Plan For The Unplanned

5.6K 1K 194
                                    

Laras.

Okay... let's consider the worst-case scenario that might happen in Monaco today.

Dengan masalah yang datang bertubi-tubi ini, sangat memungkinkan buat keluarga Hestamma—utamanya Ibu Kinara—untuk menyingkirkan gue dari kehidupan anaknya yang mendadak gue buat berantakan.

Berarti, gue harus menyiapkan beberapa jawaban yang akan gue berikan nanti di depan keluarga Hestamma.

"Maaf, tapi saya menolak berpisah dengan Hestamma. Saya sudah lama menyimpan rasa ke Hestamma, dan kami berdua percaya diri kalau hubungan yang kami jalan saat ini akan berhasil."

Begitu?

Atau begini, "Masalah-masalah yang sedang saya hadapi sekarang memang banyak, beberapa bahkan ikut menyeret keluarga besar Hestamma. Saya minta maaf sebesar-besarnya soal itu, tapi untuk dipisahkan dengan Hestamma—bisa saya minta kesempatan kedua? Saya sudah menjanjikan untuk bisa memantaskan diri. Saya akan datang ke keluarga ini begitu semua masalah saya terselesaikan—saya akan datang secara pantas."

Okay, the second one is quite good. Nggak terlalu merendah, tapi tetap terdengar percaya diri.

Everything is in place for now!

"Menikah."

"Masalah-masalah yang sedang saya hadapi sekarang memang banyak, beberapa bahkan ikut menyeret—" What comes next? What should I say next? Apanya yang lo seret, Ras? "—Saya minta maaf sebesar-besarnya." Begitu, 'kan, tadi? Oke, lanjut—

"Kamu menolak menikah sama Hestamma?"

"Bisa saya minta kesempatan kedua? Saya sudah menjanjikan untuk memantaskan—"

Sebentar, gue barusan dengar apa?

Ibu Kinara barusan bilang apa?

Kepala gue langsung menoleh ke arah Mama yang cuma meringis kebingungan, nggak memberikan kejelasan apa pun waktu bertemu tatap dengan gue.

Siapa yang menikah dengan siapa?

Gue kembali menatap ke arah Ibu Kinara dan Bapak Wiyasa yang cuek menikmati kopi pesanannya.

Menikah, ya?

Well...

Wait...

INI MAKSUDNYA GUE SAMA HESTAMMA?

HAH?

"Kamu paham nggak, sih, sama yang lagi diobrolin, Dek?" Mama menyikut lengan gue pelan, menyadarkan gue dari keterkejutan.

Mulut gue terbuka, lalu tertutup dengan cepat—seperti itu terus sampai Mama akhirnya mencengkeram erat paha gue, menyuruh gue tenang lewat tatapan matanya.

Okey, lupakan sebentar soal kata 'menikah' yang sempat disinggung Ibu Kinara barusan... Halah, kayak lo bisa lupa aja!

Tenang, Ras.

Slowly inhale and exhale...

Kesampingkan fakta soal tawaran pernikahan—GIMANA CARANYA?—dengan memikirkan hal lain selain pernikahan.

Oh, how about we talk about the gorgeous place I'm now visiting? Setelah sampai di Monaco semalam bersama Mama, staf dari Bapak Wiyasa membawa kami berdua ke hotel de Paris Monte-Carlo—one of the finest five-star hotels in town—sebelum pagi tadi, Ibu Kinara menghubungi gue untuk menemuinya di sini—di Le Bar Americain—yang juga masih ada di satu kawasan dengan hotel tempat kami menginap.

We got a table, which I could say was the best spot karena selain berada di area outdoor, kami juga bisa melihat pemandangan Monte Carlo Harbor yang dipenuhi yacht-yacht dan juga bibir pantai French Riviera yang kelihatan indah siang ini.

WEARING A CAT ON OUR HEADS (COMPLETED)Where stories live. Discover now