8. Abdi Ndalem

38 2 0
                                    

"Bagilah waktu sebaik mungkin. Berusaha sekuat tenaga agar waktumu yang berharga tidak terbuang sia-sia. Sungguh, alangkah meruginya orang-orang yang waktunya banyak digunakan tanpa manfaat."

***

Setelah mendapatkan informasi, kalau pembayaran syahriah bisa mendapat keringanan dengan prestasi atau ikut ndalem, Anggun seketika menelpon orang tua guna meminta pendapat.

"Halo, assalamualaikum, Mak!" Anggun mengucap salam ketika telepon tersebut telah tersambung.

"Wa'alaikumussalam. Ada apa Nak?" tanya Emak heran.

"Jadi gini..."
Anggun menjelaskan secara detail maksud dan tujuannya. Emak pun sempat kaget dengan uang pembayaran bulanan. Terlihat sekali dari keluhan yang terlontar dari ucapan emak Darmi.

"Ya Allah Nduk... uang dari mana? Kita hidup aja masih bingung dapat makan dari mana?" keluh Emak.

"Iya Mak. Tolong dengerin—" Belum selesai bicara, disela oleh Emak.

"Udah! Boyong aja! Emak nggak sanggup bayarin."

Mendengar itu, seketika hati Anggun terasa berat. Ia benar-benar merasakan cobaan dari segi orang tua. Namun, Anggun tak menyerah. Ia berusaha menjelaskan kepada emaknya.

"Mak, Anggun ingin ikut bantu-bantu di ndalem. Biar bisa gratis uang bulanannya. Bolehkah?"

Emak Darmi tak langsung menjawab. Beliau tampak diam sejenak.

"Oh, baguslah kalau gitu," jawab Mak Darmi.

"Makasih ya Mak!"

"Nduk, jangan lama-lama ya di pondok. Emak nggak ada yang bantuin nih," keluh Beliau. Mendengar itu, seketika Anggun merasa lemas. Ia berpikir bahwa baru saja sebulan di pesantren. Tapi sudah di minta pulang.

Di lain sisi ia juga merasa tidak enak meninggalkan emaknya berjuang sendirian. Lagi-lagi ia mendapatkan beban. Sehingga proses hafalannya harus terganggu dengan suatu masalah . Dan di saat itu juga, Anggun mulai sadar. Bahwa proses menghafal tidaklah mudah seperti apa yang dibayangkan. Memang waktu awal-awal ia sempat merasakan semangat. Namun ternyata itu hanyalah sementara.

***
Sorenya, Anggun diantar Serly, selaku santri ndalem juga. Guna minta izin mengutarakan niatnya untuk mengabdi di ndalem. Tiba-tiba saja, ia berpapasan dengan Syimah ketika di halaman.

"Anggun!" panggilnya. Anggun dan Serly pun menghentikan langkah.

"Ada apa Syimah?" tanya Anggun.

"Ayo sima'an lagi!" ajaknya.

"Wah, maaf banget ya. Aku ini lagi mau ke ndalem."

"Loh? Ngapain?" tanya Syimah penasaran.

"Mau ikut bantu-bantu di ndalem Mbak Syimah." Serly mewakili.

"Maksudnya, Anggun mau ikut ndalem?" tanya Syimah tak percaya.

"Hmm, emang kenapa Syimah? Bukannya baik ya, cari barokah?" Anggun terlihat bingung dengan raut wajah Syimah.

"Iya sih. Cuman, semoga aja kamu bisa membagi waktu ya!"

Anggun mulai mengerti maksud Syimah. Ia mengode Anggun agar bisa membagi waktu antara hafalan dan mengabdi. Sebab pengalaman, kalau santri ikut ndalem itu kebanyakan keteteran hafalannya.

"Iya Syimah. Maaf ya nggak bisa sima'an!"

"Iya, Nggun. Semangat!"

Setelah perbincangan ringan antara Anggun dan Syimah, akhirnya Anggun dan Serly melanjutkan perjalanan hingga ndalem. Sesampai di sana, mereka langsung berhadapan dengan Bu Nyai Fatma, namanya. Waktu itu Anggun benar-benar merasa deg-degan karena baru pertama kali berhadapan langsung dengan beliau.

"Sebelumnya kami ucapkan minta maaf, Bu Nyai," ucap Serly mewakili.

"Ini ada Mbak Anggun berminat ikut bantu-bantu di ndalem."

"Siapa namanya Ser?" tanya Beliau.

"Anggun, Bu." jawab Serly.

Anggun dan Serly menunduk, sedangkan Bu Nyai tampak fokus memandang Anggun. Anggun pun yang awalnya sudah gemetar, kini tambah gemetar akibat tatapan dari Beliau. Ia merasa dipandangi oleh Beliau meski waktu itu ia  menunduk.

"Oh, baguuss. Aku suka santri yang menawarkan diri dahulu," ucap Beliau sembari tersenyum.

"HUFT..." Anggun merasa lega. Ia benar-benar tak menyangka kalau Bu Nyai seramah ini. Ia benar-benar dibuat tegang oleh Beliau.

"Kebetulan aku lagi butuh santri putri buat bantu bersih-bersih di kamarku, Mbak," ucap Beliau.

"Terima kasih, Bu Nyai. Terima kasih banyak." Anggun benar-benar merasa senang hingga ia tersenyum begitu lebar.

"Mulai besok sudah bisa ke sini ya! Pagi dan sore,"  titah Beliau.

"Nggeh Bu Nyai."

Mujahid 30 Juz [TERBIT]Where stories live. Discover now