Ch.16 | Grandma's Worries

24 13 0
                                    

Hana wa utsukushisa shouchou dake dewa naku, jinsei no tsuyosa shouchou demo aru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hana wa utsukushisa shouchou dake dewa naku, jinsei no tsuyosa shouchou demo aru.

          Bunga bukan hanya sebagai simbol keindahan, tetapi juga simbol ketegaran hidup.

          Kutipan itu tercetak di permukaan papan kayu yang menempel pada tiang sebuah kios bunga. Terbagi atas dua baris, sementara di atasnya terdapat plang nama kios itu. Hanaya. Yang artinya toko bunga. Sekaligus merupakan nama cucu sang pemilik kios.

          "Okaeri ...." Sang nenek menyambut kedatangan cucunya. Ia yang semringah kemudian memberengut melihat wajah yang disambut tidak seantusias biasanya. Tersenyum, tetapi senyum itu sangat tidak bernyawa. "Aku tidak mau melihat senyum palsu itu. Kalau kau sedih, lebih baik berikan padaku ekspresi yang jujur saja sekalian. Memangnya hubungan kita tidak sedekat itu?"

          "Nenek ...." Berangsur Mizuki menggamit lengan neneknya, lalu menggelayuti pundak seperti anak kecil. "Aku tidak apa-apa, kok. Sungguh. Hanya saja ada satu orang yang bikin aku sebal—" Ucapannya terhenti di udara karena sepertinya kalimat itu kurang cocok. "Maksudku, sifatnya yang bikin aku sebal. Tapi dia tidak menggangguku, kok."

          Sang nenek memutar wajahnya menghadap Mizuki dan gadis itu menyambut dengan cengiran teramat lebar.

          "Lihat, aku bawa nachos, lho."

          "Nenek tidak bisa disogok." Dengan gerakan pelan, ia lepaskan genggaman Mizuki di lengan. Lalu tersenyum jahil berakting seolah sedang marah dengan meninggalkan cucunya ke dalam. "Tapi nachos itu boleh juga."

          Hangat kembali menyelimuti dada Mizuki. Seberapa pun kesalnya ia, tetapi kalau sudah kembali ke rumah—apalagi ke kios ini—dan melihat sang nenek, semua beban seakan-akan sirna. Ia seperti melihat refleksi Minna-sensei pada diri sang nenek. Keduanya benar-benar memiliki watak yang hampir sama.

          Mizuki melangkah ke dalam kios sambil melihat-lihat beberapa bunga yang sepertinya baru didatangkan dari kebun. Iris hitamnya menjalari detail bunga-bunga itu, lalu berhenti pada beberapa buket lengkap dengan alamat yang berbeda-beda.

          "Nenek."

          Saat ini neneknya sudah siap merangkai bunga. Meski tatapannya tidak sedang tertuju pada bunga itu, tetapi tangannya masih bergerak-gerak dengan cekatan.

          "Hari ini banyak pesanan, ya." Mizuki mengangkat buket yang paling besar. "Buket-buket ini sudah siap dikirim?"

          Gerakan tangan sang nenek terhenti. Sejenak ia menatap buket itu, lalu berkata, "Yang itu biarkan saja. Nanti akan kusuruh asistenku mengantarnya." Ia tahu betul Mizuki sangat suka mengantar pesanan bunga. Namun, untuk yang satu ini, ia justru khawatir akan membuka luka lama dalam hati gadis itu.

          "Nenek tidak percaya padaku?" Mizuki memasang mimik kecewa pada wajahnya. "Aku ini profesional seperti nenek. Aku bisa mengantar semuanya tanpa terkecuali."

You are My Dogwood [Extended Ver.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang