15. Craziness

224 47 11
                                    

Jaejun dan Tiffany berdiri di depan mesin pembuat kopi di dekat jendela. Keheningan di antara mereka terasa biasa saja. Tiffany sedang sibuk memikirkan kekalutan kakaknya, juga kesembuhan Jisoo. Tiffany ingin bisa menemukan jalan tengahnya. Sebuah jalan yang dapat menyembuhkan Jisoo sekaligus membuat Taeyeon bisa tenang.

Tiffany langsung menerima kopi yang Jaejun ulurkan. "Terima kasih." Mata Tiffany masih memandang langit biru di luar.

"Mungkin terlalu simpel." Jaejun berhasil menarik perhatian Tiffany dengan itu.

"Apanya?"

"Caraku menjelaskan UBM. Chipnya memang tidak terlalu besar dan penjelasanku tentang pemasangannya seperti aku berkata tinggal menempelnya. Untuk benda dengan ukuran tidak terlalu besar itu, kami telah melalui banyak hal. Kami tidak asal-asalan menginginkan Nona Jisoo sebagai calon pengguna. Kami menghargai nyawa manusia."

"Benarkah? Di sini tidak pernah dilakukan eksperimen ilegal? Siapa tau kalian menculik orang untuk percobaan."

"Meski dirahasiakan, ini badan resmi, Nona Tiffany. Khusus militer."

"Apa tidak ada tentara yang lumpuh? Kenapa tidak mencoba pada mereka?" Tiffany menyesap kopinya.

"Karena memang tidak ada yang mau. Sebagai informasi tambahan, dalam proses implan, kami juga bisa menghapus ingatan yang tidak diinginkan. Menurut perhitungan dan eksperimen pada hewan, ingatan traumatis dapat membuat penggunaan chipnya tidak maksimal. Jadi, kalau mungkin Nona Jisoo pernah mengalami kejadian yang bisa mengakibatkan trauma, kami bisa menghilangkan ingatannya. Sangat luar biasa, andai ini memang berhasil. Namun, artinya semua ingatannya akan terhapus."

Itu sempurna. Tiffany cuma diam memikirkan. Hal sesempurna ini, apa sungguhan bisa terjadi tanpa harus membayar lebih?

Di lain situasi, Taehyun tengah berdiri membelakangi pintu, dia menunggu Taeyeon masuk.

Tidak menanti sampai Taeyeon benar-benar mendekat, Taehyun berbalik beberapa saat setelah mendengar pintu dibuka lalu ditutup kembali.

Wajah Taeyeon masih masam karena sesungguhnya tidak tertarik melakukan ini. Namun, saat mendongak, langkah cepat berbalut kesalnya memelan, tak cukup bahkan telah berhenti sempurna.

Udara masih sama ringannya, namun Taeyeon merasa kesulitan bernafas. Taeyeon tidak berniat, tapi pelupuknya sudah penuh air mata. Lebih dari perasaan lainnya, Taeyeon hanya dapat merasakan hatinya sangat terluka.

Taeyeon tidak ingin, tidak bisa berjalan lebih dekat. Sesungguhnya dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Harus seperti apa sikapnya saat bertemu cinta pertama yang dia kira sudah lama telah tiada.

Jarak mereka perlahan terkikis sebab Taehyun mendekatinya.

"Tolong tetap di sana!" Taeyeon perlu menenangkan diri dan meredakan banyak spekulasi di kepala.

Mereka berdiri dalam jarak ditemani senyap. Hanya tangis Taeyeon yang samar-samar terdengar. Taeyeon memaksa dirinya tenang menghapus air mata.

"Bagaimana kau bisa ada di sini? Apa salahku padamu, Soohyun?"

Taehyun, tidak, Soohyun masih berdiri tegak. Pelan-pelan berjalan mendekati Taeyeon. Memang akan seperti ini situasinya. Soohyun sudah memperkirakan. Mungkin Taeyeon akan sangat membencinya.

Meski sudah tahu ini sepenuhnya salahnya, dan sudah yakin Taeyeon akan sangat membencinya, Soohyun menarik Taeyeon ke pelukannya.

Taeyeon tidak bisa lagi merasakan ketenangan yang dulu dia rasakan setiap kali memeluk Soohyun. Hati Taeyeon terus memekikkan rasa sakit.

Meski hidup Taeyeon belum sangat sempurna, tapi dia telah menemukan putrinya yang tujuh belas tahun lalu dibuang ayahnya karena kekasihnya sudah meninggal. Namun, sekarang kekasihnya itu ada di depannya, begitu sehat, sementara Taeyeon selalu merasa sekarat.

Incomplete: Part 2. Other PiecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang