2 - LONG DISTANCE

6.4K 590 280
                                    

Setelah kembalinya ke tanah air, lelaki dengan mata setajam elang pemburu itu pagi-pagi sekali, tengah menyiapkan motor miliknya. Mempersiapkan diri dengan kembali menjalani rutinitas sebagai mahasiswa. Azgar kini melangkah kembali memasuki rumah, meninggalkan motor yang masih menyala di area garasi.

Senyumnya merekah tatkala Ale dan istri beberapa hari ini ikut tinggal bersama dirinya. Belum lagi perut membesar milik Leyla, istri Ale.

"Sarapan dulu. Baru berangkat," tutur Leyla pelan. Senyumnya merekah lebar.

Sembari menyiapkan sarapan untuk sang suami. Leyla juga mengusap-usap perut yang kian hari kian membesar.

Azgar tersenyum dan berlalu untuk mendapatkan ponselnya yang tertinggal di dalam kamar. Setelah ponselnya kini berada di genggaman, kakinya kembali melangkah. Melewati area ruang makan mendapati kembali Ale dan Leyla yang sibuk dengan santapan masing-masing.

"Telat nih. Nanti siang gue makan," serunya pelan. Jemarinya meraih segelas jus buah yang dibuatkan Leyla untuknya.

Perihal Mak Jum. Wanita paruh baya itu sudah terlalu tua untuk bekerja di rumah besar miliknya. Azgar mengizinkan Mak Jum untuk pensiun. Lelaki itu, pun tak tega melihat Mak Jum yang kian menua tak henti bekerja.

Ale mendecak kesal. "Makan dulu. Kayak gak biasa telat aja lo sialan," gertaknya pelan. Kepada sang adik yang kini tersenyum kecil kepadanya.

Mendengar umpatan keluar dari mulut suaminya. Leyla dengan sigap memberikan geplakan ringan di lengan Ale. "Gak baik ngomong kasar. Amit-amit!" serunya, sembari mengusap-usap perut besarnya.

Melihat pasangan suami istri di hadapannya. Azgar kini terkekeh kecil. "Duluan!" serunya kencang.

Kaki jenjangnya kini melangkah. Belum sampai lima langkah, tubuhnya kembali berputar. Menghadap Ale dan Leyla yang kini menatapnya. "Nanti siang pengganti Mak Jum datang. Mulai besok, gak perlu siapin makan dan bersih-bersih," tambahnya yang kini kembali melangkah.

Informasi itu dihadiahi anggukan oleh Leyla. Sementara Ale kini terkekeh pelan. Jemarinya mengusap perut Leyla yang kini janinnya menginjak minggu ke-18.

"Ngusir dia," ceplos Ale, yang tentu berupa candaan.

Keduanya memang sudah seminggu berada di rumah besar milik Azgar. Membantu adik semata wayang Ale yang hidup tanpa bantuan Mak Jum. Setidaknya Ale dan Leyla membantu membersihkan beberapa hal di sana. Juga menyiapkan kebutuhan pangan secara rutin untuk Azgar.

Leyla terkekeh pelan. Kepalan tangannya kini memukul lengan Ale. "Kan kita di sini juga karna Mak Jum gak ada. Kamu kan gak tega sama adik kamu. Tapi kamu selalu gengsi kalau aku bilang kamu sayang adik kamu," ejek Leyla masih dengan kekehannya.

Ale tersenyum simpul. Kepalanya kini mengangguk setuju. "Kakak mana yang tega liat adiknya hidup sendiri."

"Amora jauh, Mak Jum pensiun, mana dia belum baikan sama Mamah. Kamu tau kan waktu kita datang ke sini, cucian piring dan baju numpuk."

Ale terkekeh kecil sebelum melanjutkan ucapannya. "Azgar itu, tampangnya aja yang dewasa. Tapi dalam diri dia, masih anak kecil. Masih bergantung ke orang lain. Dia gak pernah ngerasain hidup susah, sayang. Papah selalu ada di belakang dia buat mastiin dia selalu aman," tuturnya pelan. Jemarinya kian sibuk mengusap buah hati yang masih berada di dalam perut Leyla.

Leyla terkekeh pelan dan mengangguk dengan semangat. Ia begitu setuju. Di dalam diri Azgar masih ditempati dengan darah anak kecil. Hanya tertutupi oleh keberanian dan garangnya wajah. Azgar di mata Ale dan Leyla, tetaplah adik kecil.

"Beruntungnya dia tau batasan. Mukul dan dipukul masih wajar di usianya. Kamu inget kejadian apa aja yang menimpa aku waktu di sekolah, kan?" tanya Ale. Menyampirkan anakan rambut Leyla yang menganggu penglihatannya pada istri cantik miliknya.

AZGARAMORA [TERBIT]Where stories live. Discover now