21. Semuanya kembali

168 25 0
                                    

Chapter 21. Semuanya kembali. Tangis dalam hujan. Di ketik dengan 1053 kata.

-Syukurlah jika ekspektasi itu salah. Melihat mu masih bernafas adalah hal yang paling terindah. (Dania hasafa)

 (Dania hasafa)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


D

ania terduduk di sebuah halte. Di jam enam sore, dia belum pulang karena terjebak hujan deras dan membuatnya berteduh hampir dua jam. Bosan sekaligus mengamuk menerpa gadis itu, karena mendapatkan kiriman foto Rahfa dan Calista sedang belajar bersama.

"Chelsi dongo! Gue nanyain kabar Rahfa malah di kirim foto lagi belajar sama Calista," cibir Dania memandangi ponsel. Matanya menatap layar itu dengan tajam.

"Gak salah, sih," ujar dia lagi. Remaja berkuncir kuda dengan kondisi badan yang separuh basah itu mendesah berat. Ia menatap langit yang tiada hentinya menurunkan tetesan air.

"Rahfaaaa," lirih Dania kesal. Ia kembali membuka ponsel untuk mengecek pesan yang terkirim satu jam lalu. Ternyata cowok yang di nobatkan sebagai sahabat paling terbaik itu hanya membaca nya tanpa ada balasan.

Daniahasafa
Faaa, gue belum pulang, Jemput dongsss
Faaa, lo, udah pulang duluan, ya?
Jahat amat,  gue abis jualan jadi kejebak hujan
Gak papa kali kalau ngejemput pake sendal doang

Read

"Urusin aja, tuh, si Calista si paling cantik purnama. Bilang nya mau pembinaan eskul sains, malah sampe maghrib!" Dania mengoceh. Lalu terdengar suara geraman di saat memencet layar ponsel yang lemot untuk menelpon Rahfa.

"Di chat gak di bales, di telpon gak aktif, cobaan emang." Ia menghela nafas kasar dan memasukan  handphone ke dalam saku.

"Terus aja gitu. Teruss, Faa, terus." Bibirnya berkerucut, menandakan semakin sebal.

"Ngapa, sih, Mbak? Mungkin kejebak hujan juga," sahut seorang pria berumur tiga puluh tahun. Ia memakai kemeja putih dengan menggendong tas di bahu. Seperti pulang merantau dan sedang menunggu bus.

"Nyahutt aja, pak. Mending beli dagangan saya, sisa satu lagi." Dania menunjuk keranjang yang di taruh di bawah. Lelaki itu terkekeh pelan dan memalingkan wajah nya.

"Saya kira gratis." Terdengar gumaman di telinga nya.

Dania memutar bola mata memelas, tangan nya terlipat di depan dada. "Gak ada di dunia ini yang geratis, gak ada. Gak ada." Dania mengulang-ngulang perkataan nya. Bukan marah, pria itu hanya terbawa suasana dengan prilaku gadis yang di sebelah.

Dringgg!

Pria tersebut meraih ponsel yang berada di saku tas, ia kemudian mengangkat nya ke samping telinga. Samar-samar Dania mendengar percakapan mereka dengan menggeser tempat duduk.

"Belum pulang, Mbok. Kejebak hujan."

"Lagi nunggu bus, di halte."

"Iya, liat berita di hape, katanya bus sore ini bakalan rada telat karena ada kecelakaan di jalan bulan sari. Kebetulan bus lewat jalur sana dan banyak orang yang di tkp, makanya jadi puter balik lewat jalur yang jauh."

Dania tertegun, ia berusaha mendengarkan dengan jeli. Tangan nya mulai menggigil, sedari tadi bus memang sama sekali tidak ada yang melewat. Jalan bulan sari adalah jalur sekolah SMA Merpati. Tempat dirinya pulang dan pergi.

Selepas lelaki itu menyimpan ponsel. Dania mulai mendekat dengan perasaan yang berdebar-debar, semoga pikiran itu tidak terjadi. "Pak, serius ada ... yang kecelakaan?" tanya nya ragu.

"Iya, saya liat berita di hape begitu katanya."

"Siapa yang kecelakaan, Pak? Identitas nya udah ketemu?" tanya Dania bertubi-tubi. Matanya terlihat mulai memanas.

"Murid lelaki."

"Murid lelaki mana, Pak? Di sana, kan, banyak murid eskul yang luntang-lantung jam segini."

"Yaa sayaa gak tau, lah. Murid sana aja, SMA Mer-- apa, ya, namanya."

"Merpati?"

"Nahh, Mbak tau. Kenapa harus nanya saya?"

*******
"Rahfaaa!" Dania berlari di sertai menangis kencang. Hujan semakin deras. Angin, petir, berhembusan dan menggelegar. Dania tidak pernah menyangka, ia akan kehilangan Rahfa secepat ini.

"Rahfaaa, lo, pasti baik-baik aja sekarang, gue yakin," gumam Dania berhenti berlari dan mematung. Perjalanan masih jauh, tapi dirinya ingin memastikan keadaan Rahfa di kontrakan. Apakah cowok itu masih hidup atau tidak.

Hati Dania semakin di buat linglung di saat Chelsi membalas chat nya bahwa Rahfa sudah pulang dari beberapa jam yang lalu.

"Faaa, gue gak mau kehilangan, lo." Dania berjongkok dan meremas kepala. Hujan terus menitikan air hingga membuat sekujur badan gadis itu basah.

"Gue gak bisa diem aja. Gue harus pulang. Iya bener gue harus pulang!" Dania kembali beridiri dan berlari menerobos tetesan air dari langit. Apapun rintangan nya, gadis itu harus memastikan bahwa Rahfa masih bernafas di dunia. Satu-satunya berlian yang Dania punya, jangan sampai tuhan berani mengambilnya.

*****
Dania berhenti berlari dengan nafas yang bergemuruh, matanya menatap pada sekeliling kontrakan yang sudah di kerumuni banyak orang. Mereka kompak membawa payung, jas hujan dan juga mobil yang berjejer.

"Rahfa," gumam Dania. Air matanya berjatuhan sambil menatap semua orang dengan kekosongan. Ia kemudian menangis sesenggukan berusaha untuk kuat, Dania tidak menghiraukan tatapan orang yang memandang nya aneh.

Gadis itu berlari menuju kerumunan yang sedang menangis juga. Dengan lutut nya yang berdarah akibat terjatuh, dia menangis histeris.  Terbayang bagaimana rasanya kehilangan keberhagaan, mu? Hancur, seperti itulah rasanya.

"RAHFAAA! KENAPA, LO, NINGGALIN GUE?" Dania berteriak dengan emosi, ia mengusap air matanya secara kasar dan mulai terduduk lesehan seperti anak kecil yang tidak di belikan mainan.

"Faaa, lo, jahat! Lo, jahat! Awas, aja, lo. Gue gak bakalan maafin, lagi!" ucap Dania menutupi seluruh wajahnya pilu. Hujan semakin membeludak, hingga suara isakan dan teriakan Dania nyaris tidak terdengar.

"Faaa. Gue janji gak bakalan nyusahin, lo, lagi. Gue janji, asal, lo, gak ninggalin gue."

"Faaa, gue janji gak bakalan gangguin, lo,  kalau lagi belajar. Gue juga bakalan jadi siswi yang pinter biar, lo, bangga."

"Faaa, gue janji gak bakalan maen nyelonong masuk ke kontarakan, lo. Asal, lo, balik lagi sama gueeee!" Dania semakin menangis, kakinya di hentak-hentakan seperti orang gila.

"Faaaa, gue ikhlas kalo, lo, suka sama Calista. Asal gue masih liat, lo, bernafas di dunia ini."

"Dek, kenapa, sih? Kayak lagi ada masalah banget sampe teriak-teriak gitu?" tegur Ibuk-ibuk yang sedang mengusap air matanya dengan tangan yang penuh emas.

"Sahabat saya, Ibuk tahu, kan?" tanya Dania parau.

"Dia kecelakaan, Buk. Hati saya sakit banget, pasti di dalem lagi yasinan, ya? Saya mau ikut, deh. Biar siksa kubur Rahfa di kurangin." Dania berdiri dari duduk nya. Dan ibuk itu mengerutkan dahi merasa tidak ada yang beres.

"Sembrono kamu, ya. Orang masih hidup di bilang mati," kata ibuk itu marah.

"Hah?" Dania menganga kebingungan. Seketika tangis nya mereda nyaris di telan bumi.

"Terus ibuk nangis kenapa? Dan banyak yang ngumpul di sini kenapa?" tanya Dania cepat.

"Kita terharu karena nyaksiin pertemuan antara seorang Mama dengan anak nya yang sudah terpisah selama belasan tahun."

"Ra--rahfa?"

"Iya. Liat aja."

Dania menoleh pada jendela luar, ternyata Rahfa sedang menangis sembari memeluk kedua orang tuanya yang Dania temui saat di jalan tadi siang.

Tangis dalam hujan [Season 1] SELESAI✓Where stories live. Discover now