A New Chapter

9.5K 1K 197
                                    

Laras.

"Pulang, Bu?"

Gue baru saja keluar dari ruangan gue waktu Helen—salah satu asisten pribadi gue di Chomiere Pastry—menyapa gue dengan senyum lebarnya. Senyum yang bermakna banyak, salah satunya kelegaan karena menemukan gue keluar dari ruangan sebelum jam 7 malam di mana sudah bisa dipastikan kalau dia nggak akan lembur hari ini.

Kepala gue mengangguk, "Iya. Saya duluan, ya," kata gue, berjalan lebih dulu ke depan lift.

Tanpa menunggu respons Helen, gue langsung melanjutkan langkah karena perlu cepat-cepat turun duluan ke lobby karena—

"Ke sini juga jarang, Pak. Bisa diitung pakai jari!"

"Terus?"

—ini maksud gue tadi, kalau nggak cepat-cepat turun ke lobby sudah pasti Hestamma akan menyusul gue ke atas—ke kantor Chomiere Pastry—dan dia akan dibuat terganggu karena permintaan-permintaan nyeleneh staf-staf gue yang nggak ada takut-takutnya sama Hestamma.

"Ya, bagilah sedikit rejeki ke kami-kami ini, Pak—"

"Tsk, pulang sana." Sambil bersandar di samping dinding depan lift, Hestamma melipat kedua tangan di dadanya, menatap datar ke staf laki-laki yang bergerombol di depannya.

Sumpah, kalau gue jadi mereka, daripada minta jajan ke Hestamma sekaligus senam jantung karena berhadapan dengan pria super nggak ramah seperti dia, mending gue langsung pulang—pura-pura nggak ngeliat atau nggak kenal sekalian.

Bermula dari Hestamma yang sering menjemput gue dan langsung naik ke lantai 11 lah—tempat kantor Chomiere Pastry berada—yang membuat hampir seluruh staf-staf di sini mengenal dekat pria cuek itu.

Ya, setelah Johan resmi ditahan, gue dan Hestamma sudah nggak lagi menyembunyikan hubungan kami di depan umum—lebih tepatnya cuma ke tempat kami bekerja, sih. Kalau yang lain, gue dan Hestamma masih harus pikir-pikir lagi untuk kelihatan bersama tanpa ada gosip yang akan keluar nantinya.

Balik ke kedekatan Hestamma dan staf-staf gue—sebenernya, rada aneh untuk menyebut hubungan mereka sebagai hubungan yang dekat karena yang merasa akrab cuma staf-staf gue aja sementara Hestamma... tau sendiri, lah, ya? Dia cuma berdecak kalau gue goda soal dia yang mulai akrab dengan staf-staf Chomiere Pastry.

Akhir-akhir ini, gue sering lembur dan hal itu tentu membuat Hestamma—yang ngotot mau menjemput gue selagi bisa—juga makin lama nunggu gue pulang. Sampai suatu malam—di mana gue memang harus lembur—gue menemukan Hestamma sedang mengobrol—atau tepatnya dia yang mendengarkan—cerita para staf-staf di sini.

"Lah, kalau jahat, sih, kita udah diusir, Bu. Tiap kali kita datengin, Bapak cuma diem aja—mau dengerin cerita kita."

Itu yang dibilang Farid—salah satu staf marketing yang sering menyapa Hestamma kalau kebetulan pria itu menjemput gue di kantor—waktu gue tanya kenapa mereka masih mau ngobrol sama Hestamma, meski yang mereka dapat cuma raut dingin, kadang malas, kadang masam, kadang kelelahan dari Hestamma.

"Bapak sering kasih traktiran, Bu, meskipun keliatan cuek begitu." Ini pengakuan dari staf lain waktu gue kasih pertanyaan yang sama tentang kenapa mereka masih mau ketemu Hestamma.

Karena memang mereka aji mumpung karena Hestamma memang sering memberikan mereka uang jajan atau bahkan traktiran makan, atau memang karena hubungan mereka sudah dekat, akhir-akhir ini malah gue yang dibuat menunggu Hestamma yang masih harus meladeni staf-staf gue itu.

Contohnya, ya, seperti sekarang ini.

Daripada mengganggu dan membuat gue ikut terjebak di tengah keramaian di depan sana, gue lebih memilih menunggu seperti biasanya—bersandar di samping dinding di samping ruang accounting dengan kedua tangan terlipat di depan dada, memperhatikan Hestamma yang cuma bisa diam saja diberondong banyak sahutan.

WEARING A CAT ON OUR HEADS (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang