21. Live Through

254 41 13
                                    

"Bagaimana keadaanmu?" Dari menatap Jisoo, Jennie berubah melihat Soohyun. "Tuan Taehyun, apa Jisoo unnie sudah benar-benar sembuh?"

Dipanggil seperti itu oleh Jennie, Jisoo seakan mendengar Lisa yang memanggilnya. Lisa, adik kecilnya yang tinggi, rasanya ingin sekali Jisoo bertemu meski di mimpi.

"Keadaannya sudah stabil. Kakakmu hanya perlu banyak latihan supaya lebih cepat terbiasa dengan chipnya."

Jennie mengeluarkan kalung dari kantong, lalu memakaikannya ke leher Jisoo.

Soohyun mengenal cincin panther yang digunakan sebagai liontin kalung itu. Mungkinkah itu cincin sama yang pernah Soohyun berikan pada Taeyeon, atau bisa saja hanya kebetulan

Jisoo menatap Jennie dengan satu pertanyaan. "Bukankah kau bilang aku harus merebutnya darimu?"

"Maaf ya, karena aku pernah membuat ice cream Lisa jatuh dan merebut kalung ini darinya."

Jisoo memegang dan memandang cincin itu, lantas menatap Jennie sambil tersenyum. Jisoo sudah tidak dapat merasakan hawa gengsi yang biasanya selalu menemani Jennie. Jisoo juga baru ingat kalung Jennie masih ada padanya. Jisoo akan mengembalikannya juga, segera.

"Oh iya, di mana Tiffany imo? Aku tidak melihatnya."

Jennie mengangkat bahu. "Aku juga tidak tau."

Merasa kehadirannya diperlukan, Soohyun ikut berdiri lebih dekat ke samping Jennie.

"Bibi kalian sedang bicara dengan Jaejun. Sebenarnya, Jisoo, tidak dihapusnya ingatanmu dapat menimbulkan efek yang belum diketahui pasti akan seperti apa. Maka dari itu aku menyarankanmu untuk tinggal dulu di sini beberapa hari."

"Aku akan mencoba bicara pada Nyonya Taeyeon."

Meski tidak serta-merta terpampang di wajah, Soohyun heran Jisoo memanggil Taeyeon begitu. Ada kemungkinan hubungan ibu anak itu dalam kerenggangan.

"Kalau boleh tau, kenapa kepalamu bisa sampai tertembak, Jisoo-ya?"

Jennie menatap Soohyun penuh selidik. "Saya rasa, Anda tidak perlu sampai menanyakan itu, Tuan Taehyun." Jennie agak tersinggung.

Meski Soohyun memang kelihatan murni hanya ingin bertanya, tetap saja itu bisa mengundang sakit hati Jisoo. Jennie takut itu mungkin bisa semakin menghidupkan kebencian Jisoo pada Taeyeon. Jennie tidak menginginkan itu. Sampai sekarang saja Jisoo masih setia dengan panggilan formalnya terhadap Taeyeon, padahal sudah jelas Jisoo mengetahui bahwa Taeyeon adalah ibu kandungnya.

"Maafkan Jennie kalau mungkin sedikit menyinggung. Anda mungkin hanya berniat bertanya, tapi sepertinya informasi itu tidak akan terlalu penting untuk Anda."

Soohyun ingin sekali menjawab kalau itu penting bagi Soohyun, karena dia ayahnya, ayah kandung Jisoo. Cara Jisoo memanggil Taeyeon menandakan kedekatan mereka tidak seperti hubungan ibu dan anak pada umumnya. Bagaimana Soohyun bisa membantu mendekatkan mereka kalau dia saja tidak memahami permasalahannya.

Soohyun tidak tahu saja, bisa dikatakan, dialah awal dari semua ini.

"Maaf kalau pertanyaanku tadi berlebihan. Aku menunggu kabar baik darimu, Jisoo-ya. Tolong yakinkan ibumu."

Jennie memandang kepergian Soohyun masih dengan tatapan sinis. Jisoo jadi bingung harus bagaimana. Dia ingin menegur Jennie agar jangan terlalu ketus, tapi juga takut kembali disangka sok baik.

Kau dapat mengatakan apa yang kau pikirkan, Jisoo. Bukankah seharusnya dia adalah saudarimu? Namun, hanya ada sedikit ingatan tentang Han Jennie di otakmu. Kita harus saling mengenal lebih jauh. Ingat-ingatlah lebih banyak hal sehingga aku juga dapat mengakses kenangan-kenangan itu.

Incomplete: Part 2. Other PiecesWhere stories live. Discover now