7. Writhe

347 51 23
                                    

Keringat dingin Jennie semakin deras keluar. Setiap langkah Tae-jin yang mendekat, pikiran Jennie terus mengatakan semakin menurunlah kualitasnya di depan neneknya. Tae-jin menyayangi Jennie sebagai cucunya, walau sering kali mengoceh menyakitkan karena Jennie bukan cucu laki-laki yang selalu Tae-jin harapkan.

"Han Jennie."

Hanya sampai di situ, ucapan Tae-jin terhenti karena Jennie langsung duduk berlutut tanpa ragu. Jennie meremas roknya yang selutut, menggigit bibir bawahnya karena takut.

Jisoo menatap heran pemandangan itu. Jennie yang angkuh kini terlihat begitu tidak berdaya bahkan ketakutan. Ternyata anak kaya dan paling seenaknya seperti Jennie pun memiliki sesuatu yang ditakuti.

Tae-jin segera mengangkat kedua bahu Jennie agar berdiri. "Apa yang kau lakukan? Putri dari seorang wali kota tidak pantas berlutut di depan seseorang dengan mudah. Angkat kepalamu."

Jennie menatap mata neneknya. Jennie banyak menemukan ketidaksukaan di mata itu. Entah tertuju pada siapa. Pada Jisoo, Jennie, atau mungkin pada Taeyeon.

"Ibumu membawa si masalah ini ke rumah ini. Kau harus menanganinya dengan baik, mengerti? Jangan bodoh seperti ayahmu."

Jennie seharusnya paham jalan nalar neneknya yang ini. Bagaimana pun, Jennie adalah cucu Tae-jin satu-satunya. Kini rasa tidak suka Tae-jin bukan lagi pada Jennie, tapi tertuju penuh untuk Jisoo.

"Panggil Halmeoni jika kau perlu bantuan."

Sepertinya semua orang di rumah ini sudah tidak waras. Mereka semua dipenuhi pikiran yang kotor. Kepala Jisoo kini berspekulasi bahwa ternyata orang yang terlalu mengandalkan kuasa memang jagonya berpikiran tidak baik. Mereka begitu takut dikalahkan. Memangnya apa yang bisa dilakukan gadis lumpuh tak berdaya seperti Jisoo?

"Itu tidak diperlukan."

Itu suara nenek Jennie yang lain, kini juga menjadi nenek Jisoo. Jung Haera, istri dari Kim Nam-gil dan ibu dari Taeyeon serta Tiffany.

"Tae-jin~ah, ingat umurmu. Kita sudah semakin tua dan tidak akan menuju ke mana pun. Berbuat baiklah selagi bisa. Kau tidak pantas mengajarkan hal buruk pada yang lebih muda."

"Aku harus mengembalikan ucapan itu padamu. Suamimu, kau, dan putrimu sudah menipuku dan keluargaku. Aku heran apa saja yang kau ajarkan pada putrimu sehingga dia bisa dengan mulus menipu semua orang."

"Tidak baik mengatakan semua itu di depan anak-anak. Suamimu sudah menunggumu. Sebaiknya kau cepat menghampirinya."

Bahkan antar besan pun tercipta masalah. Kerukunan di depan kamera hanya sebagian kecil dari kehidupan asli mereka.

Perhatian Jennie kini beralih penuh pada Haera setelah kepergian Tae-jin. Haera berbeda dengan Tae-jin. Jennie lebih takut pada Tae-jin, tapi Jennie juga tahu Haera lebih baik daripada Tae-jin. Sejauh Jennie mengenal neneknya dari pihak sang ibu itu, Jennie yakin Haera tidak akan membelanya sebagaimana yang dilakukan Tae-jin barusan.

Haera menatap sebuah kain yang masih berada di mulut Jisoo, lalu mengambil kain itu. Mengelap sisa air mata dan keringat Jisoo dengan tangannya yang keriput. Tatapan Haera adalah yang paling bisa Jisoo percaya detik itu.

Haera berusaha sebaik mungkin agar tidak lebih menyakiti perasaan Jennie. Meski begitu, perbuatan Jennie sama sekali tidak patut dibenarkan. Tae-jin yang belum dewasa itu juga malah memperburuk pikiran Jennie.

Haera membuat Jennie agak terkejut dalam pelukannya. Jennie pikir neneknya akan langsung bermuka pedas dan naik pitam, tapi ternyata tidak.

"Wehalmeoni memahami perasaanmu. Wehalmeoni juga sangat paham kau sangat-sangat menyayangi ibumu. Maaf meminta ini darimu, tapi jika bisa Wehalmeoni meminta, berilah ibumu sedikit saja ruang kerelaanmu. Dia sudah menahan dan menutupi luka hatinya sangat lama. Bahkan kau tidak menyadarinya, kan?"

Incomplete: Part 2. Other PiecesWhere stories live. Discover now