“Siap, Madam.” Lagi-lagi para siswa menjawab bersamaan. Mereka sangat senang melihat wali kelas mereka sebentar lagi akan dihadiahkan momongan oleh Tuhan.

Setelah berpamitan dengan Pak Adit, Madam Reva pun keluar. Sekarang kelas diambil alih oleh guru berperawakan jangkung itu. Nava, si siswi berkacamata yang duduk paling depan di pojok sebelah kanan tidak mengalihkan pandangannya sama sekali dari Pak Adit. Senyumnya merekah setiap kali keluar kalimat-kalimat penjelasan dari guru wali pengganti mereka itu. Terlihat Nava sangat mengidolakan guru muda bernama lengkap Aditya Putra itu.

***

“Oke, Anak-anak. Sesuai amanah dari Madam tadi, hari ini hasil ujian harian kalian beberapa hari yang lalu akan dibagikan.”

“Yeaay.” Para siswa bersorak.

Pak Adit meletakan tumpukan kertas yang dipegangnnya sedari tadi di atas meja. Kemudian menarik kursi dan duduk. Bersiap membagikan hasil ujian. “Sam Ardan Diningrat.” Sang pemilik nama maju ke depan untuk mengambil kertas ujiannya. Pak Adit melanjutkan. “Aswandi.” Setelah itu Pak Adit menyebut nama-nama yang lain. Yang mereka maju secara bergantian untuk mengambil kertas ujiannya. Hingga tersisa tiga kertas di tangan guru muda itu. “Masih ada tiga orang. Dan ini nama-nama dengan nilai tertinggi.”

Dari tempat duduknya Bricia tersenyum lebar. Merasa bangga terhadap dirinya sendiri. Karena kali ini dia salah satu yang belum mendapatkan hasil ujiannya.

“Feren Anastasya.” Pak Adit melanjutkan. Feren pun maju ke depan. “Selamat ya, Fe.” Fe mengambil hasil ujiannya dan kembali ke tempat duduknya. “Pada nomor urut kedua, Bricia Aqilla.” Bricia maju dengan senyum lebar yang tak kunjung hilang. Dia berjalan ke depan dengan langkah yang sengaja dinggun-anggunkan. “Thank you, Sir,” ucap Bricia kemudian mengambil kertas ujiannya. Setelah itu kembali ke tempat duduknya dengan langkah yang sama. Teman-teman sekelasnya sudah tidak aneh lagi dengan tingkah Bricia. Bahkan mereka terlihat tidak peduli. Pengecualian para siswa yang memiliki ketertarikan kepadanya.

“Yang nomor urut pertama, dengan nilai tertinggi, siapa coba?” seru Pak Adit sambil mengangkat kertas terakhir.

“Joseee ….” Serentak seisi kelas menyebut nama ketua kelas mereka.

“Ya, Jose Raul Capablanca.”

Jose maju dan mengambil hasil ujiannya itu.

“Selamat ya, Jo.”

Jose tersenyum hangat.

“Kalian sangat luar biasa, bapak cukup bangga dengan semangat belajar kalian. Dan bapak merasa beruntung bisa dipercayakan menjadi wali pengganti di kelas ini. Semoga ke depannya kita bisa semakin solid ya. Mungkin itu saja dari bapak. Silakan tunggu guru mata pelajaran pertama yang akan masuk berikutnya. Bapak pamit.” Pak Adit mengakhiri pertemuan mereka pagi itu dan keluar dari kelas. Lagi-lagi Nava terus memandangi pak Adit hingga punggungnya benar-benar hilang dari balik pintu.

***

Lonceng istirahat sudah berbunyi. Para siswa bubar keluar kelas. Sebagian besarnya ke kantin. Setelah mencatat sesuatu di buku catatannya, Jose bangkit hendak ke kantin juga. Mengisi perutnya yang sudah keroncongan sejak tadi. Setibanya di kantin, Jose langsung mengambil antrian. Setelah menu makan siang sudah ada di tangannya, Jose melempar pandangan ke kursi-kursi di sekitar. Mencari tempat untuk menikmati menunya. Seperti biasa, ia dapati Feren duduk sendiri di pojokan. Tapi kali ini Jose enggan untuk ke sana, takut jika Feren merasa terganggu seperti kemarin saat Bricia yang datang secara tiba-tiba. Jose pun mengambil tempat di sisi kanan. Di sana ia juga duduk sendiri.

Yang ia khawatirkan tadi terjadi. Bricia benar-benar datang menghampirinya dengan menu makan siangnya. Duduk sambil cengengesan di hadapan Jose.

“Hai, Jose. Aku duduk di sini ya,” ucap Bricia meminta izin.

Jose mengangguk.

“Yeayyy. Baik deh.”

Keduanya kemudian melanjutkan makan mereka. Tapi tentunya diisi dengan obrolan basa-basi Bricia yang membuat Jose rasa-rasanya ingin menghilang dari muka bumi. Tapi karena menghargai lawan bicaranya, Jose menanggapi apa adanya.

“Eh, Jo. Nanti siang kita lunch bareng ya. Mau ya,” pinta Bricia dengan nada memelas.

“Pulang sekolah, gue ada les.”

“Hmm atau habis les aja gimana? Aku nungguin kamu les dulu baru kita lunch bareng.” Bricia belum menyerah.

Jose diam mempertimbangkan.

“Mau ya. Please. Anggap aja buat merayakan hasil ujian harian kita tadi. Kamu kan nomor urut ke satu, aku ke dua. Boleh ya.”

Karena tidak tega, Jose pun mengiyakan. “Tapi setelah gue les, ya.”

“Iya siap komandan.” Dari wajahnya, Bricia terlihat sangat senang. Ini kali pertama Jose mengiyakan ajakannya.

“Boleh minta satu permintaan lagi gak?” tanya Bricia selanjutnya.

“Apa?”

“Boleh gak, kalau kita ngobrol pake aku kamu aja hehe. Biar terkesan lebih deket aja.”

Lagi-lagi Jose hanya mengangguk mengiyakan permintaan tidak penting Bricia itu.

“Yeaay. Makasih ya.” Bricia melanjutkan makannya. Tapi dalam hati ia tertawa terbahak-bahak merayakan kemenangannya. “Gue bersyukur banget deh Aime udah gak ada. Gini kan enak. Gue gak punya saingan lagi sekarang.”

***

Yuhuyyy udah kepanjangan. Lanjut besok lagi ya. Heheh

Jangan lupa vote dan comment ok.
Spam comment bila perlu.

Ajakin yang lain juga buat baca cerita ini. Biar bisa penasaran bareng.😁

Tolong tandain yang typo hehe.

Ditunggu lanjutannya besok ya.

THE BLOCKADE (TERBIT)Where stories live. Discover now