Delapan

136K 2K 144
                                    

Part sebelum nya, diserbu banyak komentar yaaa👁👄👁

Thanks yang sudah berpartisipasi meramaikan cerita ini, luv yuuu pulll❤❤


Pagi-pagi sekali, sekitar pukul enam pagi, Dira mengantarkan Fanny pulang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pagi-pagi sekali, sekitar pukul enam pagi, Dira mengantarkan Fanny pulang. Tentu saja ke apartemennya dengan Teo. Kaki jenjangnya terus melangkah, memasuki lift dan menekan lantai kamarnya berada.

Lagi dan lagi, tebakan Fanny tak pernah meleset sedikitpun. Ketika ia baru membuka pintu apartemen, keadaan di dalamnya sudah berubah menjadi kapal pecah. Semua barang berserakan di mana-mana. Pecahan beling juga tersebar di mana-mana.

Teo mengamuk! Teo mengamuk seperti lima tahun lalu. Ketika ia pergi tanpa berpamitan atau meminta persetujuan laki-laki itu.

"MASIH INGET PULANG TERNYATA?! GIMANA RASANYA NINGGALIN GUE LAGI?! SENENG??"

Teriakan menggelegar Teo langsung menyambut gendang telinga Fanny.

"Gue sekalipun gak pernah kasih lo ijin buat pergi seenak jidat ninggalin gue kayak semalem. Lo gak tau? Gue sepanjang malam khawatirin lo."

Fanny tetap diam, membiarkan Teo mengungkapkan segala keresahan hatinya.

"Semalem lo beneran tidur di apartemen Dira? Iya? Lo lebih pilih tidur di apartemen Dira dan ninggalin gue? Iya Fanny?"

Mata Teo melotot tajam seolah ingin menerkam Fanny sampai tak tersisa.

"JAWAB! LO PUNYA MULUT! JANGAN DIEM AJA KAYAK ORANG BISU, SIALAN!!"

Hanya ada satu cara yang dapat memadamkan api amarah Teo. Pelukan. Laki-laki itu butuh pelukan. Dengan mengusap punggung tegap laki-laki itu, Teo akan mulai tenang.

Fanny memeluk Teo seerat mungkin. Mengusap naik turun punggungnya. Selain itu Fanny terus memberikan kata-kata penenang. Dan benar saja, bagaikan terkena sihir, deru nafas Teo berlahan normal. Laki-laki itu juga sekarang sudah membalas pelukan Fanny.

"Gue minta maaf. Gue bener-bener minta maaf. Gue salah.." ungkap Fanny.

Pelukan Teo semakin mengerat melingkari pinggang Fanny. Meskipun deru nafas laki-laki itu sudah teratur, tapi jauh di lubuk hati terdalamnya, Teo masih ketakutan. Laki-laki itu takut jika sewaktu-waktu Fanny benar-benar pergi dan tidak kembali. Jika hal itu terjadi, bisa dipastikan Teo akan berakhir di rumah sakit jiwa.

"Jangan pergi lagi.." gumam Teo.

Fanny melonggarkan pelukannya. Menangkup wajah lelah Teo. Mengusapnya dengan sayang. Fanny semakin menerbitkan senyumannya ketika wajah Teo mendekatinya. Ciuman pun tak terelakkan. Dua anak manusia itu saling bertukar saliva membagi kehangatan di pagi hari yang terasa dingin.

Real Friend? {TAMAT}Where stories live. Discover now