Part 11

6 1 0
                                    

"Pak, Pak, Pak, Bu ini bisa dibicarakan baik- baik" ucap Malik berusaha menenangkan warga yang bersiap mengamuk pada Cantika yang kini tampak ketakutan di belakangnya.

"Alah... Gak usah ikut campur kamu. Oh, atau kamu laki- laki yang sudah menghamili Cantika. Iya?" marah seorang pria sambil menunjuk- nunjuk wajah Malik yang langsung mengibas- ngibaskan kedua tangannya menyangkal tuduhan atas dirinya.

"Tolong Bapak- Bapak, dan Ibu- Ibu sekalian. Nak Malik tidak ada sangkut pautnya dengan kondisi kami. Dia anak sahabat saya. Jadi tolong jangan libatkan Nak Malik" pinta Pak Sapto tak ingin Malik ikut jadi bulan- bulanan tetangganya.

"Huh... Kalo begitu kami minta kamu dan anakmu ini minggat dari sini. Kami tidak mau kena sial dengan keberadaannya disini" sahut Bapak- bapak tadi sambil menunjuk Cantika yang sudah menangis di belakang Malik yang menatapnya iba.

"Baik Pak kami akan pergi dari sini. Tapi tolong beri kami waktu untuk berbenah dulu" ucap Pak Sapto meminta keringanan pada tetangganya. Mukanya memelas dan hal itu membuat Malik merasa iba.

Malik merogoh kantung celananya dan mengirimkan pesan pada sang ayah tentang kejadian yang terjadi di hadapannya kini.

"Gak bisa. Kalian harus pergi saat ini juga!"

"Tapi Pak..." Terlihat Pak Sapto mulai menangis meminta belas kasihan para tetangganya tersebut. Cantika dibelakang Malik menangis semakin hebat karena merasa bersalah pada sang ayah.

Ditengah keributan itu, tak lama Pak Ramlan muncul dengan seseorang berpakaian dinas seperti seorang petugas dari kelurahan dan menghampiri mereka semua.

"Permisi Bapak- bapak dan Ibu- ibu. Boleh kita tenang sebentar!" Pinta Bapak berpakaian dinas mencoba menenangkan semua orang.

"Gak bisa Pak Lurah. Kita harus mengusir orang- orang ini kalo enggak bisa kotor kampung kita ini" koor seorang warga laki- laki lain memprovokasi hingga teman- temannya semakin gencar bersorak.

"STOP BAPAK- BAPAK! IBU- IBU SAYA MOHON. INI NEGARA HUKUM. APA YANG KALIAN LAKUKAN SAAT INI BISA DITINDAK JIKA KALIAN TIDAK MAU BERHENTI!" lurah bernama Hendri itu akhirnya berteriak guna menghentikan aksi warganya yang semakin tak terbendung dan berhasil. Setelah mendengar kata hukum, perlahan suara- suara teriakan itu tak lagi terdengar.

Malik membawa Cantika untuk bergabung dengan ayahnya dan ayah wanita itu kemudian berdiri di dekat lurah yang baru saja berusaha menertibkan warganya itu.

"Kalian semua tidak boleh main hakim sendiri. Negara ini negara hukum. Bagaimana jika malah kalian yang diamankan para polisi karena membuat kegaduhan?" tanya Pak Lurah setelah warganya berhasil di tenangkan.

"Tapi Pak Lurah..." Ucap seorang pria yang sejak tadi menjadi provokator teman- temannya.

"Sudah tidak ada lagi protes! Kita tahu jika Cantika berbuat salah, tapi kalian juga tidak boleh main hakim sendiri" nasihat Pak Lurah membungkam warganya.

Pak Lurah menarik napas dalam sebelum akhirnya menengok pada Pak Sapto dan Cantika yang kondisinya terlihat menyedihkan saat ini.

"Jadi bagaimana Pak keputusan Bapak? Jujur saya sangat ingin membantu untuk Bapak dan putri Bapak tetap tinggal disini, tapi disini saya juga harus bersikap adil pada warga yang lain. Bagi saya kenyamanan warga adalah hal utama Pak. Saya mohon maaf untuk kekurangan saya ini" ucap Pak Lurah berusaha menyelesaikan masalah warganya sebijak mungkin.

"Kami akan pergi Pak. Tapi kami minta waktu untuk berbenah dulu Pak" jawab Pak Sapto sedih karena sudah jelas dia terpaksa melakukan semua ini.

"Bapak mau pindah kemana nantinya?" tanya Pak Lurah yang merasa khawatir pada nasib Pak Sapto dan Cantika nanti. Biar bagaimana pun mereka tetaplah warganya.

Teman CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang