7. pingsan

240 25 0
                                    

Chapter 7

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Chapter 7. Tangis dalam hujan. Pingsan. Di ketik dengan 971 kata.

-Mereka memuji, dan kau menghina. Ibarat air susu di balas air toba, dimana semua orang berlaku baik, dan kau berbuat jahat padanya. (Rahfa halawiandra)

Dania dan Rahfa berhenti di depan koridor kelas XII IPA. Ada rasa bersalah dalam hati seorang gadis yang setia mengkuncir rambut nya itu, matanya menatap cowok yang sedang mengeluarkan sesuatu dari tas hitam. Dania hanya mengamati pergerakan Rahfa, apalagi konidisinya kurang baik selesai mencari sahabatnya semalam.

"Rahfa, lo, mau maksain buat sekolah? Mending pulang aja, daripada pingsan di kelas," suruh Dania mendorong pelan pundak Rahfa seperti mengusir. Namun, dia tidak mengubrisnya dan tetap mencari sesuatu dalam tas.

"Buat, lo." Rahfa memberikan amplop putih yang Dania bisa terka bahwa itu adalah uang. "Buat apa?" ia bertanya balik dan enggan mengambil benda itu dari tangan Rahfa.

"SPP kita udah nunggak sebulan, kebetulan uang tunjangan nya lumayan gede. Cukup buat bayar kontrakan juga, gak mungkin kita di tampung terus sama pak kepsek dan ibuk Yati," ucap Rahfa menasihati, ia mengambil tangan Dania yang tak kunjung menerima. Hingga membuat sang gadis dapat menggenggamnya.

"Tapi, lo, udah sering bantuin gue. Gak mau nyusahin, lo, terus," tolak Dania tersenyum kelu. Ia menghela pelan dan hendak pergi, tapi tangan Rahfa berhasil menahan nya. "Harus terima. Lo, gak ngehargain gue kalo gitu."

Dania terdiam, bukan begitu maksudnya. Yaampun, mau tak mau tangan nya harus menerima amplop itu, demi kebaikan persahabatan dan juga sekolahnya. "Yaudah, gue terima. Tapi, gue janjiii bakalan ganti uang, lo, selama ini. Nanti gue cari kerjaan sampingan," ucap Dania berusaha ceria walaupun sulit. Rahfa mengangguk saja dan kembali mengendong tas nya hendak berpamitan.

*****
"Fa, kalo gak kuat mending ke UKS aja, daripada tidur di sini. Inget, buk Zeni pemarah anjir, dikit-dikit ngamuk, apalagi bangku kita di depan," bisik Avian, dia adalah teman yang paling dekat dengan Rahfa selain Yogi dan juga Aji. Jam pelajaran pertama adalah Fisika, tapi guru yang di maksud belum datang.

Rahfa menggeleng dan memijat pangkal hidung. Kepalanya pusing dan dahi nya juga terasa panas. Sepetinya dia demam karena terkena hujan kemarin. "Gak papa, gue di sini aja."

"Lagian, gak papa kali. Buk Zeni, kan, lemah lembut kalo sama Albert Einstein,"gurau Aji memainkan penghapus nya. Ia siap-siap menerima rumus yang akan di berikan hari ini. "Kita juga Albert Einstein, tapi beliau enggak seramah itu," sambung Yogi menggeleng heran.

"Kayak apa, Gi?" tanya Avian menambah candaan.

"Reog!"

Sontak mereka tertawa dan saling memukul satu sama lain. Berbeda dengan Rahfa, yang memasang wajah dingin dan pucat. Penglihatan nya pun terasa berputar-putar.

"Heh, Rahfa si anak panti. Lo, kenapa, sih?" tanya Calista risih sendiri. "Tumben, lo, nanya? Peduli sama Rahfa? Jangan-jangan, lo, suka sama dia, cieee!" Chelsi terkekeh sembari menggoda Calista yang mendelik tajam.

"Apaan, sih. Mungkin gue pasti bakalan di hajar sama si anak pemulung kalo suka sama Rahfa!"

"Fa, gimana, sih, rasanya gak punya orang tua? Pasti enak, ya. Soalnya, lo, gak naruh beban sama orang lain!" Seorang lelaki yang baru saja masuk dan duduk di bangkunya itu tidak sungkan berkata yang membuat hati Rahfa tertohok.

"Kasian, di buang gak,tuh?" balas Kakang mengompori suasana. Girls C hanya melihat pengejakan ini dengan seksama. Mereka saling mengedikan bahu.

"Apalagi si Dania. Lo, berdua itu kayak udah di takdirin buat bersama," timpal Kenzo.

"Sama-sama susah, bayar SPP aja, lo, yang bayarin, kan? Tu cewek emang nyusahin, Fa. Mending putusin aja," ucap nya tertawa. Kiano lalu berpura-pura membuka buku.

"Emang mereka pacaran?" tanya Cantika ikut nimbrung. Kiano dan antek-antek nya serempak menjawab. "Keliatannya, sih. Cocok soalnya, yang satu anak pemulung, yang satu anak buangan."

"Gue nyari tahu, katanya si Dania yatim piatu? Kasian," Chika ikut membalas obrolan mereka. Rahfa yang sedang tidak enak badan langsung merasakan panas dalam hatinya. Rahang nya mengeras membuat Avian sedikit menggeserkan bangku karena takut.

"No," panggil Rahfa dengan nada dingin andalan nya. Kiano yang jarang sekali di panggil oleh cowok itupun lantas menoleh dan menaikan sebelah alisnya.

"Lo, tau, kelas mana yang paling terbaik dan terburuk?" tanya Rahfa. Kiano dan Calista yang mendengar itu langsung berdecih pelan. Tentu saja jawaban nya sudah tersimpan dalam otak.

"Kumpulan angkatan kelas paling akhir, lah. Siapa lagi kalau bukan tempat si Dania beradaptasi, IPA-IPS 6," ujar Kiano lantang. "Ada lagi, kok. Kelas IPA-IPS 5, 4, itu semua paling terendah dari posisi kelas kita."

"Yakin? Kalo gitu, gak malu sama mereka yang sering muji kelas kita?"

Mendengar kata-kata Rahfa membuat seisi kelas sunyi, hanya ada suara gertakan gigi saja yang sedang mengunyah makanan. Cowok beralis tebal dengan memiliki wajah tampan itu memang bukan tipe lelaki yang bisa menghina orang dengan cara terendah, justru lebih elegan yakni berupa perkataan yang harus di cerna dua kali.

******
XII IPA6 sedang di isi oleh pelajaran bahasa Indonesia. Mereka semua serempak menulis materi yang sudah di dikte, sejak tadi. Perasaan Dania terus berkecamuk tak nyaman, rasanya ingin sekali keluar dari kelas ini.

Sebuah pena di simpan dan begitupun dengan buku yang di tutup rapih. Dania memberanikan diri untuk mengangkat tangan sebelum guru yang duduk di depan melanjutkan dikte. "Buk!"

"Ada apa, Dania?" tanya guru perempuan yang memakai kacamata itu. Dania berusaha mencari alasan. "Mau ke toilet, boleh, Buk?" tanya nya ragu. Guru itu terdiam sejenak sembari memegang dagu. Beberapa saat kemudian ia mengangguk, hal itu membuat Dania tersenyum merekah. Cepat-cepat dirinya keluar dari sana dan hendak mencari seseorang.

******
Saat masih belajar, dalam hati Dania merasa tak nyaman, seperti ada suatu hal yang menganggu pikirannya. Ternyata benar saja, yang dimaksud mungkin adalah Rahfa. Ia menyadari bahwa dirinya sedang memikirkan cowok itu.

Dania berjalan menuju kelas XII IPA1, belum sampai di sana. Beberapa teman dekat Rahfa berjalan lawan arah dengan dirinya. "Avian, Aji, Yogi!" panggil Dania, membuat ketiga orang tersebut berhenti melangkah.

"Rahfa mana?" tanya Dania to the point. Biasanya mereka akan berempat, tidak dengan kali ini. Yogi memasukan kedua tangan nya ke dalam saku, dirinya kira Dania sudah tahu tentang hal ini. "Rahfa pingsan di kelas, dia udah di bawa ke UKS."

Tangis dalam hujan [Season 1] SELESAI✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang