ikan yang diincar. Biasanya kalau tidak menyewa kru pribadi untuk mancing di sekitaran Pulau Seribu, Shaqila melipir ke vila milik kakeknya di Bogor yang di area belakangnya terdapat danau luas dan berisi banyak ikan air tawar.

Saking jarangnya Yuna cuti, Shaqila sampai beberapa kali mengajaknya untuk ikut mancing, padahal kegiatan itu biasanya selalu dia jadikan pelarian dan dilakukan sendiri-kecuali ada kru kapal saat harus ke laut. Tapi tetap saja Yuna menolak. Sampai sekarang Shaqila cuma tahu kalau Yuna beberapa kali staycation, but that's it.

"Tapi serius deh, kamu oke kan?" Shaqila terlihat khawatir. Suaranya memelan agar perbincangan ini tidak didengar meja sebelah. "Hampir setahun dari-you know."

"Aku oke. Selama aku nggak lihat mukanya. Kalau lihat, bawaannya mau nonjok aja. Ada alasannya kenapa aku ambil kelas muay-thai."

Shaqila terbahak. "Kalau suatu saat aku ketemu dia, nih, kamu mau kalau aku tonjok mukanya?"

"Nggak usah, I don't do musuhmu-musuhku shit. Kan kita bukan geng Cinta."

"Referensi kamu tua!" Shaqila tertawa lepas.

Three Words TheoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang