12. Tuduhan

46 3 0
                                    

"Jangan mudah berprasangka buruk hingga kau menemukan kebenarannya. Jika kau telah mampu menemukan kebenaran itu, maka belalah. Dan jika kau mengetahui kebatilan, maka cegahlah!"

***

"Mbak, tolong panggilkan Anggun, Serly, dan Sai'dah!"

Keesokan harinya, tepat di pagi hari, Bu Nyai Fatma tiba-tiba keluar menyuruh salah satu santri untuk memanggilkan ketiga orang tersebut. Santri itu pun menurut kemudian memanggil Anggun, Serly, dan Sai'dah.

"Ada apa Mbak ya? Kok tiba-tiba? Jadi takut aku," kata Anggun kepada Sa'idah ketika perjalanan menuju ndalem.

"Nggak tahu. Semoga aja kabar baik," balas Sa'idah.

"Semoga aja diajak jalan-jalan," ucap Serly menghilangkan kegugupan.

"Kamu ini Seeer..."

Sesampai di ruang tamu ndalem, ternyata beliau telah menunggu di sana. Anggun pun mengucap salam.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullah."

Mereka bertiga berjalan menunduk menggunakan lutut kemudian duduk tepat di depan Bu Nyai. Entah mengapa Anggun merasa hawa tidak enak dari beliau.

"Apa di antara kalian ada yang tahu kotak hitam di almari kemarin? Waktu merapikan pakaian," tanya beliau dengan nada serius. Anggun yang mendengar itu pun menjadi tegang. Begitu juga dengan Serly dan Sai'dah. Anggun melirik kedua temannya itu yang dibalas gelengan oleh mereka.

"Mboten Bu Nyai," jawab Anggun gugup.

"Seingat kami, waktu itu tidak ada kotak apapun Bu Nyai. Yangmada hanya pakaian." Sa'idah memberanikan diri.

"Diingat-ingat lagi!" Kali ini nada beliau tampak lebih tinggi.

Mereka bertiga seketika kaget, sebab baru ini melihat Bu Nyai tampak marah. Jelas rasa takut, khawatir, was-was yang mereka rasakan. Apalagi Serly, wajahnya terlihat sekali kalau ketakutan.

Mereka berusaha mengingat-ingat, namun percuma juga. Mereka menggelengkan kepala.

"Uang itu aku kumpulkan untuk diberikan kepada kyai yang mauidho hasanah ketika ada pengajian, Nggun! Banyak loh uangnya sekitar tiga puluh juta," ucap beliau masih dengan nada marah.

Marah beliau tidak seperti orang-orang yang terbawa emosi. Mungkin bisa digambarkan, marahnya terlihat kalem kalau orang lain melihat. Tapi bagi Anggun, kemarahan beliau sangat menakutkan.

'Tiga puluh juta? Mana berani aku ngambil uang sebanyak itu,' batin Anggun.

"Kalau ada yang ngambil tolong! Segera di kembalikan!"

Deb banget rasanya. Kata-kata beliau yang barusan benar-benar masuk ke dalam hati mereka. Seolah-olah beliau menganggap bahwa ada salah satu diantara mereka yang mengambil kotak tersebut. Mereka bertiga terdiam tidak berani berkutik. Apalagi Serly, hampir pecah tangisnya tapi masih bisa ditahan. Setelah beberapa menit terdiam dan menunduk, akhirnya beliau menyuruh Sa'idah dan Serly kembali. Tepat ketika mereka pergi, beliau berkata pada Anggun.

"Wajah Serly kelihatan ketakutan Nggun."

Anggun mengerti maksud beliau. Beliau berprasangka kepada Serly bahwa dia yang ngambil. Seketika itu Anggun langsung membela.

"Nggak Bu...Serly orangnya memang mudah khawatir. Makanya dia terlihat takut ketika njenenengan berkata demikian. Mbak Sai'dah juga bukan." Anggun tahu betul mereka berdua. Mereka tidak akan pernah mau mengambil yang bukan hak miliknya. Kenyataannya juga memang tidak ada yang menjumpai kotak tersebut di dalam almari.

Bu Nyai terdiam. Wajah beliau masih terlihat khawatir. Apalagi Anggun yang juga menjadi tersangka.

"Ya sudah. Kamu boleh kembali!" perintah beliau.

***

"Yang sabar ya, Nggun! Insyaallah ada jalan keluar. Berdoalah kepada Allah!"

Anggun telah menceritakan akar kesedihannya kepada Ustadzah Ima.
Seketika itu juga, beliau memberi semangat dan solusi. Baiknya lagi, beliau memberi peluang Anggun agar tidak ujian tasmi' dulu hingga masalahnya terselesaikan.

Mujahid 30 Juz [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang