11

6 0 0
                                    

Setelah drama Ehan dan Carel tadi, berakhirlah Ehan yang diinfus selama delapan jam juga Carel yang tidur disampingnya.

"Rell" panggil Ehan sangat pelan dengan pandangan kosong ke atap-atap kamar.

"Hmm" balas Carel dengan mata terpejamnya.

"Capek banget rasanya" ucapnya diikuti helaan napas panjang arti dari lelahnya. Carel yang mendengar itu mengalihkan matanya menatap Ehan.

'Gua juga Han...' balas Carel yang tentu hanya di dalam hatinya, Carel tidak mau membuat Ehan mengkhawatirkan dirinya untuk sekarang.

"Capek ya istirahat Han. Don't force yourself. Itukan yang selalu lo bilang ke gua" balas Carel mengalihkan pandangannya ke hadapan Ehan.

"Hehe kapan ya Rel gua bisa akhirin semua ini?"
"Apa iya gua harus mati dulu?" ucap Ehan yang langsung mendapat jitakan dari Carel.

"Gua bilang istirahat malah mikir mati" dengus Carel.

"Hhhhh capek Rel seriuss ga bohong gua mah"

"Huft gua ga tahu masalah lo apa, tapi iya gua tahu lo capek. Dan mending sekarang lo tidur, istirahatin pikiran lo. Jangan kayak gini, kasihan tubuh lo" ucap Carel final, tapi tidak dengan Ehan.

"Mereka gapernah harapin gua hidup Rel, dari gua bayi gua cuma sama baby sister baru ketemu oma waktu umur delapan tahun. Waktu gua sakit pun mereka gamau peduli. Bagi mereka gua ini cuma kesalahan, bagi mereka gua itu cuma alat yang bakal nerusin perusahaan mereka. Mereka selalu ribut Rel sama kayak bonyok lo. Tapi lo tahu Rel yang bikin lebih sakit itu waktu mereka ribut cuma karena ngributin gua harus nerusin perusahaan siapa tanpa adanya perhatian yang mereka kasih ke gua" Carel sedikit terkejut mendengar Ehan tiba-tiba cerita tentang keluarganya.

"Lo tahu kan di rumah ini kalau ada bokap pasti gaada nyokap, begitupun sebaliknya. Itu karena mereka memang gapernah cocok Rel. Setiap ketemu mereka selalu cekcok. Kalau boleh jujur gua takut Rel, gua yakin lo juga tahu rasanya itu kan. Gua pernah minta mereka buat cerai, tapi lo tahu apa jawabannya?" Tanya Ehan menatap balik mata Carel yang sedang memperhatikannya.

"Mereka bilang, gua sampah Rel. Mereka bilang gua gatau berterima kasih, padahal nyatanya gua tahu mereka gamau cerai karena tahu kalau perusahaan tambang besar yang sekarang Papa pegang masih atas nama Opa dan bakalan jatuh ditangan gua, mereka butuhin gua buat itu, selain itu juga karena citra publik, lo tahu sebahagia apa keluarga gua di luar sana. Itu semua fake Rel, senyum gua disana itu cuma paksaan, kebahagian yang terlihat itu semua palsu" ucap Ehan dengan nada getar di akhir.

"Papa sana Mama selalu nuntut gua Rel, gua harus menjadi sempurna di mata mereka. Gua ga boleh melakukan kesalahan sekecil apapun. Gua capek sama semua itu, sekarang oma sama opa pergi Rel. Gua sendiri Rel, gua sendiri yang buat mereka pergi, gua jahat Rel gua udah sakitin mereka" lanjutnya dengan suara bergetar dan tangan yang berusaha ia sembunyikan karena bergetar hebat juga menahan dadanya yang terasa sangat sesak.

"Hiikss" tangisan Ehan pecah ketika Carel mendekat, memeluknya dengan sangat erat.

🌕🌕🌕

Ehan membuka matanya saat merasa suara berisik masuk kedalam telinganya. Hembusan lega keluar dari mulut Ehan melihat infus ditangannya sudah dilepas. Dengan langkah yang masih lemas Ehan memutuskan membersihkan dirinya di kamar mandi. Ehan tersenyum menatap penampilannya yang meskipun sedikit terlihat pucat dengan mata sembab namun sudah tidak se kacau tadi.

Ehan keluar dari kamar mandi dengan kondisi yang lebih segar, meski rasa pusing dan sakit di perutnya masih terasa rasa mual juga sesaknya sudah menghilang. Ehan bersyukur akan hal itu. Melangkahkan kakinya menuju almari dan memakai sweeter tebalnya Ehan memutuskan turun ke bawah menghampiri suara berisik yang sedari tadi tidak juga berhenti.

NothingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang