"Ada apa denganmu ha?! Tidak bisakah kau diam saja?"

"Yak!" Jennie menatap marah pada Jisoo. "Kau baru saja membentak dan menyuruhku diam? Bukankah tadi kau setuju denganku? Orang itu tidak perlu menanyakan hal seperti itu, kan?"

Jisoo mengusap-usap wajah, lalu memandang Jennie untuk mengulangi penjelasan yang sudah bosan Jisoo lontarkan.

"Bukan padamu, sungguhan. Di dalam otakku ada suara, namanya Veronica. Dia terus saja ikut campur sampai aku sendiri merasa kesal."

Dahi Jennie mengerut seraya hatinya menahan kesabaran agar tetap bertahan. "Ya, ya, dan di dalam otakku juga ada suara, namanya Ruby. Kalau gila jangan mengajak orang lain. Kalau di dalam kepalamu ada suara, itu adalah pikiranmu sendiri. Kita semua mengalaminya, bedanya, hanya orang gila sepertimu yang menamainya. Veronica, Veronica."

Kekesalan Jisoo yang semula hanya pada Veronica kini merembet untuk Jennie. Apa Jennie serius mengira Jisoo segila itu sehingga mengarang cerita seperti ini?

"Aku tidak gila, tau. Rasanya benar-benar seperti ada orang lain di dalam diriku. Tanyakan saja pada Nyonya Taeyeon atau pada Tuan Taehyun tadi. Namanya memang Veronica. Itu saja bukan aku yang menamainya. Dia tiba-tiba saja ada saat aku bangun."

"Han Jisoo, sepertinya otakmu memang agak tergeser ketika operasi. Awas lho, nanti kau bisa benar-benar gila kalau tidak segera konsultasi."

Bagus. Selain Veronica, sekarang ada Jennie yang bisa membuat Jisoo semakin gila.

"Sudah-sudah, sudah cukup pembahasan tentang gila-gilanya. Aku capek." Jisoo memejamkan mata, mencoba untuk relax.

Selain tidak sopan, otak Han Jennie juga kosong.

"Diam, Veronica!!"









_____________________



Lisa duduk berhadapan dengan Jaehyun di pujasera khusus markas Léviosa. Lisa kira, dia akan sibuk melayani pemesanan jasa pembunuhan sampai kewalahan. Ternyata dalam sehari, Léviosa hanya menerima lima customer saja. Pekerjaan Lisa jadi terasa membosankan.

"Kau tau, Lisa, Léviosa hanya bagian kecil dari organisasi besar Tuan Soohyuk. Aku ingin sekali menjadi sepertinya. Uang datang dari berbagai arah. Punya kekuasaan di mana-mana. Kau sangat beruntung bisa menjadi bagian dari keluarga Tuan Lee."

Memang seberuntung itukah Lisa? Lisa rasa tidak. Jaehyun mengatakan itu karena melihat permukaannya saja. Jika diberi pilihan, Lisa akan tetap memilih hidup di rumah sederhana bersama ibu dan kakaknya, di mana dia masih diberkahi indra perasa yang sehat, dan bisa membeli ice cream lagi bersama Jisoo, ice cream supermarket juga tidak masalah.

Lisa merasakan sedikit demi sedikit perubahan pandangan dalam dirinya. Dia menjadi orang yang punya dendam dan dikelilingi kebencian. Lisa kadang berharap kehidupan dapat menghapus bagian ceritanya yang sengsara, kisah hidup yang menjadikannya seperti sekarang.

Lisa menghidupkan layar ponsel untuk melihat jam. "Sunbaenim, aku tidak ingin terus berada di depan komputer. Aku butuh pengalaman langsung di lapangan. Jadikan aku asistenmu. Tiga puluh menit lagi giliran Sunbaenim menggapai target. Aku ingin ikut."

Sekilas mengikuti mata Lisa memandang ponsel, Jaehyun kini menatap Lisa. "Kenapa kau ada di sini, Lisa? Di mana orang yang ada di layar kuncimu?"

Sekarang pertanyaan sejenis itu saja dapat menyakiti hati Lisa dan membuat amarahnya kembali membumbung.

"Dia kakakku. Kakakku baik sekali. Dia ingin menjadi pelukis seperti idolanya. Namun, hal itu juga yang merenggut nyawanya. Karena orang kaya yang semena-mena, aku jadi sendirian. Kim Taeyeon meminta ayahnya membunuh kakakku karena takut kakakku akan mengahalangi jalan putri wanita itu. Dia juga meminta ayahnya membunuh ibuku dan aku untuk menyelamatkan reputasi suaminya yang mengemudi dalam keadaan mabuk dan menabrak ibuku. Dan bodohnya aku, sampai sekarang aku masih berpikir rencana balas dendamku ini salah."

Incomplete: Part 2. Other PiecesWhere stories live. Discover now