3. Suara

323 40 5
                                    

3. Suara










Keano perlu berterima kasih pada Melody. Terlepas kesetiaan wanita itu, istrinya adalah bentuk nyata dari keajaiban Tuhan. Memang perempuan mana yang masih mau bertahan ketika pasangannya dituding sebagai pembunuh, lalu dihukum dibalik jeruji hingga belasan tahun lamanya. Ditambah saat itu si perempuan tengah mengandung. Padahal bisa saja Melody menceraikan Keano. Toh, dia masih muda, cantik, pintar, dan berpendidikan, meski keluarganya tak secemara keluarga Keano.

Mata Keano tertuju pada Melody yang masih terlelap di sampingnya. Ck, mereka tidak melakukan apa-apa. Keano cukup tahu diri. Setelah belasan tahun pergi dan meninggalkan banyak duka, tidak mungkin ia pulang lalu meminta jatah. Walau ada kemungkinan Melody mau menuruti --mengingat statusnya sebagai istri, tapi Keano tak melakukan. Cukup bisa pulang ke anak dan istrinya saja, Keano sudah sangat bersyukur.

Membuang napas, bapak satu anak itu mengulurkan tangan --membenahi kancing daster Melody yang lepas dan sedikit merosot, memperlihatkan belahan dadanya. Biar Keano tebak, pasti istrinya tidak mengenakan bra. Kata wanita itu, supaya lebih rileks dan bebas. Tapi Keano juga pernah dengar, melepas bra saat tidur dapat mengurangi risiko kanker payudara. Namun, Keano tidak sepenuhnya paham. Yang jelas sekarang otaknya mulai travelling.

Bicara dari sisi mesumnya, selain jauh lebih dewasa dari belasan tahun lalu --saat pertama kali mereka berumah tangga dan sering ribut entah dari masalah sepele sampai sepele banget, postur tubuh Melody tidak pernah berubah. Malah tambah menarik di mata Keano. Bahkan bentuk dada istrinya jauh lebih besar dan berisi. Sial!

Pikiran itu langsung terinterupsi oleh Melody yang tiba-tiba membuka mata. Buru-buru Keano menarik tangannya dari daster Melody. "Mas?" Pria itu menyungging senyum kikuk. "Mas ngapain?"

"Mas nggak bisa tidur," ujar Keano, jujur.

"Terus, kenapa tangannya nemplok di daster aku?" sembur Melody dengan tatapan menuduh.

Keano berdecak. "Pertama, kancing dastermu lepas, jadinya Mas inisiatif benerin. Kedua, kalaupun Mas ngapa-ngapain kamu, misal pegang dada, emangnya kenapa? Dan terakhir, kamu nggak pake bra?"

Lolos dengkusan dari bibir Melody. "Tidur, Mas. Nggak usah mesum."

Giliran Keano yang mendengkus, walau kemudian menurunkan wajah agar sejajar dengan Melody, dan mendekat. "Kan udah lama nggak mesum sama kamu," selorohnya, mengerling genit. "Boleh pegang nggak?" izinnya, melirik bagian dada. Dan Melody tampak salah tingkah. Keano segera menariknya ke dalam dekapan. "Bercanda, Sayang. Mas tahu kamu butuh waktu. Setelah belasan tahun tidur sendiri, tiba-tiba ada Mas lagi, pasti kesannya aneh ya?" Tertawa getir. "Maaf ya, kalau Mas belum bisa jadi suami yang baik."

"Siapa bilang?" Melody menangkup wajah Keano, lantas tanpa komando ia kecup bibir pria itu sekilas. "Aku selalu bersyukur atas apa yang Tuhan kasih ke aku. Punya suami ganteng tapi galak, punya anak remaja yang ngeselinnya niru Mas, punya mertua yang super baik, punya adik ipar yang humble dan supel, punya dua adik laki-laki yang meskipun satunya iseng nggak keruan, tapi mereka selalu support dan care sama aku, dan semua orang yang ada di sekitarku."

Break EvenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang