2 | My Dad's Worst Mistake

189 18 5
                                    

KATA SUSTER ITU, Dad membangun proyek di atas makam keramat Jenderal Minatozaki.

Beliau adalah mantan jenderal Jepang yang membela pribumi karena hal yang misterius. Beliau pun memilih menetap di Tarakan meskipun semua tentara memilih meninggalkan Tarakan pada 1945 silam.

Konon, beliau sangat menolong warga Dayak di Tarakan. Dengan demikian, penduduk daerah ini pun melindungi Jenderal Minatozaki hingga akhir hayat, termasuk menggunakan ilmu santet kuat yang hanya dimiliki oleh para tetua pada kala itu.

Hubungannya dengan Dad adalah secara bodohnya Dad menuruti klien untuk membangun proyek di atas makam Jenderal Minatozaki.

Aku sangat geram dengan klien Dad. Ya, aku tahu Dad hanyalah seorang kontraktor yang menyediakan vendor untuk Badan Negara dalam melakukan pembangunan. Namun, mereka memilih tanah yang paling murah agar bisa mencetak untung sebesar-besarnya. Masalahnya, Dad-lah yang terkena imbasnya.

"Lantas, kita laporkan saja kepada presiden!" seruku kesal.

"Tidak bisa, Nona Honda. Orang pemerintah pasti sedang mengawasi gerak-gerik kita. Tentu, jika kita berbuat kacau, mereka akan menghabisi kita." Suster itu berkeringat saking takutnya.

Aku hanya mampu mendengus kesal. Tak sadar, air mataku keluar deras sebab aku harus menahan amarah yang berkobar-kobar di dalam dada. "Memangnya, apa yang harus dibangun oleh pemerintah sampai nyawa Dad harus berada dalam bahaya!?"

"Akselerator elektron."

Aku mengernyitkan dahi. Aku hanya sebatas mahasiswa tingkat dua kedokteran berusia 20 tahun. Aku tiada menahu terkait alat tersebut. Ya, aku sempat membacanya di buku fisika semasa SMA, ada alat semacam itu. Namun, aku tidak tahu cara kerja alat tersebut, khususnya.

"Apa ada yang salah, Nona?" Suster itu melambaikan tangan di depan mukaku.

Aku menggeleng. "Tidak, saya hanya sedang mengingat sesuatu. Saya mau ke ruang kerja Dad dulu."

Aku berharap bisa menemukan sesuatu di sana. Dan, inilah yang kutemukan di salah satu dokumen yang berserakan di atas meja:

Akselerator elektron digunakan untuk mempercepat elektron hingga mendekati kecepatan cahaya, bahkan lebih. Tujuan penemuan alat ini adalah ....

Kembali ke masa lalu.

Bagian dicetak tebal itu membuatku terperangah. Aku baru tahu ternyata Indonesia menjadi ambisius sampai seperti ini.

Teorinya, menurut Hukum Relativitas Khusus, semakin cepat benda bergerak, maka waktu akan mengalami dilatasi atau mengalami perlambatan. Jika kecepatan benda tersebut mampu menyamai kecepatan cahaya, waktu akan semakin melambat hingga berhenti. Dan, jika kecepatan benda tersebut melampaui kecepatan cahaya, waktu akan berjalan mundur.

Akselerator ini memanfaatkan penambahan kecepatan relatif di atas sistem yang bergerak di atas sistem lainnya, sehingga terjadi akumulasi kecepatan dan Postulat 'tidak ada yang mampu melampaui kecepatan cahaya' bisa dipecahkan. Karena itu, benda ini diciptakan.

Bagus, aku akan memanfaatkan penemuan ini untuk menolong Dad. Sekaligus, aku akan membalas dendam kepada pemerintah karena telah mencelakai Dad.

Aku pun masuk ke menara silver setinggi 100 meter yang menyerupai roket tersebut. Aku menggunakan ID card Dad untuk menembus sistem keamanan. Meskipun kesannya alat kontrol di sini sangat mahal, aku tidak asing dengan ini semua. Ternyata, simulasi yang sering kumainkan dengan Dad tiap akhir pekan adalah model simplifikasi dari alat ini.

Baguslah! Aku bisa menguasainya dalam waktu cepat!

Tinggal atur power panel, lalu stabilisasi fuel ketika start up. Setelah itu, input formula time set yang diinginkan. Aku tinggal mengetikkan angka 200 di sini, sesuai dengan waktu proyek sebelum didirikan yaitu 200 hari.

Amat mudah! Satu-satunya kendalaku hanyalah bahasa mesin ini masih sepenuhnya Bahasa Jepang. Aku harus menebak-nebak. Namun, itu tak masalah.

Sekarang, aku tinggal menekan tombol running. Dan—!

GAWAT! Aku baru ingat mesin dari Jepang menggunakan satuan waktu yang berbeda!

***

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Shall I Call You Dad or Daddy?Where stories live. Discover now