Fight Tooth And Nail

7.4K 1.1K 177
                                    

Hestamma.



"I'm sorry for troubling you."

Setelah hening yang cukup lama begitu gue memarkirkan mobil Hatalla yang gue pinjam di basement apartemen Laras, akhirnya gue bisa mendengarkan suara wanita itu lagi—yang normal—bukan yang terputus-putus karena suara tangisnya.

"You don't concern me in the least. Stop acting as though you're making a huge deal—"

"Isn't that how it goes?" Untuk pertama kalinya—sejak tadi gue menemukannya keluar dari ballroom—Laras berani meluruskan tatapannya ke gue.

First and foremost, I must relax. Don't let your emotions get the best of you, Tam. Gue harus ingat kalau keadaan Laras saat ini yang terbawa emosi perlu untuk ditenangkan.

Gue menghela napas panjang, mencoba untuk menenangkan diri gue sendiri terlebih dulu sebelum gue menatap Laras yang kini menundukkan kepalanya dalam.

"Kamu begini karena apa, Dek Ayu?" No one knows how much I miss calling her this... "Karena perlakuan Ibu tadi?" tanya gue, ikut merasa sedih karena harus mengingat apa yang gue liat tadi di ballroom.

Jujur, gue juga sama kagetnya. I wasn't expecting Ibu to handle Laras in this manner. Ini memang ada kaitannya dengan pilihan gue untuk membantu Laras dan membuat masalah dengan keluarga Prastajaja, but I assumed Ibu, who appeared to appreciate Laras earlier, would accept my decision.

Surprisingly, the person I thought was going to put a knife through my body—in the truest sense—in fact seemed to just give in and couldn't help but support my choice. Ya, gue membahas soal Ayah. Sejak tau perasaan gue yang terpendam ke Laras, Ayah menjadi satu-satunya orang yang begitu sensitif jika ada orang di sekitar kami yang menyebut nama gue dan Laras dalam satu kalimat. That's how serious it is. But, despite his principle of not wanting his family to connect directly with the Prastajaja family, he can't help but see and support me now.

Setelah berhasil membuat Ayah satu jalan dengan gue, gue malah harus berurusan dengan Ibu yang keliatan nggak setuju dengan keputusan gue itu. Setelah tahu rencana gue—yang kemungkinan besar dia ketahui dari Ayah—Ibu terang-terangan mengabaikan gue.

Perhaps she dislikes the notion that I have to do this because of Laras. Karena sejak dulu—sejak tau kalau gue menyukai Laras dan saat itu Laras sudah bertunangan—Ibu seringkali mengatakan kalau gue harus menyerah atas Laras meski dia begitu menyukai wanita muda itu.

Gue menyandarkan salah satu lengan tangan gue di atas kemudi, sementara tubuh gue menghadap ke arah Laras sepenuhnya.

Nggak ada jawaban juga pergerakan yang diberikan Laras. Tubuh wanita itu sempat terperanjat terkejut, mungkin karena gue bisa menebak dengan benar alasan kesedihannya kali ini.

"Bener? Kamu begini karena perlakuan Ibu tadi, 'kan, Dek Ayu?" Gue berusaha melembutkan nada suara gue, mencoba menarik perhatian Laras agar mau menjawab pertanyaan gue dengan jujur.

Laras keliatan menghela napasnya berat, "I'd be lying if I answered no, wouldn't I?" Ada senyum tipis yang wanita itu ulas, walaupun singkat. "Sebelumnya aku nggak pernah diperlakukan begitu sama Ibu. But after what happened to my family, it's hard for me to ask to be treated the same as before, especially because Ibu Kinara is fiercely protective of her family's reputation. Being close to me will undoubtedly have a negative impact on your family and—"

"Stop right there." Gue menyela ucapan Laras cepat. "Don't say anything, and don't go any further," kata gue bersamaan dengan Laras yang kembali mengangkat kepala dan mengarahkan tatapannya ke gue. "Don't say something you're not sure is true. Don't let us squabble over topics we can genuinely talk about and debate intelligently. Do you know who my mother is? Has she ever treated anyone like you have just described?" Gue sangat mengusahakan untuk nggak menaikkan nada bicara gue.

WEARING A CAT ON OUR HEADS (COMPLETED)Where stories live. Discover now